Chapter 93 : Wasiat dan Surat
Rasa dingin dari salep itu menyentuh kulitnya. Chu Jian tertawa kecil, memeluk lututnya sambil duduk di tepi ranjang, menatap punggung Helian Junyao yang buru-buru pergi. Ia berbisik untuk menenangkan dirinya sendiri, "Tidak apa-apa, tidak apa-apa."
Hanya karena tidak disukai, bukanlah kesalahan besar. Di dunia ini banyak laki-laki; ia tak perlu memaksakan diri. Karena sudah ditolak, lebih baik ia benar-benar menjalani peran sebagai adik pangeran. Lagipula, Pangeran Ketiga, kalau bersikap lembut, orangnya juga baik. Ia hanya perlu menjalani hidupnya dengan baik.
Ia mengambil kembali peta makam di sebelah bantalnya, memandangnya lagi dengan perasaan heran. Kaisar sudah wafat, namun di makam sang ratu tidak ditempatkan jenazah siapa pun. Siapa yang meletakkan peti mati di sana ribuan tahun kemudian? Apakah Pangeran Ketiga?
Apakah ia akan tinggal di sini dalam waktu yang lama? Tapi... lelah juga rasanya. Meskipun ditolak, seharusnya ia tidak terlalu memikirkannya, tetapi... tetapi tetap saja merasa sedih, kan? Toh, ia tetap seorang perempuan!
Menyandarkan kepalanya di lutut, Chu Jian menggulung tubuhnya seperti bola, tinggal menunggu seseorang menendangnya ke dalam tempat tidur.
"Putri, Kasim Lu sudah datang," lapor Hongjin dengan lembut.
Chu Jian mengangkat kepalanya dan melihat Kasim Lu yang berpakaian sederhana membawa sesuatu masuk. Dalam sekejap, ia tampak lebih tua, seolah seluruh tenaganya turut pergi bersama kaisar.
"Hamba memberi hormat kepada Putri."
"Tak perlu terlalu formal," kata Chu Jian sambil menatap benda di tangan Kasim Lu, menunggu ia bicara lebih dulu.
Kasim Lu menatap Chu Jian dalam-dalam, lalu menyerahkan wasiat dan surat yang ia bawa.
"Ini adalah surat yang ditulis oleh Yang Mulia saat Anda pergi ke Kuil Xiangshan, ia berpesan agar hamba menyerahkannya kepada Anda jika beliau telah pergi."
Chu Jian mengangguk, tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Dengan rasa hampa, ia menerima surat itu dan membuka suratnya terlebih dahulu.
Ini adalah surat tulisan tangan, tulisan besar dan megah, namun terlihat bahwa tangan yang memegang pena bergetar. Bayangkan, lelaki tua itu, mungkin sambil mengenakan jubah, duduk dengan gemetar di meja, dengan susah payah menulis surat ini. Badannya sudah lemah begitu, seharusnya dia bisa meminta orang lain menuliskannya.
"Anakku Chu Jian,
Umurku tak lama lagi, seperti lilin yang hampir padam. Kau pergi ke Kuil Xiangshan, sulit bagiku mengatakan hal pribadi. Maka kutulis surat ini untuk menyatakan terima kasihku atas baktimu.
Setelah lama hilang, akhirnya kau ditemukan kembali. Karaktermu berubah; ceria dan berbakti. Setiap kali kau datang ke Istana Chaoqian, hatiku turut merasa senang. Kupikir akan menjalani sisa hidup dengan banyak penderitaan, namun kau telah membawa banyak kegembiraan bagiku. Aku sangat bersyukur. Meski aku tahu kau bukanlah Putri Chu Jian yang asli, tetapi aku sudah menganggapmu seperti anak kandung. Memiliki anak sepertimu, aku merasa beruntung. Istana ini penuh intrik, sifatmu yang lugu sulit bertahan di tempat seperti ini. Aku sudah menyiapkan dekret, mewariskan takhta pada Pangeran Ketiga, dan memintanya menjaga hidupmu. Aku menyukai ketulusan dan keceriaanmu, dan kuharap matamu tetap sebersih ini selamanya."
Tulisan semakin kacau di akhir, tampak jelas bahwa penulisnya sudah hampir kehabisan tenaga. Chu Jian menyentuh hidungnya, tersenyum sedikit, dan bergumam, "Ternyata dari dulu kau sudah tahu..."
Begitu bicara, setetes air mata jatuh mengenai surat itu. Chu Jian menatap tetesan air itu, hendak menyekanya, namun semakin ia menyeka, semakin banyak air mata yang jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2]The Deep Palace : Love and Calamity of the Phoenix/Qing Luan Jie (深宫情鸾劫)
Romansa(NOVEL TERJEMAHAN) (Not Mine, Sepenuhnya Milik Penulis) ~Oktober 24~ Title: The Deep Palace : Love and Calamity of the Phoenix /Qing Luan Jie (深宫情鸾劫) Author : Bai Lu Wei Shuang (白鹭未双) Chapter : 279 bab Dia adalah gadis pecinta makanan yang polos dan...