10. To Hide

1.4K 164 13
                                    

Akibat tindakan tiba-tiba serta suara yang menggema, seluruh perhatian di aula pesta penyambutan itu tertuju kepada Lanaya. Hening... Semua orang menatapnya seolah-olah ia adalah orang yang paling bersalah, tampak dari pancaran mata yang menatap mencemooh seolah apa yang Lanaya lakukan hanyalah akan mempermalukan dirinya sendiri.

"Apa yang kau lakukan!" suara tanpa nada dengan intonasi rendah memecah keheningan yang baru saja terjadi.

Lanaya mendongak, menatap ke asal suara yang tak lain adalah suaminya--Arnest.

Gadis itu menggeleng kencang ketika tatapan pria itu tampak marah dengan ditutupi ekspresi datar. "A-aku... aku..." Lanaya memilin ujung gaunnya tak menentu, ia benar-benar bingung ketika di hadapi situasi yang seperti ini.

Perlahan, matanya bergulir ke arah gelas berisi minuman milik putri Rihana yang tempo waktu ia rebut. Sebuah ide gila terbesit di kepalanya yang sudah tidak mampu berpikir jernih, membuat Lanaya mengangkat pandangannya menatap seluruh pasang mata yang sedang memperhatikannya. "A-aku bisa buktikan!" serunya cepat kemudian tanpa pikir panjang Lanaya langsung mereguk minuman yang ada di gelas tersebut.

Tak tanggung-tanggung, Lanaya bahkan meneguknya sampai habis hingga setelahnya ia langsung melempar gelas itu asal dengan tangan gemetaran. Orang-orang yang melihat reaksinya tersebut mulai tertawa mencemooh menganggap bahwa Lanaya hanya seorang pembohong.

Mereka seketika kembali terdiam saat Lanaya memuntahkan darah segar dari mulutnya. Beberapa pasang mata yang tadi mencemooh beralih menjadi tatapan terkejut, satu dua orang mulai beraksi dengan teriakan panik. Beberapa orang mulai mengerubuni Lanaya yang sudah terkulai lemas di atas dinginnya lantai aula istana.

"Dokter, cepat panggilkan dokter!" Itu adalah suara Arnest yang sedang berteriak, namun sayangnya tidak ada yang menggubris hingga akhirnya Rihana sendiri yang turun tangan membuat orang-orang bereaksi dan lekas memanggil tabib.

Di sisa kesadarannya, Lanaya merasakan seseorang memeluknya hangat seraya berkata bertahanlah. Itu adalah suara Arnest!

Lanaya sedikit membuka matanya, menatap wajah tampan yang tampak panik itu, diam-diam Lanaya tersenyum tipis sampai akhirnya mata itu benar-benar tertutup.

Di sisi lain, putri Rihana memandang dalam pada Lanaya yang sedang berada di gendongan Arnest, ia akan mengingat dengan jelas wajah gadis yang telah menyelamatkannya bahkan rela meminum minuman berisi racun.

~o0o~

"Apakah sudah berakhir?" gumam Lanaya. Matanya menyorot kosong ke arah hamparan putih tanpa batas yang ada di sekelilingnya. Bahkan dirinya saat ini seperti sedang melayang.

Baru saja ia terbangun di tempat asing ini, tempat yang tidak pernah ia lihat seumur hidupnya yang hanya memiliki rentang waktu usia yang singkat.

Lanaya menunduk sedikit, bibirnya tiba-tiba tersenyum tipis. "Setidaknya Arnest pernah memelukku seerat itu..." lirihnya.

Selanjutnya, Lanaya tampak mengedarkan pandangan, berusaha mencari seseorang. "Ini alam setelah kematian kan? Apa ayah dan ibu ada di sini?"

Kakinya menapak satu persatu dataran putih ini hingga tanpa sadar kakinya terus melangkah tak tentu arah bahkan setelah sekian menit ia melangkah, ia tahu ini tidak akan berakhir meski sajauh manapun dia melangkah, Tapi entah mengapa ada sesuatu yang membuatnya tetap melanjutkan aktivitasnya tersebut.

Sampai akhirnya di ujung sana ia melihat setitik tempat hijau dipenuhi dengan bunga-bunga layaknya Oasis di tengah padang pasir. Entah mengapa bibirnya tiba-tiba berkedut menahan senyum yang sejatinya tidak dapat dia tahan. Sepasang kaki jenjang itu mulai berlari mendekati tempat tersebut.

Sontak lanaya berteriak saat melihat sepasang manusia yang tampak familier di matanya.  "Ayah, Ibu, itu kalian kan?"

Betapa senangnya perasaan Lanaya saat pasangan itu tersenyum seolah menyambut seseorang yang telah lama mereka rindukan. Kakinya semakin cepat berlari, sampai akhirnya keseimbangannya mulai hilang saat sudah berada di depan pasangan suami istri yang tak lain adalah ayah dan ibunya. Untung saja, tubuhnya langsung dipeluk erat, mencegah agar tubuh kecil tersebut tidak jatuh.

Keheningan sejenak merajai tempat itu. Lanaya terdiam merasakan pelukan yang begitu ia rindukan.

Pelukan ini... Pelukan yang menyambutnya ketika pulang sekolah saat berusia enam tahun. Pelukan ini adalah pelukan yang memberikannya rasa nyaman saat bersembunyi dari lelahnya dunia penuh intrik tak adil tersebut.

Pelukan ini pula yang hilang akibat perbuatannya. Tanpa sadar Lanaya menangis keras di pelukan ayah dan ibunya, tangis itu begitu menyayat hati, seolah menggambarkan semua isi hati Lanaya saat ini, menceritakan semua yang telah ia hadapi setelah kepergian kedua orang tuanya.

Dalam tangisan sang anak, sepasang suami istri itu tersenyum lembut, saling bertatapan satu sama lain.

TBC.

Ga jelas bat narasinya Weh. Dah lama ga berimajinasi dan kosa kata makin dikit.

Buku Takdir : Cinta dan KutukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang