***
Pagi-pagi sekali, Jongin sudah ada di apartemen Jennie. Pria ini terlihat berbeda dengan Jongin yang semalam dilihat Jennie. Pria ini terlihat seperti kekasihnya di hari-hari biasanya, sopan dan rapi.
"Maafkan aku.." ucapnya, saat Jennie baru saja membuka pintu.
Jennie mengalihkan pandang, entahlah, hatinya masih sangat sensitif, mengingat sikap Jongin semalam, yang bahkan terlihat tidak peduli padanya.
"Aku tidak akan mengajakmu mendatangi bar lagi.." ucap Jongin, menatap wajah sang kekasih.
Menarik napas panjang, Jennie mencoba menenangkan dirinya. Bagaimanapun, Jongin mabuk semalam, wajar kalau pria itu tidak begitu sadar dengan tindakannya.
Jennie menggunakan isyarat tangan, seolah membiarkan Jongin memasuki apartemennya. Mereka pun berada di ruang tengah.
"Semalam, aku hampir dilecehkan.." ucap Jennie, membuka keheningan, suaranya bergetar, mengingat peristiwa menakutkan itu.
Mata Jongin membulat, secara alami menggenggam tangan sang kekasih. "Kamu? K—bagaimana bisa?" pandangan pria itu menatap ke keseluruhan tubuh Jennie.
Menarik napas panjang, Jennie mencoba menahan tangis yang lagi-lagi membuncah ingin dikeluarkan.
"Aku pergi ke toilet, dan saat aku keluar, seorang pria menghadangku.. dia hampir menyentuh dan menciumku, tapi, aku berhasil menendangnya dan lari.. itulah mengapa aku mengajakmu pulang!" ungkap gadis itu, setelah mengungkapkan kalimat panjangnya, ia segera menangis tersedu.
Jongin pun segera memeluknya, menaril gadis itu supaya bersandar di dadanya, dan mengusap punggungnya. "Maafkan aku.." sembari terus menggumam permintaan maaf.
Jennie meremas sweater milik Jongin, dan terus menumpahkan air matanya di pakaian pria itu. Ketakutannya benar-benar masih ada, tapi, bahkan kekasihnya tidak menyelamatkannya semalam.
"Maafkan aku karena tidak ada di sampingmu.." ungkap Jongin, terdengar bersalah, "aku.. seharusnya mengantarkanmu dan menunggumu di toilet.."
Tidak ada jawaban dari Jennie. Gadis itu memilih memuaskan sesak di dadanya dengan tangis.
Maka, hampir dua puluh menit, mereka berada di posisi yang sama, sampai Jennie benar-benar merasa tenang.
Tidak sedetikpun Jongin mengalihkan pandangannya dari kekasihnya, melihat mata bengkak bekas tangisan yang terlihat nyata. Lagi-lagi, ia pun mengungkapkan rasa bersalahnya.
"Maafkan aku.."
Jennie mengangguk, tapi, tetap mengalihkan pandangan dari Jongin.
"Kamu marah denganku?"
Jennie tidak segera menjawab, ia seolah merenung, sebelum mengungkapkan perasaannya. "Aku tidak mau lagi mengunjungi tempat itu."
"I promise. Last night was the last." Ucapnya serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐈𝐌𝐏𝐄𝐑𝐅𝐄𝐂𝐓
Fanfiction"Andai saja kamu tidak lumpuh! Seseorang tidak akan menghinamu, dan melukaiku seperti ini.." erang Jennie, meremas erat kaos polo yang dikenakan Taehyung. Mendengar ucapan itu, tanpa sadar, air mata Taehyung pun menetes. Andai saja ia tidak lumpuh...