Leon membanting pintu ruang kerjanya dengan keras, suara dentuman pintu bergema di seluruh ruangan mewah itu. Ia menghempaskan tubuhnya ke kursi empuk.
"Sialan!" teriak Leon, suaranya bergetar karena amarah.
"Kenapa kamu selalu begitu sulit?” gerutu Leon, mencengkeram rambutnya dengan kasar.
"Leon, ada apa?" suara Izora, ibunya Leon terdengar dari balik pintu.
Leon menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya. "Tidak apa-apa, Ma" jawab Leon, suaranya lebih tenang.
"Kamu terlihat sangat marah” kata ibunya. "Ada apa?"
Leon terdiam sejenak. Ia tidak ingin menceritakan semuanya kepada orang tuanya. Leon tidak ingin mereka tahu betapa frustrasinya dirinya saat ini.
"Saya hanya sedikit lelah" jawab Leon sambil mencoba untuk tersenyum.
"Kamu harus istirahat" kata Izora. "Kamu sudah bekerja keras akhir-akhir ini”.
Leon mengangguk. Ia tahu ibunya benar. Dirinya sudah terlalu fokus pada rencana pernikahannya yang penuh strategi dengan Karin.
"Leon" kata ayahnya, memasuki ruang kerja Leon.
"Papa” kata Leon sambil menatap ayahnya.
"Bagaimana hubunganmu dengan Karin?" tanya ayahnya.
Leon terdiam sejenak. Ia sedang tidak ingin membicarakan hubungan palsu ini. Tetapi dirinya harus bersikap seolah semuanya baik-baik saja. "Semua berjalan dengan baik” jawab Leon, mencoba untuk bersikap tenang.
"Bagus" kata ayahnya. "Kita harus segera mempercepat pernikahan ini. Semakin cepat kamu menikah dengan Karin, semakin cepat perusahaan kita akan menjadi lebih kuat”.
Leon mengerutkan kening. Ia sebenarnya setuju dengan pandangan ayahnya. Akan tetapi, dirinya ingin membuat Karin benar-benar tunduk padanya, bersedia menjadi miliknya sepenuhnya. Dengan begitu, Leon akan lebih mudah mengendalikan gadis itu tanpa perlawanan.
"Pa, saya..."
"Leon, papa tahu kamu tidak mencintai Karin" potong ayahnya. "Tapi segera nikahi dia. Itu yang terbaik untuk kita semua”.
Leon terdiam. Ia tidak bisa membantah ayahnya. Dirinya tahu bahwa ayahnya akan melakukan apa pun untuk mendapatkan kekuasaan dan kekayaan.
"Baiklah, Pa" jawab Leon, suaranya terdengar pasrah.
........
Karin terduduk di sofa, menatap kedua orang tuanya dengan mata berkaca-kaca. Dadanya sesak, perasaannya campur aduk. Ketakutan, kemarahan, dan keputusasaan bercampur menjadi satu.
"Papa, Mama" suara Karin bergetar. "Aku mohon, jangan paksa aku untuk menikah dengan Leon".
Harris, papa Karin, mengerutkan kening. "Karin, ini demi kebaikanmu. Leon adalah pria yang baik, dia akan membuatmu bahagia”.
"Nggak, Papa!" Karin berteriak, suaranya bercampur dengan isak tangis. "Aku nggak cinta sama Leon. Aku nggak mau nikah sama laki-laki itu!"
Angela mencoba untuk menenangkan Karin.
"Karin, tenanglah. Ini semua akan baik-baik saja”.
"Nggak akan baik-baik saja, Mama!" Karin berteriak lagi. "Leon...Leon menakutkan. Dia posesif, dia kasar. Aku takut sama dia!"
Harris semakin marah. "Karin, berhentilah berulah seperti anak kecil. Ini bukan masalah perasaan, ini masalah bisnis. Pernikahan ini akan sangat menguntungkan kita”.
KAMU SEDANG MEMBACA
Je T'aime
Romance"Kamu harus tahu saya tidak menyukai hal-hal kasar, tetapi dalam beberapa situasi saya tidak akan memberikanmu pilihan" ~ Leon Alexander Barnard ~ .... REMINDER ADEGAN DEWASA ‼️‼️🔞‼️‼️ YANG DIBAWAH UMUR, DOSA TANGGUNG MASING2 🤸🤸