7. Hit The Spot

8.9K 1.2K 300
                                    

Pagi-pagi udah pecah telur ajaaaa. Keren banget anak-anaknya Mami💅🏻
Besok libur dulu ya, aku mau fokus dulu di lapak sebelah. Sebagai ganti, kalau bab ini tembus 250 komentar, lusa aku double up! Kalau enggak ya nggak pa-pa, tapi aku up satu ajaa. Okay?!?!?

Happy reading!












"Bener kamu nggak ikut?"

"Enggak, Mamiiiiii."

"Lama loh Mami kayaknya, antre itu."

"Nggak pa-pa."

"Ya udah. Kalau mau panggil Mami telepon aja dulu, jangan langsung nyusul. Diculik orang kamu nanti."

"Iyaaaaah, Mamiku Sayang Cantik!"

Kanaya yang manis.

Ami itu tipikal perempuan yang kurang bisa memberi kalimat afirmasi, mungkin karena dia juga tumbuh hanya bersama ibunya yang galak dan lebih sering sibuk dengan pekerjaan, pacar, juga suami baru. Ami kecil hingga remaja banyak menghabiskan waktunya di rumah seorang diri, menonton ftv di televisi yang sering diulang-ulang, variety show yang garing, atau sekadar tidur seharian.

Teman? Tidak banyak. Saat sudah bekerja pun dia hanya berteman seadanya dengan rekan kerjanya.

Jadi siapa yang mengajari Kanaya menjadi gadis dengan tingkah polah yang manis dan romantis?

Jawabannya tentu saja ... Nadiem. Kanaya cilik meniru semua hal yang dilakukan papi tercintanya dan seperti itulah anak itu tumbuh sekarang. Meski terkadang Ami marah dan mengomel, Kanaya tetap jadi seorang anak yang seolah jatuh cinta padanya setiap hari.

Kadang Ami merasa payah, sudah berkali-kali dia berusaha untuk menjadi ibu manis dan luar biasa sabar seperti yang dikatakan para momfluencer di internet itu. Tapi tetap saja— sulit! Terkadang dia masih kelepasan mengomel.

"Pintunya Mami tutup sama kunci loh ya, Nai."

"Keyyyy!"

"Inget kata Mami, jangan keluar!"

Cuma akan ditinggal beli sate di samping ruko, namun seribet ini. Bukan apa, bukan pula takut jika bertemu Nadiem toh sudah malam, kantor pria itu sudah tutup sejak sore. Ami hanya takut jika Kanaya keluar dan diculik orang jahat, apalagi anak itu belum mengenal daerah sini.

Sebelum keluar dari lantai bawah—yang tentunya harus bersusah membuka pintu toko terlebih dulu—Ami mematut dirinya di standing mirror sambil memakai jaket untuk menutupi atasan tank top-nya, sementara untuk bagian bawah dia hanya memakai celana piyama.

Memangnya mau dandan yang bagaimana? Sekali lagi, dia hanya akan membeli sate untuk makan malam bersama Nai.

"Jamilaaaah ... seksi banget sih, muach!" wanita beranak satu itu masih bergeal-geol di depan cermin, mengagumi tubuhnya sendiri.

"Fix habis ini mau nyari gym majapahit biar makin yahud!"

Dengan masih tersenyum-senyum, Ami membuka pintu toko, namun baru saja dia mendorong, tubuhnya dibuat terpaku lalu menegang saat mendengar suara tubrukan yang berasal dari jalanan tepat di depannya.

"Astagfirullah!"

Pekikan warga lain seketika pecah, Ami meringis begitu sebuah mobil suv yang menghalangi pandangnya melaju ke depan hingga pemandangan dua motor yang bertabrak itu kini dapat terlihat olehnya.

Ami meringis, pemandangan seperti itu selalu membuatnya ketakutan. Beberapa warga sudah mendekat jadi dia tidak memiliki kewajiban penuh untuk menolong, kan?

Sembari setengah memejam, Ami berjalan cepat ke gang samping ruko. Seperti yang sudah dia duga, banyak pembeli bangkit dari duduknya untuk melihat kejadian di tepi jalan. Melihat warung tampak lenggang, Ami segera mengambil langkah cepat.

Ain't Your DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang