10. Flaky Baby

9.1K 1.2K 200
                                    

Maaf banget kemalaman, aku baru sempat matengin lagi. Selamat membaca yaaaa. Enggak minta target, minta keikhlasan ajahhhhh hari ini.

Tapi teteuuup, dapat ketcuuup dari Mami Ami💋💄💅🏻

Happy readinggggg.







Seperti rasa minuman kemasan yang lain—manis. Meskipun terdapat embel-embel kopi, namun yang tercecap oleh lidah Ami seolah cuma gula.

Atau karena dia sambil berdekatan dengan Nadiem yang manisnya memang tumpah ruah?

"Kamu kedinginan? Aku naikin suhunya?"

Ami meneguk air yang masih ada di mulutnya lalu menggeleng. Walau iya, memang dingin. Tapi, tunggu— Nadiem masih ingat kah jika dulu Ami kerap kali mengomel saat pria itu menyetel suhu AC terlalu rendah?

"Enggak kok, tadi habis kegerahan," kilah Ami, dia menaruh botol kopi kemasan ke meja begitu Nadiem sudah mendudukkan diri di depannya.

Seperti lupa akan ucapan-ucapan sok manjanya tadi, Ami kembali ke setelan awal—malu. Kepalanya sedikit merunduk dan memandangi sisi kosong di samping Nadiem alih-alih pria itu.

Sejenak, keduanya memeluk hening.

"Gimana kabarnya, Ami?"

Suara Nadiem jadi yang pertama mengudara.

"... Sama Kanaya?"

"Gimana?" Ami bertanya balik sembari terkekeh kecil, menertawakan dirinya sendiri, meminta Nadiem untuk melihat sendiri keadaannya sebab dia tidak memiliki banyak energi untuk menjelaskan. "Ya begini."

Diam lagi sejenak. Nadiem mengamati perempuan yang dahulu pernah mengisi hatinya dan membuat dia dimabuk cinta tersebut. Secara fisik, Ami tidak banyak berubah, hanya rambutnya yang kini lebih panjang dan berwarna kecoklatan. Oh, juga bulu matanya yang kembali natural.

Masih sama cantiknya.

Yang berbeda hanyalah bagaimana Ami menatap dan bersikap. Tidak ada Ami yang mendongak jumawa dan menyorot sinis, mengerut tajam, mencebik, atau bahasa-bahasa tubuh lain yang erat kaitannya dengan satiris.

Ami yang dihadapannya kini lebih banyak diam, banyak sungkan, sorotnya ringan walau tidak teduh, tidak ada kekakuan di air mukanya.

Dan ... apa saja sekiranya yang sudah mengubah Ami menjadi sejauh ini?

Nadiem pun sebetulnya heran dengan dirinya sendiri. Ada kalanya dia terjaga di suatu malam dan mengingat betapa jahat Ami yang kerap kali menghardik dia berikut ibu serta kakaknya. Nadiem sudah pasti misuh-misuh dalam hati, menertawakan betapa bodoh dahulu dia jatuh cinta teramat dalam pada Ami.

Mereka berpisah dengan tak baik, tidak ada kata damai, seharusnya yang begini bukanlah situasi normal untuk mereka. Seharusnya mereka saling sinis, kan?

Lamun begitu kini berhadapan, mengapa segala amarah Nadiem seolah menguap? Sedari tadi Nadiem sudah meraba-raba hatinya dan ... tidak ada kebencian apa pun. Sungguh.

Apa itu artinya dia sudah sembuh, atau ... sejak awal kebencian itu memang tak ada?

"Gimana keadaannya Nai?"

"Baik, sehat."

"Dia kelas berapa sekarang?"

"Bulan depan masuk SD."

Putrinya sudah sebesar itu, yang itu berarti sudah tidak terhitung momen yang Nadiem lewatkan. Dahulu Kanaya itu manja, tidak bisa memakai sepatu sendiri, minta disisiri rambutnya, dipakaikan kaus kaki, lalu sekarang ... apa tidak ada lagi kesempatan bagi Nadiem untuk mengulang masa-masa itu? Untuk menebus hari-hari yang terlewat?

Ain't Your DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang