Kapan Ini Akan Selesai?. (Tujuh)

13 3 1
                                    

***

    Entah sudah keberapa kalinya Ghani menghela napas kasar karena melihat perkembangan dari kasus istrinya, tidak ada perubahan yang signifikan dari kasus tersebut. Rasanya Ghani ingin mengeluh di hadapan bundanya dan berkata bahwa ia menyerah, tapi Ghani tidak bisa. Ghani tidak bisa terus-terusan bersikap kekanakan di hadapan bundanya.

    Ghani merasa sangat kesal dan tidak berguna menjadi seorang pemimpin di dunia gelap, karena anak buahnya saja tidak ada yang benar.

    "Hidup gue makin ke sini makin monyet banget dah, kenapa bisa begini sih? Kesel" Ghani tidak sengaja mengucapkan kata terlarang itu saking kesalnya. Kalau ada Daniel di sampingnya, sudah dapat ia pastikan bahwa mulut dan pipinya akan terkena kecupan maut dari Daniel.

    Ughh, Ghani jadi ingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Dimana kejadian itu membuat Ghani harus belajar menggunakan bahasa yang baik, sopan, dan santun ketika bersama orang lain, apalagi Daniel.

    "Apaansi monyet, kontol! Bagus lo begitu?! Gausa ketawa lo! Dikira ada yang lucu apa" Ghani benar-benar tidak sengaja mengatakan hal itu, ia hanya reflek saja karena sudah terlalu kesal pada sekretaris pertamanya. Si sekretaris hanya dapat tersenyum kikuk karena mendapatkan semburan amarah dari bosnya.

    Tapi tak berselang lama sebab pintu ruangan bosnya tiba-tiba saja terbuka. Siapa yang berani-beraninya membuka pintu ruangan tanpa mengetuk? "Daniel?" Ya, siapa lagi yang berani?

    "Hm? Saya mendengar sesuatu yang aneh dari monitor cctv, apa yang kamu katakan tadi?" Ghani tidak gugup, karena ia belum tahu apa yang akan Daniel lakukan ketika Ghani menjawab "Monyet, kontol. Emang kenapa?"

    Wajah Daniel sudah berubah ketika mendengar jawaban Ghani dengan wajah polosnya. Sedikit menggertakkan gigi dan menitah sekretaris Ghani untuk ke luar dari ruangan itu.

    Setelah mereka hanya berdua di dalam ruangan, Ghani akhirnya bertanya. "Kenapa sih Ello? Mukanya kok kayak ga seneng gitu?" Daniel tidak menjawab, ia hanya mendekat, mendekat, dan mendekat ke arah meja Ghani. Menangkup wajah Ghani dengan cepat dan segera mengecup pipi serta bibir plum milik Ghani. Tidak ada reaksi apapun saat itu, sebab Ghani tengah shock. Sampai akhirnya saat Daniel ke luar dari ruangan, Ghani baru berteriak dan mengucapkan kata-kata umpatan untuk Daniel.

    Pengalaman yang sangat memalukan bagi Ghani, sampai saat ini Ghani mengerti mengapa si tiang itu mengecupnya. Dan Ghani tidak lagi pernah mengucapkan kata-kata umpatan jika saja ada Daniel di dekatnya.

    Baiklah, jangan lagi mengingat kejadian itu, Ghani saat ini cukup mengikuti alur untuk tidak berkata kasar di depan Daniel. Dan mari kembali lagi ke Ghani yang kini masih frustasi ketika mengingat bagaimana berjalannya kasus mendiang istrinya.

    "Ghani? Sudah makan siang? Kalau belum, mari pergi ke restaurant di seberang sana" Daniel datang tanpa mengetuk pintu, itu membuat Ghani terlonjak kaget dan menatap Daniel kesal.

    "Ketok dulu kek kalau mau masuk! Kaget nih!" Daniel terkekeh, meminta maaf pada Ghani dan segera menarik pergelangan tangan Ghani dengan lembut. "Terus sekarang mau kemana?"

    "Bukankah saya sudah mengatakannya tadi? Baiklah, kita akan pergi ke restaurant di seberang sana."

    "Ngapain?! Aku udah makan tadi!"

    "Saya belum, jadi temani saya yaa" Ghani menepuk dahinya, tak habis pikir dengan kelakuan si tangan kanan yang semakin hari semakin membuatnya pusing tujuh keliling.

    Tapi yasudahlah, ia akhirnya hanya mengekori Daniel tanpa berucap apapun. Menemani Daniel sampai si tinggi itu selesai makan, dengan ditemani camilan pastinya.

    "Udah? Udah kenyang? Kalau belum pesen makanan lagi aja, pesen makanan yang banyak biar waktu kerja aku ketunda lagi buat nemenin kamu makan di sini" ujar Ghani sinis. Daniel menghela napasnya sebelum terkekeh geli.

    "Jadi si pendek ini tidak ikhlas menemani saya makan, hm?"

    "Pake nanya!" Tawa Daniel lepas ketika mendengar seruan Ghani yang teramat menggebu itu. Akhirnya mengusap pucuk kepala Ghani dengan lembut dan mengucapkan terima kasih. "Terima kasih karena sudah mau menemani saya makan yaa, nanti saya belikan ice cream"

    "Aku bukan anak kecil yang bisa kamu sogok pake eskrim! Yang rasa vanilla sama taro ya?" Kalau bukan Ghani yang di depannya, sudah Daniel pastikan untuk memukul dan membanting tubuh itu ke tanah. Tapi yaa, Daniel mengiakan juga permintaan Ghani, mau bagaimanapun, ia lah yang menawari Ghani ice cream. Jadi ia harus menepati tawarannya itu kan?

    "Ellooooo! Jangan ngelamun ishh!" Teriakan nyaring dari Ghani terdengar, kala anak itu dengan sengaja mengucapkannya di dekat telinga Daniel. Lagian, salah Daniel juga sih!

    Mengapa Daniel menatap dirinya sembari tersenyum dan melamun, apa yang dipikirkan di otak mesum Daniel? Apa perlu Ghani tampar dan mengucapkan "sadar, gue bos lo!" Tidak mungkin. Bisa-bisa dirinya kena tampar balik, tapi bukan pipi atas.

***

Mengetik: XIII-IX-XXIV (Friday)
Diunggah: XX-X-XXIV (Sunday)
Kata: 723

To
Be
Continued >>>

The Boy Is Mine | BxBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang