Bab 3 - Rumah Keluarga Arel

15 4 0
                                    

"Uh..."

Kay menghela napas yang terengah-engah. Tubuhnya sedikit bergetar. Seluruh tubuhnya terasa panas, tetapi dadanya terasa sangat panas hingga hampir terasa terbakar. Ketika membuka matanya dengan berat, langit tampak berputar-putar. Di depan wajahnya terlihat rambut berwarna keemasan. Kay terlalu lelah untuk merasa terkejut dan hanya bergumam pelan.

"—Zigril?"

"Ah, sudah bangun?"

"Ya..." Kay menjawab lemah, berusaha menundukkan kepala lagi, namun tiba-tiba dikejutkan oleh angin dingin yang menyapu pipinya, membuatnya mengangkat pandangannya. ...Lalu, ini di mana lagi? Saat Kay mengangkat kepalanya, kepalanya terasa berdenyut kuat. Seiring dengan kesadarannya, bahu, kepala, dan pergelangan kakinya terasa sakit seolah terbakar. Tanpa sadar, erangan pelan keluar dari bibirnya. Dalam pandangannya yang berputar-putar, dia melihat punggung Zigril yang tampan dan hutan putih yang berayun di sekelilingnya. Barulah Kay menyadari kenapa dia merasa berguncang. Ternyata, dia sedang digendong di punggung Zigril. Setelah menyadari hal itu, sakit di kepalanya terasa semakin berdenyut tajam.

"Apa sakit sekali?"

Zigril bertanya, dan Kay menggertakkan giginya, berusaha menahan rasa sakit saat menjawab.

"Tolong, turunkan Aku."

Saat Kay berusaha bangkit sambil memegang dahinya, pandangannya menangkap leher Zigril yang kokoh, basah oleh keringatnya. Aroma yang dirasakannya saat bersandar di pelukan Zigril tadi malam masih terasa. Sejak kapan dia berada di punggung pria ini? Jika mereka sudah berjalan sejak malam sebelumnya, berarti dia telah berada di punggungnya setidaknya selama setengah hari.

"Kenapa?"

Zigril bertanya seolah tidak mengerti, membuat Kay kehilangan kata-kata. Meskipun dia ikut serta dalam perjalanan ini dengan setengah dipaksa, tidaklah pantas jika dia begitu saja diangkut dengan kereta sehari dan kemudian digendong oleh seorang duke pada hari berikutnya. Setelah membasahi bibirnya yang kering, Kay menjawab dengan sesopan mungkin.

"Aku sudah bisa berjalan sekarang."

"Ah, aku tahu. Tapi..."

Kay merasakan Zigril tertawa pelan. Melihat matanya yang cantik melengkung seperti rubah setiap kali dia tertawa dari belakang terasa agak asing.

"Aku khawatir kau akan pingsan lagi kalau dibiarkan berjalan."

Kay mengingat kembali kejadian-kejadian ketika dia pingsan dalam dua hari terakhir. Pertama, karena hubungan intim yang kasar. Kemudian, ketika dia menghadapi pedang yang lebih cepat dari kedipan mata. – Semua ini, setidaknya 98% adalah kesalahan pria di depannya, pikir Kay sambil melihat Zigril yang terkekeh dengan licik. Sisanya, ya, mungkin dia memang agak lemah seperti yang dikatakan Zigril.

Melihat rambut emas Zigril yang terayun ditiup angin, Kay mendesah pelan, menyadari bahwa dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk membunuh pria itu meskipun dari jarak sedekat ini.

Mendengar kata-kata Zigril tentang betapa dia merasa frustasi setiap kali Kay pingsan, Kay akhirnya berkata dengan sangat sopan dan hati-hati.

"Terima kasih atas perhatian Anda, tapi Aku rasa Aku tidak akan pingsan lagi. Jadi, tolong turunkan Aku, Zigril-nim."

Kay merasa tidak lagi sanggup menahan sentuhan Zigril yang semakin lama semakin vulgar, mengusap bagian pantat dan paha bagian dalamnya. Dia khawatir tangan Zigril akan merambat ke bagian yang lebih dalam. Seolah akhirnya menyetujui, Zigril menurunkan Kay. Ketika terlepas dari punggungnya, angin dingin terasa menerpa pakaian yang basah oleh keringat. Saat kakinya menyentuh tanah yang tertutup salju, kepalanya mendadak pusing, membuatnya terhuyung.

ALOSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang