Pintu kamar dengan keliling ruang yang besar terbuka, Lanaya melangkah masuk penuh hati-hati, membawa nampan yang di atasnya terdapat mangkuk dengan uap terkepul pertanda bahwa makanan itu baru saja keluar dari lahapan api.
Di atas Ranjang, Arnest tampak tertidur lelap, dibungkus selimut tampak nyaman. Namun, saat Lanaya meletakkan nampan tersebut di atas nakas, barulah keadaan sebenarnya mulai terlihat. Jika diperhatikan dengan baik, Arnest lebih terlihat seperti orang yang sedang kepanasan namun enggan melepas selimut dari tubuhnya. Seperti... Suhu tubuh panas namun sang empu merasa sangat kedinginan.
Melihat hal tersebut, Lanaya semakin khawatir. Ia mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang kemudian mengelus lembut lambut hitam legam yang lebat serta dihiasi bulir-bulir keringan dingin itu. Lanaya menyingkap selimut tersebut sehingga suara gemelutuk gigi samar-samar terdengar dari bibir Arnest.
Helaan napas Lanaya hembuskan. Ia meletakkan telapak tangannya di atas dada pria itu kemudian mulai menyalurkan kekuatannya. Tidak perlu waktu lama, hanya beberapa detik saja mata Arnest sudah mulai terbuka.
Setelah beberapa menit, pria itu sudah mengerjap sadar. Manik merah itu tampak berusaha menggali, menatap dalam manik Lanaya. Sang empu yang di tatap hanya tersenyum seraya berkata. "Duduk dulu, sebaiknya yang mulia mengonsumsi sup hangat terlebih dahulu," ujar Lanaya. Gadis itu serta merta menyangga punggung Arnest membantu pria itu duduk.
Arnest menurut, hingga tanpa perlu ada drama penolakan, Lanaya mulai menyuapkan sup tersebut dengan telaten pada Arnest. Tidak ada percakapan, hanya ada keheningan menemani mereka. Sesekali Lanaya tersenyum saat Arnest memakan sup itu dengan lahap.
Beberapa saat kemudian, sup tersebut telah habis membuat Lanaya menyodorkan segelas air minum. Lagi-lagi Arnest hanya menurut, sampai akhirnya Lanaya kembali membantu sang suami berbaring, kemudian menyelimuti pria itu hingga ke dada. "Istirahat ya, agar cepat sembuh."
~o0~Arnest POV~0o~
Rasa sakit itu kembali hadir, membuat tubuhku semakin tersiksa. Aku benci dengan hidup ini dan turut pula membenci Sang Pemilik Alam Semesta. Rasanya tidak ada keadilan untuk hidupku. Kesepian dan kesakitan seakan-akan telah tersemat bersama dengan namaku, Arnest De Thorne.
Thorne? Ya, itu adalah marga keluarga kerajaan di negeri ini. Keturunan pencipta negeri ini yang konon katanya mendapat perhatian dan kecintaan dari semua orang. Orang-orang bilang keberuntungan sudah seperti bagian dari hidup mereka.
Tapi... Kenapa aku tidak merasa demikian?
Semuanya benar-benar berkebalikan. Aku hanya ingin dicintai, aku hanya ingin disayangi. Tidakkah bisa aku mendapatkan itu semua? Tuhan... Meskipun rasa kepercayaanku terhadap-Mu semakin menipis, aku hanya ingin mengatakan, aku berjanji melindungi siapapun yang mempu membuatku merasakan hal tersebut.
Bahkan jika boleh, aku ingin menghidupkan kembali ibuku, satu-satunya orang yang pernah memberikanku semua yang aku mau meski hal tersebut bukan kemewahan. Aku janji di usiaku yang telah menginjak kepala dua ini, aku akan menjaganya. Tidak seperti diriku ketika bayi yang bahkan sama sekali tidak berkutik saat ibuku mati karena diracun.
Untuk sekarang, tujuanku hanyalah menduduki tahta, agar tidak ada lagi orang-orang yang menindas dan memandangku rendah. Aku ingin membuat mereka berlutut di bawah kakiku, menyembah orang yang mereka sebut hina. Setidaknya itulah hal yang aku inginkan sebelum akhirnya ibu tiriku--si permaisuri yang dengan liciknya menikahkanku dengan putri seorang Viscount yang tidak menguntungkan bagiku untuk mendapatkan tahta.
Sebuah syarat untuk menduduki tahta adalah dengan menikahi seorang putri bangsawan berpangkat tinggi seperti seorang Duke atau Marquest atau menikahi seorang gadis yang memiliki kemampuan istimewa.
Itu semua tidak ada pada diri Lanaya Von Fransisco--gadis yang aku nikahi.
Dengan alasan tersebut aku selalu mengabaikannya, bersikap dingin bahkan jika diperlukan aku bersikap kasar. Sampai akhirnya hari ini--aku tidak tahu waktu tepatnya, entah itu siang atau malam karena kamar tempat aku tiduri benar-benar gelap--gadis itu datang, menyentuh tubuhku memberikan rasa hangat yang membuat rasa sakit yang semula aku rasakan menjadi rasa nyaman.
Rasa ini...
Aku menyukainya dan ingin selalu merasakannya. Siapakah gerangan yang memberikan rasa ini padaku? Saat perasaan hangat itu menghilang, perasaan kecewa mulai menghimpit, aku sedikit membuka mataku untuk mencari dalang dari rasa hangat tersebut sampai akhirnya, aku mendapati punggung seorang gadis yang familier sedang berjalan menjauh dari ranjangku.
Aku ingin memerintahkannya kembali ke sini dan jangan melepaskan rasa hangat itu, namun tidak ada yang terucap. Bibirku keluh seakan melarangku untuk menahannya.
Siapakah gadis itu? Apakah... Dia Lanaya?
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Takdir : Cinta dan Kutukan
FantasíaMasuk ke dalam buku karya kakeknya adalah hal yang tidak pernah Lanaya sangka. Lanaya pikir, ia telah meninggal setelah di dorong kakeknya ke sebuah jurang, tetapi justru ia kembali hidup--tidak, lebih tepatnya masuk ke dalam buku, menjadi seorang i...