PART 16

318 70 4
                                    


Udara mulai bertambah dingin berada di titik suhu yang tidak pernah Harvi rasakan sebelumnya, dia sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi kalau sudah begini, hanya bisa melungker di ranjang dengan tiga lapis selimut yang menutupi tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki. Walaupun seluruh tubuh tertutup selimut tebal, Harvi tidak merasakan sesak napas karena dia sudah antisipasi dengan mengenakan nasal kanul.

Mey naik ke ranjang memakai selimut yang lain, untungnya mereka punya banyak. Melirik ke arah gundukan itu, yang jika dilihat sekilas tidak akan mengira ada manusia di dalamnya.

Kata Pak Yoto: udara Dieng memang sedang dingin-dinginnya karena masa peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Hujan tadi sore hanya sebatas gerimis lalu bumi kembali kering, tapi hawa dingin yang disebabkannya tidak hilang, malah terasa semakin menusuk.

Mey pernah beberapa kali ke sini, namun tidak pernah merasakan udaranya yang se-dingin ini.

Jadi merasa kasihan kepada Harvi, dipeluknya tubuh itu dari luar selimut agar bertambah hangat.

-
-

Harvi membuka mata saat suara kokok ayam membangunkannya, tapi pagi ini memilih untuk memejamkan mata lagi sembari semakin merapatkan selimut. Gonggongan dari Bulbul pun tidak membuatnya punya keinginan untuk beranjak dan menyapa dari jendela.

-

Sampai entah jam berapa, Harvi tidak juga punya keinginan untuk keluar dari gulungan selimut, walaupun sialnya sejak tadi muncul hasrat ingin buang air kecil, yang sampai sekarang masih berusaha untuk ditahan.

"Vi, sarapan dulu, ayok."

Mey masuk ke dalam kamar dan bersuara.

"Bentar, Mey," Harvi menyahut pelan dengan mata terpejam. Tidak ingin lepas dari selimut karena ditumpuk selimut saja dia masih kedinginan, apalagi kalau harus dilepas.

"Kenapa? Sakit?"

Mey menghampiri, duduk di tepi ranjang.

"Nggak, cuma dingin. Curiga, tempat ini dulunya bagian dari kutub," kata Harvi sembari membuka mata dan menatap ibunya. Di balik selimut, dia agak menggigil.

Sebenarnya karena keberadaan penghangat ruangan, ruangan itu jadi cukup hangat untuk Mey, tapi mungkin karena Harvi tidak terbiasa dengan udara dingin, tubuhnya jadi merespon suhu dingin secara berlebihan.

Harvi tiba-tiba bangun, terduduk dengan raut wajah memberengut.

"Mey, boleh kencing di sini aja gak, si? Gak ngerti banget, tahu dingin masih aja pengen kencing."

Harvi menggerutu sembari melepaskan nasal kanulnya lalu dia melangkah cepat dengan sedikit sempoyongan, keluar dari kamar.

Mey mengikuti, menunggu di meja makan yang berada dekat pintu kamar mandi.

Harvi keluar dari kamar mandi dengan langkah yang menggigil, memeluk tubuhnya sembari mengeluarkan suara desisan.

"Mau sarapan di mana, Vi?" tanya Mey.

"Di kamar aja," sahut Harvi sembari melangkah kembali ke arah kamar tanpa ada niatan mampir duduk di kursi makan.

Mey lantas menyiapkan sarapan untuk dibawa ke kamar.

Putranya sudah kembali berbaring digulung selimut saat Mey memasuki kamar.

Mey menyuapinya makan karena Harvi tidak mau mengeluarkan tangan dari selimut, barang se-ujung jari pun.

-

Seharian ini Harvi tidak beranjak dari ranjang, bahkan keluar dari selimut pun hanya karena kebelet kencingnya tadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BoTuDiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang