Episode 14

22 17 6
                                    

"Ayah, Bunda, tolong mengerti aku, sejenak saja."

_______

Matahari tampak cerah, menyapa para manusia yang tengah melakukan pekerjaannya. Cahayanya masuk menembus jendela kamar Gwen. Dirinya berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang dibalut kemeja putih yang dipadukan dengan vest berwarna abu-abu. Juga dengan celana jeans biru. Rambutnya ia kuncir kuda.

Selesai dengan dandanan nya, Gwen meraih ponselnya di ranjang. Membaca pesan singkat dari Dylan.

"Gua udah di bawah." Begitulah isi pesan singkat dari Dylan.

Gwen bergegas keluar dari kamar dan menuju luar rumah. Ia ambil sandal crocs putih yang terletak di rak. Membuka pintu rumah dan menguncinya, kemudian berjalan cepat ke arah Dylan yang sudah menunggu di depan.

Beruntung, hari ini orang tuanya sedang tidak ada di rumah. Jika tidak ia pasti harus bercekcok dulu sebelum keluar.

"Sorry udah bikin nunggu," ucapnya pada laki-laki dengan kaos putih tulang yang dipadukan dengan celana hitam.

"Ga masalah. Ga terlalu lama juga," balas Dylan.

Dylan pun menarik pedal gas setelah memastikan Gwen sudah duduk di belakangnya. Keduanya pun berjalan membelah padatnya kota siang ini.

***

"Masih agak kotor, harus dibersihin dulu," papar Dylan.

Seperti ucapan Dylan kemaren, hari ini mereka tengah berada di tempat yang akan Gwen gunakan untuk latihan ke depannya. Lokasinya tidak jauh dari tempat Gwen tersesat waktu itu. Karena daerah tersebut memang daerah rumah Dylan. Letak bangunan itu tidak jauh dari rumah Dylan, hanya terpisah beberapa rumah saja.

Ukuran bangunan itu tergolong sedang untuk studio tari. Ukurannya sekitar 20×30 kaki. Studio tersebut bernuansa abu-abu. Lengkap dengan cermin besar di sebelah kiri ruangan. Hanya saja jika dibilang agak kotor, sepertinya tidak. Studio itu tampak bersih. Memang hanya beberapa sudut saja yang terdapat debu, tetapi tidak terlalu parah.

"Iya gapapa, bisa gua bersihin. Makasih ya, udah ngasih gua studio ini," ungkap Gwen.

Dylan mengangguk. "Besok gua bantu bersihin dikit-dikit. Mumpung besok libur sekolah."

Gwen hanya mengangguk. Ia masih melihat-lihat sekitar studio. Gwen baru menyadari jika di pojok ruangan sebelah kanan, terdapat satu gitar akustik.

"Ini punya siapa, Dyl?" tanya Gwen.

"Oh itu punya orang yang punya ruangan ini dulu. Lupa dibawa kayaknya. Biarin aja di situ."

Gwen mengangguk singkat, kemudian kembali melihat-lihat. Gwen juga melihat sebuah tas dengan beberapa pakaian di dekatnya. Juga terdapat sebuah bantal yang sedikit usang. Gwen tidak bertanya lagi. Ia mengira itu milik pemilik ruangan ini dulu, sama seperti gitar akustik tadi.

"Udah, Dyl. Ayo pergi!"

Gwen sudah puas melihat. Maka dari itu ia memutuskan Dylan pergi. Yang diajak hanya mengangguk. Meraih kunci motor di sakunya, berjalan lebih dulu di depan. Gwen menyusul di belakang. Berhenti sejenak, menunggu Dylan mengunci studio.

Selesai mengunci studio, Dylan segera berbalik menuju motornya, disusul Gwen di belakang. Menaiki motornya dan menyalakan mesin. Gwen sudah dalam posisinya, duduk di jok belakang.

"Lo beneran ikut lomba itu, kan?" tanya Dylan memastikan.

"Iyaa, Dylan," jawab Gwen.

Dylan kembali menghadap depan. Bersiap untuk menjalankan motornya. Lima detik kemudian, motor Dylan sudah melaju membelah jalanan. Berjalan konsisten di tengah padatnya kota. Menuju lokasi pendaftaran lomba yang akan diikuti Gwen.

A Gwen's Dream [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang