PART 11

406 71 2
                                    

"Vi, nanti pulang dijemput Bagas, Ibu hari ini ada kerjaan di luar kota."

Harvi mengangguk.

"Ibu cuma dua hari di sana."

Harvi mengangguk lagi sembari beranjak, membawa piring kosongnya ke wastafel.

"Jangan bikin Bagas nunggu lama, dia izin bentar dari kantornya buat jemput kamu, soalnya kata Bagas kamu kalo gak dijemput suka maen dulu."

"Iya, Mey. Aku berangkat sekarang."

Harvi mengambil tas dan melangkah lewat belakang kursi Mey kemudian menyempatkan diri untuk mengecup singkat pipi Sang Ibu.

"Vi, iseng!"

Harvi terkekeh. Mey memberengut karena Harvi mengecup pipi Mey dengan bibir yang sengaja dibasahi oleh susu yang baru saja dia teguk.

Harvi lalu melirik Fandy.

"Mey, liat, ada yang masang muka pengen."

Kekehan Harvi berubah jadi tawa, meledek Fandy.

"Cepetan berangkat, Vi, itu grab udah nungguin dari tadi," kata Mey.

"Iya, iya, sekarang pergi. Dah, Mey."

Sebelum benar-benar pergi, Harvi menyempatkan diri untuk melirik Fandy sembari tertawa tanpa suara.

Fandy sudah kebal oleh ledekan anak itu. Setelah Harvi pergi, dia geleng-geleng kepala dengan bibir tersenyum tipis, menyebalkan tapi menghibur.

"Kalo mukanya gak nurun Jevi, aku gak akan nyangka dia anak Jevi," ungkap Fandy.

Mey menanggapinya hanya dengan senyuman tipis.

-

Dikarenakan pagi tadi tiba-tiba terjebak kemacetan, Harvi jadinya terlambat masuk sekolah, dia mendapat hukuman membersihkan perpustakaan di jam istirahat pertama bersama beberapa orang lain yang juga terlambat.

Karena letak perpustakaan berdampingan dengan UKS, setelah selesai membersihkan ruang perpustakaan yang tak seberapa besar itu, Harvi berbelok ke UKS. Berkat memasang wajah lemas andalannya dan bakat akting kedua orang tua yang diturunkan kepadanya, dia berhasil mendapat izin tidur sampai jam istirahat ke-dua tiba, yaitu pukul 12.00 WIB.

.

Harvi terbangun karena suara bel yang panjang berbunyi, pertanda jam istirahat telah tiba. Dia bangun dari posisi berbaringnya itu lalu meregangkan tangan, disambung dengan melamun sebentar untuk mengumpulkan ruh yang separuh belum kembali kemudian menurunkan kaki, baru bergegas melangkah keluar dari tirai yang menutupi area ranjang.

Penjaga UKS menatap lekat dia.

Harvi tersenyum, mengayunkan kepala sembari mengutarakan izin kembali ke kelas.

Di depan pintu UKS, Harvi duduk di lantai untuk memakai sepatu.

"Mana, mana, mana?"

"Itu Harvi."

Sayup-sayup di tengah suara bising, Harvi mendengar namanya disebut. Dia mengangkat pandang, melihat ke depan, siswi-siswi yang berada di dalam kelas--beberapa meter depan UKS, mereka berjajar di balik kaca jendela, mengintip, lalu mengalihkan pandang saat Harvi melihat mereka.

Harvi melanjutkan ikatan tali sepatunya kemudian bangkit. Tidak menghiraukan.

Tapi seiring kaki melangkah, dia merasa tatapan siswi-siswi di Koridor juga tertuju kepadanya.

Terakhir Harvi merasakan jadi pusat perhatian di sekolah ini adalah awal-awal dia menjabat sebagai siswa baru. Harvi terkenal saat itu karena rupanya yang cukup rupawan, yang seiring berjalannya waktu, lama-lama keberadaannya di sekolah itu menjadi hal yang biasa; tak lagi jadi pusat perhatian, walaupun masih sering dilirik oleh siswi-siswi.

BoTuDiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang