BAB VIII. MENGENDALIKAN KEADAAN

6 1 2
                                    

REMINDER
‼️🔞‼️

.....

Karin menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ia tidak akan menyerah begitu saja. Karin akan melawan dengan caranya sendiri. Cara yang bahkan Leon pun tidak menyadarinya. Ia akan melawan dengan kelembutan, memanfaatkan sisi perempuannya yang tidak diketahui oleh siapa pun. "Leon, kamu tahu?" suara Karin terdengar berat dan menggoda. "Kamu harus mempersiapkan diri untuk menerima cintaku" tatap Karin dengan sorot mata yang berbeda, yang memabukkan Leon.

Karin semakin menatap Leon dengan tatapan yang sensual. "Apa aku akan menjadi wanita paling beruntung kalau menikah denganmu?" tanya Karin dengan suaranya yang manja.

Leon menyunggingkan senyum licik di ujung bibirnya. "Seharusnya dari awal kamu sudah menyadari, betapa beruntungnya kamu menjadi milik saya".

Karin mendekat, tubuhnya menempel pada tubuh Leon. Napasnya menderu di telinga laki-laki itu. "Leon, aku tahu kamu berusaha memaksaku sejauh ini hanya untuk kepentingan bisnis keluargamu".

Tangan Karin merayap ke dada Leon, mengelus lembut otot-ototnya. "Tapi kamu harus tahu satu hal, aku bisa membuatmu benar-benar menginginkanku" bisik Karin, suaranya menggoda. "Aku bisa membuatmu sungguh tergila-gila padaku".

Leon terkesiap, tubuhnya menegang. Ia belum pernah bertemu wanita yang berani menantangnya seperti ini. "Kamu berani sekali" bisik Leon, suaranya serak. "Kamu tahu saya bisa melakukan apa pun padamu".

Karin tersenyum tipis. "Aku tahu" jawab Karin. "Tapi aku nggak takut".

Gadis itu mendekat lagi, bibirnya hampir menyentuh telinga Leon. "Aku khawatir kamu akan mencintaiku dan lupa pada misi keluargamu" bisik Karin dengan suaranya yang menggoda. Karin akan terus bermain dengan nafsu Leon. Ini satu-satunya cara agar dirinya bisa mengimbangi kendali Leon.

"Kamu akan mencintaiku. Jadi, berhati-hatilah" bisik Karin dengan suaranya yang lembut namun penuh ancaman.

Leon tidak bisa menolak pesona gadis di hadapannya saat ini. Tapi di balik pesona itu, api amarah membara dalam diri Leon. Ia merasa terhina, dikendalikan oleh gadis yang baru saja ia culik.

"Kamu pikir kamu bisa bermain-main dengan saya?" tanya Leon dengan suaranya yang serak, dipenuhi amarah. "Kamu salah, Karin. Saya tidak akan membiarkanmu untuk mengendalikan saya".

Tangannya meraih lengan Karin, menariknya mendekat. Tatapannya tajam, penuh amarah. "Saya juga akan membuat kamu mencintai saya dengan cara yang tidak pernah kamu bayangkan".

Karin tersenyum sinis. "Lihat saja! Siapa yang akan jatuh cinta pertama kali? Kamu? Atau aku?" jawab Karin dengan suara yang penuh tantangan. "Aku pastikan kamu yang akan tergila-gila padaku!"

"Kamu akan menyesali ini!" ucap Leon, suaranya serak. "Saya akan membuatmu menyesali setiap kata yang kamu ucapkan".

....

Malam menyelimuti kota, membayangi kamar hotel yang menjadi penjara bagi Karin. Leon duduk di sofa, punggungnya bersandar, matanya tertuju pada Keheningan menyelimuti ruangan, hanya diiringi oleh detak jam dinding yang berdetak lambat, seakan menghitung detik-detik yang terasa seperti berabad bagi Karin. Ketegangan di antara mereka terasa nyata, seperti arus listrik yang mengalir tak terhenti. Leon masih tergoda oleh permainan Karin. Namun, amarahnya juga semakin membara. Laki-laki itu ingin menaklukkan Karin, menundukkannya, membuatnya tunduk pada keinginannya.

Tiba-tiba, dering telepon memecah keheningan. Karin tersentak, matanya tertuju pada Leon.
Leon berdeham, mengambil ponsel dari meja dan menjawab panggilan.

"Halo" suara Leon terdengar dingin. Namun, ada sedikit getaran di suaranya.

"Kak? Kamu di mana? Aku sudah meneleponmu berkali-kali" suara di seberang terdengar cemas.

Je T'aimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang