END

1.3K 132 16
                                    

"Pulang sekarang."

Harvi berpaku memandang wajah itu.

Bagaimana dengan Mey?

Cahaya menyilaukan menyorot dari arah belakang wajah ayahnya yang tersenyum.

Harvi otomatis memejamkan mata.

Namun, belum juga sempat membuka mata kembali, tiba-tiba dia merasakan sakit yang sebelumnya, ditambah dengan rasa tertindih, juga sesak yang menyiksa sampai akhirnya terasa ada dorongan oksigen yang cukup membantu.

Harvi tidak bisa membuka mata. Riuh suara juga terdengar jauh, rasanya seperti sedang tenggelam. Apa dia sedang proses menuju neraka dan ini adalah siksaan awal? Rasanya sakit juga sesak sekali. Harvi merasa tersiksa, dia seperti terkunci dalam kegelapan. Dan, ke mana Jevi? Kenapa genggaman tangannya tidak terasa lagi?

Kemudian tubuhnya seperti terombang-ambing.

Lalu lama-kelamaan saraf perasanya mulai kembali hidup, Harvi bisa merasakan seseorang yang meremas tangannya.

Itu tangan Jevi? Atau dari orang lain? Dia kembali hidup, kah? Soalnya detik ini semua terasa kembali nyata.

Untuk memastikannya Harvi berusaha keras mengangkat kelopak mata, sampai akhirnya berhasil terangkat, walau hanya sedikit saja.

Samar, terlihat sosok Bagas.

Sudah lama sekali rasanya tidak melihat omnya. Pandangan Harvi sangat buram. Apa ini mimpi? Apa benar itu omnya? Atau mungkin ini tidak nyata. Bisa saja Harvi melihat bayangan Bagas hanya karena dia terlalu merindukannya.

Mata Harvi refleks tertutup saat setetes air jatuh mengenai kelopak mata.

"Tetep bangun, Vi. Jangan berani-beraninya lo tutup mata."

Telinganya kembali dapat menangkap suara, walaupun masih terdengar jauh. 

Beneran ada Bagas?

Sepertinya memang Harvi tidak sedang bermimpi.

Tapi, kenapa tiba-tiba ada omnya?

Setetes air kembali jatuh, kini ke atas keningnya. Bagas sedang menangisinya, kah?

Ck, andai saja Harvi punya cukup kekuatan untuk meledeknya.

Ah, kepala Harvi berdenyut. Sepertinya instan karma karena terpikir untuk meledek Bagas.

Harvi ingin menutup matanya, tapi pipinya ditepuk-tepuk.

Dia belum bisa mendengar suara dengan jelas, telinganya masih bergemuruh.

Tangannya terus diremas-remas.

Omnya itu sepertinya sengaja mengganggu Harvi yang ingin tidur--bermaksud untuk kabur dari rasa sakit.

Ingin sekali Harvi merutuki Bagas yang terus menerus menepuk-nepuk pipinya setiap kali Harvi hampir memejam.

Di tengah pening, detak jantung yang berantakan, sesak yang menyiksa, Harvi menarik sudut bibir.

Dia beneran masih hidup.

Syukurlah.

--
--

Setelah Harvi masuk ke ruang ICCU di waktu hampir tengah malam itu, Bagas dan Fandy berdiri di pintu masuknya, mereka hanya bisa menunggu di sana.

"Gue mau nemuin Mey dulu."

Fandy menahan tangan Bagas.

Bagas melirik, memberikan tatapan tajam.

"Gas, Mey lagi kacau. Dia baru aja ngerasain kehilangan Harvi."

Bagas menarik kasar tangannya sampai terlepas dari tangan Fandy.

BoTuDiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang