Bab 4 - Pondok Penyihir

11 4 0
                                    

Saat mereka melewati deretan rumah, orang-orang memperhatikan mereka dari kejauhan, seolah sedang menonton sesuatu yang langka. Tatapan mereka lebih waspada dan penuh pengawasan daripada kemarin. Jelas, mereka tegang setelah mendengar kabar kedatangan rombongan Duke. Karena bahkan bangsawan seperti Baron dan Count pun tunduk padanya, bagi rakyat jelata, 'mungkin mereka harus berlutut untuk menyambutnya'. Penduduk desa tampak tidak berani mendekat, hanya memandang dari kejauhan dengan tatapan penuh kekaguman.

Zigril, yang seumur hidupnya menerima tatapan seperti itu, tampak tidak peduli pada pandangan orang lain, sementara Schuman terlihat acuh tak acuh. Dan Kay merasa sedikit malu. Kedua orang itu memang pantas dikagumi, tetapi Kay hanyalah seorang wakil komandan pasukan keamanan biasa dari kota sebelah. Orang-orang yang tidak tahu mungkin mengira Kay adalah pengawal Duke. Bagaimanapun, karena ia melayani Duke, mereka mungkin mengira dia memiliki kemampuan luar biasa. Memikirkan hal itu, hatinya merasa bersalah. Ia bahkan ingin mengatakan bahwa ia hanya berperan sebagai badut.

Saat Kay berusaha menghindari tatapan penduduk desa, Schuman mendekati seorang pria di depan rumah dengan atap biru dan berbicara dengannya. Setelah berbicara sebentar, pria itu, dengan wajah memerah, menunjuk ke rumah paling ujung di sebelah kiri. Seorang lelaki tua berambut putih berdiri di sana.

Zigril mendekatinya dan bertanya dengan senyumnya yang menawan.

"Apakah kau yang tertua di sini?"

Kulit tebal lelaki tua yang tampak kurus itu memerah. Dengan tampak cukup terkejut, lelaki tua itu dengan cepat berlutut dan menjawab.

"Ya, Yang Mulia."

"Aku ingin berbicara. Bisakah kau mengantarku masuk ke dalam rumahmu?"

Suara dan senyum Zigril mungkin terdengar seperti permintaan yang ramah, tetapi Kay tahu bahwa itu sebenarnya perintah. Tentu saja, pria tua itu gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya hingga menyentuh tanah.

"Rumah saya terlalu sederhana dan tidak layak untuk menyambut Yang Mulia."

"Tidak masalah."

Kay bisa mendengar suara mata sang lelaki tua berputar ketika ia membuka pintu, Ia bangkit perlahan, lalu membuka pintu rumah. Zigril masuk lebih dulu, diikuti Kay dengan hati-hati. Ia tak sanggup lagi menanggung tatapan kagum yang menusuk punggungnya. Rumah itu berbau apek, wajar mengingat pemiliknya seorang lelaki tua. Tempat itu jelas tak cocok untuk Zigril, tetapi ia duduk tanpa beban di kursi kayu di tengah ruang tamu.

"Langsung saja, Pak Tua. Berapa banyak orang di desa ini yang bisa bekerja?"

Kay hampir bisa mendengar suara mata sang lelaki tua berputar lagi. Dengan hati-hati, pria itu bertanya, "Pekerjaan apa yang Anda maksud, Yang Mulia?"

"Kau sudah hidup lama, jadi kau pasti tahu. Kami sedang mencari Bunga Alosha."

Mata lelaki tua yang keruh itu tiba-tiba berkilau aneh.

"Di tengah salju ini, Yang Mulia?"

Zigril mengangguk santai.

"Kumpulkan semua pria, wanita boleh dilewatkan. Aku akan memberikan imbalan yang layak bagi siapa pun yang menemukannya,"

Zigril tersenyum melihat Kay. Kay merasa seolah-olah Zigril melakukan itu untuk dilihatnya, tetapi ia tak punya komentar apapun mengenai hal itu.

Pria tua itu membungkuk dalam-dalam sambil berkata, "Mohon beri saya waktu untuk memberi tahu para pemuda desa."

"Silahkan." jawab Zigril, sambil melambaikan tangannya dengan santai, menyuruh pria itu segera pergi.

Pria tua itu bergegas keluar dengan penuh rasa hormat, dan segera terdengar suara percakapan pelan di luar rumah sebelum semuanya kembali sunyi. Zigril duduk dengan bosan, mengetukkan jari-jarinya di atas meja, sementara Schuman tampak sibuk memeriksa isi rumah. Tanpa menghiraukan kehadiran pemilik rumah, Schuman dengan santai membuka laci-laci dan melihat-lihat isi rumah, sebuah tindakan yang terlihat sangat tidak pantas. Meskipun Schuman sendiri adalah bangsawan tinggi, tampaknya ia tidak terlalu peduli dengan menjaga martabat.

ALOSHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang