Selepas mereka berpelukan, keluarga kecil itu tampak menikmati acara kecil kumpul keluarga dengan melakukan piknik di pinggir danau. Entah bagaimana di sana sudah terdapat alat-alat piknik serta beberapa makanan yang Lanaya sendiri juga tidak tahu asalnya dari mana.
"Sayang..." panggil sang ibu memulai percakapan.
Lanaya yang sedang menyusun makanan di atas alas piknik menoleh seraya bertanya. "Kenapa, Bu?"
"Maafkan Ibu ya?" ucap sang ibu dengan mata yang berkaca-kaca.
Namanya adalah Laras, dan suaminya yang tak lain adalah ayah Lanaya bersama Roberto. Sepasang pasutri ini menikah atas dasar perjodohan yang pada akhirnya saling mencintai. Seperti yang telah diketahui, Laras dan Roberto meninggal saat usia Lanaya masih menginjak enam tahun, tepatnya saat Laras sendiri berusia dua puluh delapan tahun, dan Roberto tiga puluh satu tahun.
"Minta maaf untuk apa, Bu?" Lanaya kembali fokus pada kegiatannya. "Harusnya Lanaya yang minta maaf, karena Lanaya ibu dan ayah harus..." gadis itu terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Pergi meninggalkan Lanaya."
Tiba-tiba sepasang tangan memeluk kedua sisi bahunya erat, membuat gadis itu reflek menoleh. Pemilik tangan yang tak lain adalah ibunya tersebut sedang tersenyum sendu seraya mengecupi pipi sang anak beberapa kali. "Stt, jangan katakan itu! Semua sudah takdir dari Yang Maha Kuasa. Kamu sama sekali tidak salah, Sayang."
Liquid bening mulai menetes di kedua pipi Lanaya, gadis itu melepas pelukan sang ibu kemudian membalikkan tubuhnya. Ia menangkup kedua pipi yang tampak tetap muda seperti terakhir kali ia lihat. "Aku sayang ibu," gumamnya kemudian memeluk sang ibu erat.
"Ibu juga..." balas Laras. Sejenak mereka terdiam hingga deheman seorang pria membuat mereka serentak menoleh.
"Duduklah, kita makan. Ayah lapar," celetuk Roberto enteng, membuat ibu dan anak itu mendelik, tapi tak urung membuat mereka masing-masing mulai duduk rapi.
Setelahnya, mereka mulai menyantap makan malam. Wajah cantik Lanaya dipenuhi binar bahagia karena lebih dari sepuluh tahun ia di asuh oleh sang kakek sejak kedua orang tuanya meninggal dan hal tersebut benar-benar membuatnya kesepian. Dan sekarang ia dapat sejanak mengusir rasa kesepian itu.
"Lana, Ayah harap kegiatan kita ini dapat sejenak menghilangkan kepenatanmu." Roberto memulai percakapan saat mereka sedang berbaring di atas rumput.
Lanaya mengangguk tanpa menyadari makna lebih dalam dari ucapan sang ayah. "Tentu Ayah. Aku senang, sungguh! Aku harap kita dapat berkumpul selamanya."
"Belum saatnya," sela sang ayah membuat Lanaya menoleh dengan kening berkerut tipis. "Bukankah kamu masih harus membuat pangeranmu itu dapat merasakan kebahagiaan dunia?" lanjut Roberto.
Lanaya menggeleng cepat. "Tidak! Aku mau tetap di sini bersama Ayah dan Ibu." Ia bangkit menatap kedua orang tuanya, kesal.
"Sayangnya, kamu belum diperbolehkan untuk tinggal lebih lama." Roberto dan Laras turut bangkit. "Kamu masih harus menjalankan kehidupanmu sebagai Lanaya Von Fransisco. Menyelesaikan misi agar jalan cerita tetap pada semestinya."
"Semestinya? Apa maksud Ayah? Jalan cerita semestinya adalah Arnest berakhir tragis dan putri Rihana dan putra mahkota berkahir bahagia."
"Ibu bukan jalan cerita yang sebenarnya! Arnest sesungguhnya mempunyai pasangan yang sangat ia cintai bahkan hingga tua dan kematian memisahkan mereka," sanggah Roberto.
Dahi Lanaya mengernyit dalam, mengabaikan rasa tak nyaman yang mulai hinggap di hatinya, Lanaya bertanya, "Mengapa begitu?"
"Karena cerita yang kamu ingat adalah ilusi dari emosimu yang tidak tersampaikan. Meski ini kejam, tapi alur cerita yang ada di kepalamu hanyalah alur keliru yang tercipta dari emosimu terhadap dunia yang tidak adil. Satu pesan Ayah, nikmatilah sisa kehidupanmu, jangan putus asa, akan tiba waktunya kamu akan kembali bertemu kami. Ketahuilah, kamu dan Lanaya Fransisco adalah dua jiwa yang sama hanya berbeda dimensi."
Rasa penasaran semakin menggerogoti, membuat Lanaya mengabaikan kata-kata penuh energi positif dari sang ayah. "Aku dan gadis itu mempunyai jiwa yang sama?"
Roberto hanya mengangguk, menunggu pertanyaan lebih lanjut dari sang anak.
"Lalu... Siapa wanita yang menjadi cinta sejati Arnest?" tanya Lanaya, ia cukup penasaran dengan gadis yang berhasil menaklukkan pria penuh ambisi itu.
"Kamu!"
ucapan sang ayah sontak membuat sepasang mata Lanaya terbelalak. "A-aku?"
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Takdir : Cinta dan Kutukan
FantasyMasuk ke dalam buku karya kakeknya adalah hal yang tidak pernah Lanaya sangka. Lanaya pikir, ia telah meninggal setelah di dorong kakeknya ke sebuah jurang, tetapi justru ia kembali hidup--tidak, lebih tepatnya masuk ke dalam buku, menjadi seorang i...