13. Papi is Home

9.7K 1.2K 357
                                    

Ini kan yang kalian tunggu-tunggu?

Papi pulang.








"Bisa-bisanya tengah malem ninggalin anak!"

Baik Ami dan Nadiem keduanya berdiri bersamaan. Akan tetapi begitu Ami melangkah cepat, Nadiem masih terpekur di tempatnya. Mematung dengan mata yang menatap lurus pada seorang perempuan berambut merah lalu bocah gendut di pelukannya. Wajah anak itu tenggelam di ceruk leher si wanita, dari kejauhan Nadiem masih bisa mendengar tangis dan juga matanya yang memejam berderai air mata.

Kanaya. Putrinya. Sosok yang selama ini dengan rakus mencuri semua kerinduan Nadiem.

Putrinya yang makin besar, bongsor, bulat, kulitnya lebih terang dari yang terakhir Nadiem ingat sebab mungkin anak itu sudah tidak lagi gemar bermain di luar, rambut keritingnya yang cantik makin panjang. Lalu pasti Kanaya semakin pintar, sudah pandai menulis dan membaca.

"Mamiii..."

Suaranya yang lucu. Kanaya ada di depannya dan apa lagi yang Nadiem tunggu?

"Uluuuu, kebangun? Habis mimpi apa, Sayang?"

Nadiem mengayun kakinya lebar dan cepat, bahkan turut menimbulkan bunyi yang membuat Niken dan Ami menoleh ke arahnya, kecuali Kanaya yang masih menangis dengan mata terpejam.

"Mamiiiiii...." merengek lagi, dengan dada berdebar Ami mengambil Kanaya dari pelukan Niken yang juga terlihat sama gugupnya. Dua perempuan sebaya itu saling tatap, saling diam, hingga akhirnya aroma Nadiem menyapa hidung keduanya dengan lekat sebagai tanda jika pria itu kini sudah bergabung dengan mereka.

Kini di tengah jalan samping ruko, mereka berkumpul tanpa suara hingga detik berselang, keheningan dipecah oleh rengekan Kanaya yang lagi-lagi masih memejam, tampaknya anak itu belum betul-betul sadar dari tidurnya.

"Shhhh, ini Mami, udah digendong Mami gini kok."

"Mam-mi hilang koooook."

"Enggak, Mami nggak ke mana-mana, cuma beli maem. Habis mimpi apa? Coba melek dulu."

Kanaya menggeleng-geleng.

"Melek coba, matanya dibuka dulu. Kalau gini terus nggak berhenti nangis kamu nanti."

"Mami ayo pulangggg. Ayo bobo lagi."

"Nggak mau melek dulu? Mami lagi beli maem loh ini, nggak nungguin dulu?"

Kembali menggeleng. Ami menghela napas, mengusap wajah berkeringat campur air mata putrinya. Dia memandang Kanaya, Niken, lalu Nadiem yang masih bergeming, pria itu sama sekali tak mengedipkan mata menatap Kanaya yang meringkuk di pelukannya.

Sekarang Ami berjalan sembari menggendongnya yang diikuti oleh Niken di samping lalu Nadiem yang mengekor di belakang, masih tanpa suara. Ketiganya berjalan dengan hening.

Sebelum masuk ke rukonya, Ami memberikan satu tawaran lagi pada sang putri.

"Buka dulu matanya, Sayang..."

"Ngggg!"

"Mami bawa kejutan, mau pulang bobo apa lihat kejutannya dulu?"

Tampaknya berhasil, kalimat Ami barusan membuat Kanaya ingin mengalahkan kantuk yang teramat sangat, terlihat bagaimana bocah itu berusaha membuka matanya yang agaknya berat bukan main. Mengeriyip, berkedip, Kanaya memandang bingung wajah sang ibu.

"Nai..."

Sebuah suara membuat mata bulatnya yang sedikit bengkak seketika terbuka penuh. Dalam gendongan sang ibu, Kanaya bergerak mencari sumber suara, yang ternyata berasal tepat di belakang maminya.

Ain't Your DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang