Batang obor yang ada di tangannya, Lanaya singkirkan ketika melihat tempat obor di dinding. Tanpa perlu memegang obor lagi, ruangan kamar bernuansa suram itu terlihat jauh lebih bersinar. Lanaya akui, model bangunan kerajaan ini sangat cacat dari segi cahaya. Mereka--para pembuat bangunan abat ini--tidak memperhitungkan bagian dinding yang perlu ditambahkan kaca agar lebih bercahaya, terbukti dari letak dan jumlah jendela di kamar itu yang tidak lebih dari satu dan terletak di ujung sana.
Lanaya melangkah, membuka gorden jendela yang tertutup sehingga terlihatlah bagian luar kaca tersebut. Terlihat sebuah teras kecil ada di sana lengkap dengan meja dan kursi, tampaknya ini adalah balkon dan bukan jendela. Lekas saja, Lanaya membuka pintu balkon tersebut, membuat udara masuk ke dalam kamar meniup wajah serta helai-helai rambut gadis cantik tersebut.
Setelahnya, Lanaya langsung berjalan menuju ranjang, menatap kembali laki-laki tampan yang bernama Arnest tersebut. Kerutan masih terlihat di dahi pria itu membuat Lanaya perlahan mengangkat jempolnya kemudian mengusap lembut dahi tersebut. Cahaya hangat coba ia keluarkan untuk membuktikan bahwa kekuatannya sebelum berpindah jiwa masih ia bawa.
Dan tampaknya, kekuatan itu masih terbawa dengan memudarnya kerutan di dahi Arnest bersamaan rasa nyaman dan hangat dari jempol milik Lanaya.
Lanaya tersenyum kecil, kedua tangannya berpindah ke arah dada Arnest kemudian mulai memancarkan kembali cahaya hangat dengan pancaran penyembuhan, membuat rasa sakit dari tubuh pria itu hilang. Rasa tak nyaman yang tadi terlukis di raut dan gerak tubuh, perlahan menjadi damai dan rileks.
"Luka karena perbedaan ras... Pantas saja wajahnya tampan, ternyata ibunya seorang peri," gumam Lanaya.
Ia ingat, di novel diceritakan bahwa permaisuri terdahulu yang tak lain adalah ibu Arnest, merupakan darah keturunan peri. Sehingga, perbedaan ras tentu saja membuat perbedaan mana atau energi pula, hal tersebutlah yang membuat Arnest kerap kali merasakan perasaan sakit pada tubuhnya.
Sebenarnya perkawinan silang antara manusia dan peri sudah dilegalkan dan hal semacam ini diketahui oleh khalayak umum. Banyak kasus serupa yang terjadi kepada para keturunan silang, tak ayal, karena tidak menemukan obat selain keturunan dewi dan saintess, mereka yang tak sanggup menahan rasa sakit akhirnya meninggal.
Mereka yang memiliki fisik yang kuat adalah orang-orang beruntung termasuk Arnest.
Lanaya mengelus surai hitam milik Arnest seraya pandangan iba terpancar di matanya. Entah dorongan dari mana, wajah Lanaya semakin mendekat kemudian mencium lembut dahi pria itu. "Cepat sembuh, jangan merasa sendirian di dunia ini," bisiknya hati-hati.
Lanaya bangkit kemudian berjalan keluar kamar, untuk urusan meminta pelayan akan ia lakukan nanti, sekarang lebih baik ia kembali ke kamar yang ada di sebelah kamar ini.
Tanpa gadis itu sadari, mata Arnest terbuka, memandang dalam punggung kecil gadis yang ia ketahui sebagai istrinya yang telah ia nikahi setengah tahun yang lalu.
~o0o~
Waktu bergulir cukup cepat, sehingga tak terasa matahari sudah contoh ke arah barat. Lanaya baru saya menyelesaikan mandi dan sekarang wajahnya sedang di sulap oleh pelayan. Sesekali gadis itu mengernyit karena kasarnya para pelayan itu memoleskan make up di wajahnya.
Gores sana gores sini, tusuk sana tusuk sini, semuanya tanpa kelembutan. Baiklah! Sudah cukup, Lanaya tidak tahan lagi. Ia bangkit dari tempat duduk dengan kasar kemudian menghempas tangan para pelayan tersebut. "Sudah cukup, kalian boleh pergi!" ujarnya.
Tatapan sinis terlontar dari para pelayan, tapi tak ayal mereka tetap melangkah keluar dari kamar sang putri. Sedikit helaan napas terhembus dari bibir dan hidung Lanaya, gadis itu kembali duduk kemudian memoles make up secara mandiri ke wajahnya.
"Memang menyebalkan. Apakah wajar memperlakukan manusia seburuk itu!" desisnya kesal.
Tidak terlalu banyak riasan yang ia poles, hanya seperlunya saja karena menurutnya, wajah dari raga ini benar-benar cantik. Setelah di rasa cukup, gadis itu bangkit keluar dari kamar, tujuannya tentu saja ke kamar yang ada di sebelah--tempat Arnest berada.
Membuka pintu kamar tersebut secara pelayan, Lanaya tersenyum mendapati ruangan itu sudah lebih baik dari pada sebelumnya. "Setidaknya ada pelayan yang sudi membersihkan kamar ini," gumamnya lirih.
Lanaya melangkah masuk dan menutup pintu kamar itu kembali, setelahnya ia mendekati ranjang tempat di mana Arnest tertidur. Pria itu sekarang sedang duduk di atas kasur seraya membaca dan sepertinya tidak menyadari bahwa Lanaya ada di sana.
"Sudah lebih baik?" tanya Lanaya membuat pria itu mengangkat pandangannya, menemukan perempuan cantik yang tempo waktu membuatnya merasa nyaman.
Tidak ada sahutan. Membuat Lanaya tersenyum kecut.
Arnest pikir, ia tidak perlu menjawab gadis yang ada di depannya, karena itu sangat tidak penting. Lanaya hanyalah istri di atas kertas yang mungkin juga terpaksa menikahinya. Hampir mustahil rasanya ada orang yang menyukaimu di saat semua orang terlihat membencimu, benar 'kan?
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Takdir : Cinta dan Kutukan
FantasyMasuk ke dalam buku karya kakeknya adalah hal yang tidak pernah Lanaya sangka. Lanaya pikir, ia telah meninggal setelah di dorong kakeknya ke sebuah jurang, tetapi justru ia kembali hidup--tidak, lebih tepatnya masuk ke dalam buku, menjadi seorang i...