29. So Lovely Mami

9.7K 1.5K 575
                                    

Katanya, puncak setan pesta pora itu di pukul 3 pagi. Habis itu mereda seiring datangnya subuh.

Tapi— Arman bergidik sewaktu aroma kembang-kembang kembali mampir masuk ke indra penciumannya. Dia masih ada di luar pula sekarang—padahal jalanan mulai ramai, tapi tetap saja bikin merinding—sementara Nadiem sudah masuk menemui Ami.

Pikirannya jadi berkelana kemana-mana, teringat dia soal bicaranya Rifki yang bilang kalau ruko yang mulanya kosong bertahun-tahun ini ramai penghuni. Dan iya sih, sebelum ditempati Ami hawanya memang tak enak sekali. Arman sempat heran kenapa Ami berani amat tinggal di sini cuma berdua dengan Kanaya pula.

Dan sekarang saat sudah menginjakkan kaki di sini, tampaknya ucapan si indigo semprul itu memang benar adanya. Mulai dari Nadiem yang tetiba gampang horny sampai cupang-cupangan, lalu kini dia mengendus aroma kembang-kembang yang mistis.

Pelan Arman melirik ke— ada bayangan!

Di depan pintu itu muncul bayangan, bergidik dia, bulu-bulu lebat yang menjalar di tangan serasa ditarik tersetrum.

Dan— dan wanginya makin pekat. Wangi kembang-kembang. Entah kembang apa, pokoknya kembang. Arman berdiri kaku, dalam hati misuh-misuh, pandangannya lurus ke depan. Padahal ramai! Ramai ini! Sudah ramaaaaai!

Sebesar apa energi setan itu sampai-sampai berani menampakkan diri di tengah keramaian menjelang subuh ini.

Setan kampret.

"Mas?"

Setannya bisa memanggil pula!

Suaranya tidak seram tapi, malah lembut sekali, halus, seperti desahan justru. Oh, ini kah yang dirasakan Bang Bokir, Bang Yoyok, dan abang-abang ronda itu di film-film horor mesum tahun awal 2000an?

Tadi dia menghina Nadiem yang seperti tokoh utama cerita stensilan porno, sekarang Arman kena getahnya sendiri. Menjelma dia seperti tokoh utama cerita horor. Tapi kira-kira apa bentukan setan itu? Kunti? Sundel? Atau apa? Atau Noni-noni? Tapi manggilnya mas dan suaranya lembuuuuut sekali.

"Mas nggak masuk?"

Ouh...

Arman makin kaku, kakinya mendingin tak karuan, rasanya mau pingsan saat aroma kembang itu makin pekat. Tidak sungguh dia tak bisa.

Sungguh, demi uang 500 ribu dia harus berjuang melawan entah kunti atau sundel ini?

Sungguh—

Imeeeel, tolongin Mas, Deeeek...

"Mas Arman?"

Ko-kok tahu namanya?

"Man, oy!"

Itu baru suara Nadiem. Sekarang— baik, itu suara Nadiem. Maka Arman tekatkan untuk menengok. Betulan itu suara Nadiem. Oke, Arman akan menengok sekarang—

Matanya melotot saat menangkap pemandangan sosok berambut hitam panjang dengan gaun putih setumit yang membungkus tubuh. Kulitnya pucat, sosok itu menempel di belakang Nadiem, wajahnya tidak jelas karena seperti bersembunyi, tangannya memeluk lengan si lelaki kuat-kuat.

Itu— kunti!

"Astagfirullah, Diiiiiiiiiem! Belakangmu, Dieeeeeeeem!"

***

"Seaneh itu kah wangi kembang-kembang? Kenapa langsung dikiranya aku kayak kunti? Aku suka loh, Maaaaas, wangi yang kayak gini. Berasa cantik banget akunya. Tapi kenapa orang ngelihatnya aku kayak kunti!"

Jangan panggil namanya kenceng-kenceng....

Nadiem meringis, kakinya melangkah untuk merangkul si wanita yang sedang merajuk dan insecure. Dipeluknya Ami dari belakang, pipinya yang berada di pucuk kepala mengusik-usik pelan.

Ain't Your DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang