Bab 4 - Pondok Penyihir

13 4 0
                                    

Waktu makan sedikit terlambat dibandingkan dengan apa yang telah terjadi. Itu karena Lisa, pengasuh sekaligus juru masak keluarga Baron, yang tengah berduka atas kematian anak bungsu keluarga Baron, berada dalam kondisi mental yang buruk. Sekarang aku tahu mengapa Zigril dan Schuman membicarakan penemuan mayat setelah makan malam kemarin. Mereka adalah orang-orang yang tidak peduli pada kebenaran atau aturan, selama itu menguntungkan mereka.

Sementara sarapan tertunda, Schuman keluar dari kamar, dan Kay keluar karena tidak ingin sendirian dengan Zigril. Dari jendela-jendela yang berjajar di koridor, terlihat pemandangan seluruh desa Edor. Asap masakan mengepul, dan aroma lezat tercium harum. Di mana-mana tampak damai. Apa yang akan terjadi di desa yang damai ini? Seolah-olah neraka di ambang pintu. Kata-kata Schuman terngiang di kepalaku, tentang kematian yang lebih mengerikan daripada hanya mati tertelan oleh kegelapan roh jahat akan menimpa desa ini.

Kay menoleh ke pintu yang baru saja ia lewati. Jangan-jangan pria itu tidak menemukan bunga Alosha di dalam sana dan mengamuk hingga membantai seluruh desa.... Obellu yang ditemukan kemarin juga sangat menggangguku. Obellu, yang konon sudah punah, tumbuh di bawah tanah rumah Baron. Memang sih, karena di dalam lorong rahasia, jadi tim pencari sebelumnya mungkin tidak bisa menemukannya. Meski sudah melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ruang bawah tanah itu sudah dibersihkan oleh Schuman, tapi kekhawatiran tetap tak bisa hilang.

Kay mengetuk-ngetuk ambang jendela sambil bergumam,

"Kenapa mereka harus bersembunyi di tempat seperti ini...."

"Itu karena mereka adalah narapidana atau keluarganya, Kay."

Suara yang tiba-tiba itu membuat Kay menoleh untuk melihat siapa pemilik suara tersebut. Itu adalah Helena.

"Nona Helena? Rambutmu...."

Rambut panjang dan indah yang menjadi kebanggaan Helena telah dipotong pendek seperti laki-laki. Kay melihat telinga Helena memerah.

"Aneh ya?"

"Ah, tidak."

Kay menggelengkan kepala dan menjawab.

"Katanya wanita cantik tetap seksi dengan rambut pendek, dan itu benar. Kau sangat cantik, Helena."

Kay berkata jujur, dan Helena tersenyum tipis.

"Aku tahu kau akan menjawab seperti itu. Pengasuhku benar-benar sedih. Kau tahu. Ibu bahkan lebih heboh. Dia terlihat lebih sedih tentang rambutku daripada kematian Senna."

Kay tersenyum pahit mendengar leluconnya. Helena kehilangan adiknya kemarin. Memikirkan itu, dan melihatnya sekarang, Helena tampak tenggelam dalam kesedihan yang dalam. Kay baru menyadari bahwa mata Helena sembab dan memerah.

"Kenapa kau tiba-tiba memotong rambutmu? Apa karena... Senna?"

Air mata tampak berkumpul di mata Helena yang menggeleng. Ia bergumam, "Bukan karena Senna," tapi Kay yakin kematian adiknya sangat berpengaruh pada perubahan suasana hatinya.

"Maaf, datang di saat seperti ini."

Memang bukan salah Kay, tetapi ia tetap merasa bersalah karena datang dengan urusan tertentu ketika keluarga Helena baru saja kehilangan seseorang. Helena mengusap air matanya dan menatap Kay.

"...Kay.... Aku tahu ini mendadak, tapi aku ingin minta tolong sesuatu padamu."

Ekspresinya tampak tegas, seperti telah mengambil keputusan.

"Minta tolong?"

"Saat kau meninggalkan desa ini, tolong bawa aku juga."

Mata Kay membulat.

ALOSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang