PART 15

335 59 8
                                    

Harvi suka tempat ini, dari pemandangannya sampai suasananya. Sejak dulu dia selalu memimpikan tinggal di rumah yang lingkungannya sejuk dan terasa damai, dikelilingi perkebunan terus punya beberapa hewan ternak. Ya, tempat ini persis sekali seperti mimpi Harvi.

Tapi saat melalui malam ke-dua, Harvi menyadari ternyata ada satu hal yang tidak dia suka dari tempat ini, yaitu malam harinya, tepatnya hawa dingin yang terasa di malam hari. Pada siang hari juga dingin, kemunculan matahari hanya menghangatkannya sedikit, tapi siang hari tetap lebih baik. Karena saat malam, hawa dingin akan terasa puluhan kali lebih menusuk.

Tiga buah alat penghangat ruangan elektrik yang dibeli Mey lewat toko online; Mey membelinya di waktu pagi hari dan dia meminta dikirimkan hari itu juga, sore tadi akhirnya sampai. Harvi sangat senang, tapi ternyata alat itu tidak berguna banyak.

20 tahun hidup di kawasan panas, sepertinya membuat Harvi menjadi tidak terbiasa dengan hawa dingin.

Dia mengulet ke dekat tubuh Mey.

Harvi sudah seperti bayik yang dibalut bedong. Yang terlihat dari dia hanyalah wajahnya saja. Tudung jaket dikerutkan dan tubuhnya tergulung selimut. Semakin malam, Harvi akan semakin merapatkan diri pada Sang Ibu, meminta kehangatan lebih.

-
-

Suara kokok ayam yang disahut oleh gonggongan anjing membangunkan tidur Harvi.

Semalam dia dapat tidur lelap setelah Mey menambahkan satu buah selimut lagi dan menyenandungkan lagu tidur masa kecilnya.

Harvi bangun, beranjak dari ranjang dengan selimut yang melilit tubuh. Melangkah ke arah jendela lalu membukanya.

"Pagi, Pakde," sapanya kepada Pak Yoto . Kemarin siang mereka sudah berkenalan secara resmi dan Pak Yoto meminta Harvi untuk memanggilnya Pakde saja.

"Pagi, Bulbul."

Harvi juga berkenalan dengan Bulbul, seekor anjing besar dengan bulu bersih berwarna putih bercampur hitam milik Pak Yoto, katanya anjing itu dimilikinya dari se-tahun yang lalu, dibelikan oleh putranya yang sekarang bekerja di Jepang. Harvi juga sejak dulu ingin pelihara anjing, tapi Bagas tidak menyukainya.

"Mas Harvi, hari ini mau potong ayam yang mana?"

Pak Yoto bertanya dengan kekehan, yang kentara sekali maksudnya sedang menggoda Harvi.

Kemarin sore Mey masak ayam, salah satu dari ayam yang ada di halaman samping rumah itu.

"Mulai hari ini jangan ada yang dipotong, Pakde. Biar makan sayur aja, gak usah makan ayam," kata Harvi.

Pak Yoto terkekeh.

Harvi menyampaikan penyesalannya kepada Pak Yoto karena telah memakan daging ayam yang digorengkan ibunya kemarin siang. Dia tidak bermaksud untuk membuat mereka mati mengenaskan dan berakhir menjadi ayam goreng. Merasa jadi orang jahat rasanya; memberi makan mereka hanya untuk memanfaatkannya.

"Telurnya mau?" tawar Pak Yoto.

"Bertelor dia?"

Mata Harvi melebar, dia belum pernah merasakan rasa telur yang diambil langsung dari ayamnya.

"Bertelur. Padahal ini ayam baru beli loh, Mas. Emang sengaja bertelur buat Mas Harvi kayaknya," kata Pak Yoto.

Harvi semakin terlihat antusias.

"Tunggu, Pakde, aku mau liat."

Kali ini dia tidak melepas selimutnya. Kakinya melangkah tergesa keluar kamar dengan selimut yang masih menggulung tubuh.

Harvi tersenyum saat melihat Mey sedang menjemur pakaian pada tali yang melintang yang diikat dari pohon ke pohon.

"Woah, selain dinginnya, aku suka semua yang ada di sini," seru Harvi dengan riang. Yang seperti ini juga termasuk vibes pagi yang dia impikan.

BoTuDiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang