Chapter 91 - 92

15 2 8
                                    

Chapter 91 : Tak Pernah Menang

Suara sombong menggema di dalam keheningan kuil, mengguncang ketenangan di tempat itu.

Helian Junyao menatap orang di hadapannya dengan ejekan samar di matanya. Setelah puas tertawa, ia akhirnya berkata dengan suara rendah, "Kau pikir orang-orang ini cukup untuk membunuhku? Helian Jueyu, bagaimana kalau kita bertaruh? Lihat siapa yang mati lebih dulu, aku atau kau."

Dari lengan bajunya, sehelai benang tipis melayang keluar, tampak lembut namun bergerak seperti ular hidup yang membelit tubuh Helian Junyao dengan halus. Pandangan haus darah yang sudah lama menghilang kini kembali ke matanya. Pria yang dahulu dikenal sebagai penguasa istana Xiaoyao itu memandang kerumunan orang di sekitarnya dengan penuh senyuman.

Helian Jueyu tanpa sadar mundur selangkah, menarik anak buahnya ke depan sebagai perisai, dan berkata dengan suara lantang namun ketakutan, "Jangan terlalu sombong. Orang-orang yang kubawa adalah pasukan elit, mungkin mereka tak bisa membunuhmu, tapi bisa mengurungmu di Kuil Xiangshan ini. Tak lama lagi, Kaisar akan wafat, dan titah yang menetapkan aku sebagai pewaris tahta akan segera diumumkan. Kau tak akan sempat menghalanginya!"

Apakah ini... kudeta untuk merebut tahta? Chu Jian, yang berdiri jauh di belakang Helian Junyao, melihat ekspresi terpelintir penuh semangat dari Pangeran Pertama, lalu memandangi para prajurit bersenjata di sekitar, merasa cemas.

Dia ingin membunuh ayahnya dan memalsukan titah kaisar. Alur seperti ini sangat umum dan klise, tetapi ketika terjadi di depan mata, jelas tidak main-main. Tidak mungkin melarikan diri, lalu bagaimana cara menghentikannya?

"Jing Liang, lindungi Putri," kata Helian Junyao singkat, sementara benang dari tangannya melesat cepat ke arah Helian Jueyu.

Helian Jueyu ketakutan dan buru-buru bersembunyi di balik para pengawalnya. Namun, ia hanya bisa melihat benang lembut itu menembus tubuh para pengawalnya, membasahi darah segar, lalu berhenti dengan lembut tak jauh darinya.

"Helian Jueyu, tahukah kau kenapa selama ini aku tak pernah membunuhmu?" tanya Helian Junyao dengan suara pelan.

Pangeran Pertama mundur dengan ngeri, sementara beberapa pengawalnya jatuh, dan pengawal baru maju melindunginya.

Orang-orang di sekitar mulai gelisah, merasakan hawa pembunuhan pekat dari pria yang mereka kepung. Mereka agak takut, tapi sejak awal mereka sudah tahu. Pertempuran ini adalah perang pembukaan kerajaan baru. Membunuh Pangeran Ketiga akan menjadikan mereka pahlawan di pemerintahan berikutnya. Maka, walaupun takut, mereka harus melindungi Pangeran Pertama dan membunuh Helian Junyao!

"Kau... Kau tak berani membunuhku karena Ayah dan Ibuku masih hidup," jawab Helian Jueyu dengan suara keras, berusaha tegak.

Selama ini, dia yang selalu mengirim orang untuk membunuh Helian Junyao, dan Pangeran Ketiga tidak pernah berinisiatif untuk mengambil nyawanya. Pangeran Pertama menganggap itu sebagai tanda kelemahan Helian Junyao.

"Salah. Jika aku mau, aku bisa mengirim kalian bertiga ke neraka sekaligus," kata Helian Junyao sambil melangkah semakin dekat pada Helian Jueyu. Setiap langkahnya membuat orang-orang di sekitarnya mundur.

"Aku tak membunuhmu karena kau tak pernah cukup berharga untuk kuganggu. Kau tumbuh di lingkungan penuh kemewahan, penuh kesombongan, bodoh, dan berpikiran sempit." Mata Pangeran Ketiga dipenuhi rasa hina sekaligus sedikit belas kasihan.

"Orang sepertimu, kalau pun kubunuh, cukup sekali saja."

Benang itu bergerak, melilit leher Helian Jueyu. Orang-orang di sekitarnya terkejut dan segera mengayunkan pedang mereka, namun tidak ada yang berhasil memotongnya.

[2]The Deep Palace : Love and Calamity of the Phoenix/Qing Luan Jie (深宫情鸾劫)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang