Shizuka menarik napas panjang, berusaha menenangkan degup jantung yang tak beraturan di balik dadanya. Tubuhnya bergetar halus, seiring napas yang ia hirup dengan berat. Posisi tubuhnya yang semula membungkuk perlahan ditegakkan, namun beban di pundaknya tak serta merta hilang.
Kedua tangannya terkepal erat di samping tubuhnya, kuku-kuku yang mulai menekan telapak tangannya terasa sakit, tetapi rasa khawatir yang menguasai pikirannya lebih mendominasi. Pandangannya bergetar, seakan setiap detik yang berlalu hanyalah menambah ketegangan yang melilit dadanya. Dia tahu, sesuatu harus dihentikan.
Dengan napas yang tertahan, dia akhirnya bersuara, namun nada suaranya terdengar lebih rapuh dari yang ia harapkan.
“Tolong berhenti ...” Suaranya pelan, hampir tenggelam dalam keheningan. Itu lebih seperti permohonan terakhir, lirih dan penuh keputusasaan yang mendesak keluar dari dalam dirinya.
Suo menatap kaget, seolah berusaha memahami sesuatu yang tak terucapkan di antara mereka. Suasana di sekitarnya terasa membeku, ketegangan yang sebelumnya hanya terfokus pada Haruka kini seolah terpecah.
Perlahan, dia mengalihkan pandangannya dari Haruka, menarik napas panjang sebelum akhirnya memusatkan perhatiannya pada sosok Shizuka yang berdiri tak jauh darinya.
“Shizuka-san?” gumam Suo, suaranya terdengar nyaris tak percaya, seakan ada sesuatu yang berbeda dari yang dia lihat. Tatapan matanya menyelidik, penuh rasa ingin tahu.
“Apa—”
“Kenapa dia?”
Orang-orang di sekitar mereka bergumam tidak percaya atas kehadiran tiba-tiba dan tidak dapat mereka prediksi dari Shizuka.
Dari kegelapan, sosok dengan mata merah darah dan rambut coklat bergelombang acak itu mengamati dalam diam, tak sedikit pun berusaha menampakkan dirinya. Namun dalam pikirannya, kata-kata terus berputar, seperti ombak yang menghantam keras tanpa pernah berhenti.
“Dia bodoh,” monolognya pada dirinya sendiri, matanya tak lepas dari mereka yang ada di depannya. “Masih saja bertahan di sini, seolah semuanya akan baik-baik saja. dia bahkan tak tahu apa yang menunggunya.”
Dia mengepalkan tangan perlahan, rasa frustrasi mendesak di dalam dadanya. “Apa dia tak paham? Bahaya yang mengintai dari bayangan ... lebih dekat dari yang dia kira.”
Nafasnya tertahan, pandangannya tetap fokus pada satu sosok yang tak sadar sedang diawasinya. “Jika dia tetap di sini ... dia hanya akan menghancurkan dirinya sendiri.”
Dia menghela napas yang awalnya tercekat. “Dia gegabah, dan terlalu menyalahkan diri sendiri.”
Sosok itu menoleh dari Shizuka dan kembali memperhatikan pemimpin geng Gravel yang tampak santai. Dengan tenang, si pemimpin merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu. Pemimpin Gravel itu lantas menatap sesuatu yang dia keluarkan dari sakunya—foto Shizuka yang tengah mengobrol dengan seseorang.
“Huh? Oh, gadis itu! Dia Shizuka Narita! Kau akhirnya muncul sendiri? Itu artinya, kami sudah menang?” tanyanya dengan nada yang terdengar sedikit polos.
Sosok di balik kegelapan itu menatap datar pemimpin dari kubu lawan. “Entah kenapa kebanyakan pemimpin kubu lawan kadang sedikit kikuk,” Dia menjeda kalimatnya.
“Tapi, kita tidak tau apa yang disembunyikan olehnya dibalik wajahnya yang kikuk dan polos.”
Kanji menggertakkan giginya, matanya terus mengunci Shizuka yang berdiri tidak jauh darinya. Napasnya tersengal, hampir tak percaya pada apa yang sedang terjadi. “Kenapa kamu di sini?!! Cepat kembali!!” teriaknya, suaranya penuh amarah dan kecemasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗞𝗬𝗢𝗠𝗔𝗜 𝗔𝗜: 兄妹愛 ┆ Wind Breaker × Reader's┆NII Satoru 〖REVISI〗
Hayran Kurgu"Nii-chan, gomen-nasai..." Perempuan bersurai putih tulang itu yang tengah berjuang melawan kegelapan yang mencengkeram hatinya. Ia merasa muak dengan dirinya sendiri, terbebani oleh rasa tidak berharga yang tak kunjung sirna. "Daijoubu, (Name). A...