49. Revolves Around Her

1.8K 453 186
                                    


Jika biasanya mereka menghabiskan pagi setelah mengantar anak ke rumah Nadiem yang sepi tak berpenghuni untuk melakukan hal-hal nakal, liar, dan jorok untuk memuaskan dahaga seksual yang seolah tak puas-puas. Pagi ini, cukup berbeda.

Sejam lalu Ami mengatakan jika ingin kulineran di salah satu pasar yang ada di sini, jadilah Nadiem membelokkan mobilnya, mereka menyusuri lorong demi lorong pasar yang ramai dan berakhir di salah satu kios penjual nasi madura yang kemarin Ami lihat video-nya dari food vloger di internet.

"Aku tahu tempat ini dari pas nonton video orang kemarin, ngiler lihat nasi madura-nya. Kamu emang nggak pernah, Mas? Kan udah berapa tahun di Surabaya."

"Aku jarang kulineran pagi, apalagi ke pasar. Paling malem aja," Nadiem menjawab sekenanya sembari menarik tisu yang sudah disediakan untuk ia pakai mengelap meja yang sedikit basah. Tidak cuma yang di sisinya, melainkan pada sisi Ami juga.

Ia mengamati sekitar, sudah tentu ramai, namanya juga pasar. Bukannya terganggu atau bagaimana, Nadiem pun sudah biasa. Hanya saja ... Ami biasanya jarang mau, entah tadi kesambet apa.

"Jangan ngerokok, Mas. Ada orang banyak, ada anak kecil juga tuh," Ami memberi peringatan saat melihat Nadiem mengeluarkan rokok dan korek dari saku celana.

"Nggak ... cuma aku keluarin ini."

"Halah, pasti aslinya mau ngerokok kan kamu?"

"Sok tahu," Nadiem menatap geli. Memang tidak, walau sudah mencandui nikotin ia masih waras dengan tidak membakar rokoknya di tempat umum ramai orang atau di jalan raya. "Aku tadi udah rokokan."

"Kalau dilihat anaknya pasti bakal ngomel tuh dia."

"Kayak kamu. Ngomeeeel terus. Semua cewek-cewekku tukang omel," Nadiem bergerundel. Di sini sering kena omel pacar dan anak, di Malang kena omel ibu dan mbak. Memang lelaki sejati sekali.

"Tapi pada bikin kamu bahagia juga, kan?"

Tak ayal Nadiem mengangguk, mengulas senyum. Ami benar, semua perempuan itu adalah kebahagiaannya, belahan jiwanya, pencuri rasa sayangnya. Lagi-lagi hatinya menghangat mengetahui Ami mengakui bahwa rasa sayang Nadiem kepada keluarganya adalah sebuah keharusan. Seperti ... ya memang sudah naluriah seorang lelaki menyayangi ibu dan kakak perempuannya.

Tidak seharusnya seorang kekasih menjadikan keluarga lelaki sebagai saingan atau kelompok yang harus diantipasi dan nampaknya Ami sudah banyak belajar perihal itu.

"Kalian semua kesayanganku," netra Nadiem menyorot Ami lembut. "Semoga habis ini rangkulan, jangan sikut-sikutan lagi."

Yang merasa tersindir tentu saja meringis.

"Jangan banyak polah ya habis ini, Ami."

Makin-makin meringis, kali ini sedikit memajukan bibir, memanyun.

"Padahal dari dulu pun, di rumah ya cuma kamu ratunya..."

"Iya iya, aku jahat, iya..."

Tawa Nadiem tersembur begitu saja, reflek ia mengusap pipi mulus si wanita, seolah lupa jika dirinya sekarang sedang berada di kerumunan dan beberapa ibu-ibu menatap mereka dengan sorot geli.

"Cuma ngingetin..."

Tapi Nadiem memang begini, suka sekali kontak fisik di mana pun dan kapan pun. Ami bahkan ingat, mereka pernah berciuman di lift, di fitting room, di toilet umum termasuk toilet pesawat pun pernah. Ia sampai sempat khawatir barang kali kelakuan mereka tertangkap CCTV dan disebarkan orang nakal. Sedangkan ya bagaimana, Ami pun enggan menolak tiap kali lelaki ini menyosor.

Oh, astaga ... bahkan pernah mereka bercinta di mobil!

Kala itu mereka diutus mamanya Nadiem untuk menyambangi rumah Atin, salah seorang PRT yang ada di Jombang atas pernikahan anak ibu baya tersebut. Mereka menginap karena terjadi hujan luar biasa deras, Ami dan Nadiem diberikan kamar di rumah saudara Atin yang tak jauh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 8 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ain't Your DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang