1. Halo, Surabaya!

25.8K 1.3K 57
                                    

"Hoeeeek!"

"Lo tuh cuma diajak naik kereta doang udah mabok kayak habis nguntal anakan kadal, Mi! Letoy amat!

Cuma? Padahal jarak antara Jakarta dan Surabaya itu tidak dekat dan tidak sebentar.

"Hooooooek!"

"Ewww. Habis makan apa sih tadi?"

Niken, perempuan berambut merah menyala itu mengernyit jijik lalu memalingkan mata dari muntahan sahabatnya. Satu tangan menggendong Kanaya yang sebesar bagong, sedangkan tangan lain memijit-mijit tengkuk Ami.

"Udah? Minum nih, ambil sendiri di tas, nih!" Niken berbalik supaya Ami bisa mengambil tumbler dalam tasnya.

"Gila, kayak dikocok brutal perut gue, Nek."

"Udah bangkotan juga, masih mabok kendaraan kayak bocah, Mi .. Mi, dah ayo buruan!"

Jamila atau biasa dipanggil dengan Ami itu mendengus. Apanya yang bangkotan? Wong dia baru tiga puluh tahun, masih singset, masih baby face, masih kenyal kulit dan buah dada serta bokongnya. Malah kebanyakan yang mendekati dia adalah berondong-berondong karena mereka mengira Ami baru lulus kuliah.

"Siniin Nana, biar gue yang gendong."

Barulah ketika tahu jika Ami adalah janda beranak satu, berondong-berondong itu mundur teratur. Ada pula yang justru maju, menggodai Ami supaya mau untuk ditiduri. Dipikirnya mentang-mentang janda lalu Ami rela jual murah.

Beruntung Ami tidak menendangi selangkangan mereka satu per satu.

"Makan apa kita, Mi? Cari bakso?"

"Males ah bakso, kurang kenyang."

"Seblak?"

"Panas di perut, Cuy. Lagian males kalau mulut bau cikur."

"Ck! Terus apaan? Mie, ya?"

"Pengin sushi...." Ami menyengir, Niken yang melihatnya mencebik.

"Emang ada duit lo?"

"Ada lah, cukup."

"Mending tuh duit buat beli sapu sama perintilan lain. Mie ayam aja lah kita. Lo udah tahu sekarang lagi gini, mbok ya duit tuh dihemat, Mi. Nana bulan depan mau masuk SD juga, lo pikir nggak banyak apa butuhnya. Udah kayak bakar duit nanti itu. Masih mau hedon mulu, kayak bocah aja."

"Nana mah gampang, udah dapet duit dari bapaknya," elak Ami enteng, berkata demikian sembari memandangi putrinya yang lelap tertidur.

"Siapa? Serius Herdi ngirimin Nana duit?"

"Bukan."

"Terus— Nadiem?"

Saat nama itu disebut, Ami bergeming sesaat. Lalu mengangguk.

"Katanya lo lost contact sama dia? Kok masih bisa tf-in Nana?"

"Kagak! Maksudnya tuh ya duit gono gini dulu, masih ada. Masih cukup lah sampe Nana lulus SD, terlepas dari uang saku harian ya."

"Gila, dapet banyak ya lo dari Nadiem dulu, padahal cuma kawin berapa tahun. Dua? Apa tiga?"

"Dua lebih, ya mau tiga lah."

"Dapet gono gini berapa emang lo, Mi?"

"Ada deh."

"Banyak tapi?"

"Mayan."

"Berarti itu dia jual-jualin aset ya, kan pas itu lagi nggak ada kerjaan kata lo. Salut sih, mana ngasih banyak buat Nana padahal bukan anak kandungnya. Kata gue juga apa, Mi, Nadiem tuh biggest loss-nya elo. Nggak percaya, sih."

Ain't Your DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang