17. Fight My Fear (Lanaya POV)

979 163 15
                                    

Melawan ketakutan, itulah yang aku lakukan sekarang. Meski rasa percaya diri itu meningkat setelah bertemu kedua orang tuaku, tapi tetap saja ketakutan itu tetap ada. Sedari awal ketika aku tidak sengaja mengatakan 'bodoh' dan didengar oleh seluruh bangsawan di ruang rapat, tanganku sedikit bergetar. Aku terbayang ketika di dunia modern dulu, saat aku menyatakan pendapatku, orang-orang menatap penuh remeh serta ratusan makian yang membuat mental turun.

Tahu rasanya mental health rusak? Sedikit saja orang-orang menatap remeh atau meninggikan suara kepadaku rasanya duniaku seperti runtuh, sangat tidak mengenakkan.

Aku ingin menangis, tapi kata dewasa yang tersemat membuatku malu jika harus meluapkan emosi melalui tangisan. Aku bisa menjadi pundak bagi siapapun, tapi pada siapa aku harus bersandar selain kepada ayah dan ibu yang sudah pergi untuk selamanya?

Hanya ayah dan ibu yang mampu membuatku menangis lepas menghilangkan sejenak kepenatan dunia. Aku melirik Arnest yang tampak menatapku takjub saat aku mengeluarkan ide briliant yang disetujui semua orang. Satu jempol ku acungkan kepada Arnest, kemudian menatap penuh kemenangan ke arah Marques Almeda. Aku harus berjuang! Selayaknya Arnest yang berjuang untuk menghilangkan pandangan sebelah mata terhadapnya.

"Baiklah, untuk masalah wilayah bagian selatan telah selesai. Selanjutnya adalah permasalahan wilayah Arrant. Duchess, karena tadi kau telah membuatku terkesan silakan berikan pendapatmu terlebih dahulu."

Sialan! Raja sialan!!

Aku menarik napas dalam-dalam menetralkan detak jantungku yang berdetak begitu kencang hingga membuat dadaku sakit. Tangan yang mulai gemetar seiring dengan detak jantungku, aku sembunyikan di bawah meja tepat di atas pangkuanku.

Aku tersenyum, berusaha untuk senatural mungkin. "Baik, terima kasih atas kesempatannya, Yang Mulia. Pertama-tama saya akan mengulas mengenai permasalahan yang sedang terjadi di wilayah Arrent. Dalam kurun waktu tiga kali musim dingin terakhir, angka tertinggi korban jiwa yang meninggal karena hipotermia ada di wilayah Arrent, benar begitu?"

"Semua orang sudah tahu mengenai fakta itu, jadi apa kau punya saran Duchess?"

Aku mengangguk menanggapi. "Saya mempunyai beberapa saran yang sekiranya dapat membantu, selain itu rencana ini juga bergantung pada pihak kerajaan yang mau membantu, apakah Anda bersedia, Yang Mulia?"

"Tentu Duchess, apa itu?"

"Saya sudah mempertimbangkan suatu usulan yaitu dengan membangun sebuah rumah hangat bagi para tunawisma. Tentu ini bukan usulan yang asal saya pilih, banyak faktor serta keuntungan sehingga saya memutuskan menyampaikan usulan ini. Beberapa keuntungan yang bisa di dapat antara lain seperti meminimalisir tingkat kematian, memperluas lapangan pekerjaan bagi para tunawisma dengan memberikan beberapa pelatihan bakat minat sehingga kita dapat mengetahui masing-masing keunggulan mereka." aku tersenyum menatap para bangsawan yang hadir sedang menatapnya takjub bahkan pangeran mahkota dan putri Rihana itu sendiri.

Puas? Tentu saja, tapi ini belum selesai.

Aku mengedarkan pandanganku hingga terpusat pada satu orang yang sedari awal tidak merubah pandangannya, dia adalah Sang Permaisuri. Ada apa dengan pandangan tak mengenakkan itu?;kenapa justru semakin tajam saatku mengeluarkan ide-ide yang aku jiplak dari dunia modern?

Apakah ia iri? Pasti iya. Menantu tersayangnya saja tidak bisa sepertiku.

Aku memang mengakui, ide yang aku berikan hampir sepenuhnya berasal dari cetusan-cetusan di era modern yang penerapannya sendiri telah dilakukan di beberapa negara maju.

"Dari semua keunggulan yang kita dapat, kita bisa memilah mereka menjadi beberapa bagian, seperti prajurit, koki, dan lain sebagainya," lanjutku seraya memandang sang raja yang tampak tertawa puas.

"Wow, kau mengejutkanku duchess. Tak pernah kusangka menantuku sangat cerdas, hebat-hebat!" serunya. "Idemu juga mampu menambah personil prajurit, yang berarti memperketat keamanan negara. Tapi..." Raja kerajaan Reithoric itu menyeringai membuatku menelan saliva gigup.

"...Bagaimana dengan orang yang tidak memiliki bakat di bidang apapun? Apa kau punya usulan briliant yang lain?" lanjutnya bertanya.

Mampus! Aku sama sekali tidak mengira pertanyaan seperti itu akan keluar, mau tak mau aku mulai berpikir keras terlihat dari mataku yang bergerak ke sana kemari. Baiklah, karena tak ada ide lain aku memutuskan untuk menjawab, "Saya tidak mempunyai usulan briliant lain, Yang Mulai, mungkin kita bisa menjadikan mereka pelayan di rumah bangsawan atau di kerajaan, namun jika memang orang tersebut juga tidak bisa mengerjakan pekerjaan pelayan, maka terpaksa kita harus... Maaf, membuangnya," ujarku seraya menghembuskan napas panjang.

Aku tak merasa ada yang salah dari jawabanku. Jika memang orang itu tidak mampu melakukan tugasnya bahkan sebagai seorang pelayan sekalipun, maka lebih baik dibuang saja. Kalau kata teman sekelasku dulu "mati saja jika kau menjadi seseorang yang tidak berguna!"

Kasar bukan? Tapi begitulah hari-hari yang kulewati dulu.

"Sayang sekali jawabanmu tidak mencapai ekspektasiku, tapi aku akan tetap mengapresiasikan jawabanmu barusan karena itu menunjukkan ketidaktegasanmu terhadap orang yang tidak berguna!"

Apa-apaan pak tua itu? Jawabannya memang santai tetapi matanya tidak. Dia melirik ke arah Arnest saat mengatakan kalimat orang tak berguna yang tentu saja membuatku memandang tajam sang raja.

"Terima kasih, Yang Mulia, tapi dimohon untuk tidak melirik suami saya saat mengatakan itu. Karena suami saya bukan orang yang tidak berguna, dia membantu saya mendiskusikan masalah ini sehingga saya bisa menemukan segala usulan briliant ini!" ujarku tegas.

"Kau sangat berani Duchess, tapi baiklah. Maafkan aku karena sudah menyakiti orang tercinta mu," ujarnya dengan tekanan di akhir kalimat.

Aku melirik Anest yang tampak memandang lurus ke depan, ia tampak baik-baik saja, namun aku tahu di dalamnya tidak sebaik seperti kelihatannya.

TBC.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Buku Takdir : Cinta dan KutukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang