Ya, aku mengerti apa yang kalian pertanyakan. Ke mana sebenarnya Primrose?
Apabila kita kembali pada kejadian setelah Primrose bertemu dengan ketiga konstabel, Primrose sesungguhnya berencana untuk kembali ke rumah penyembuhan untuk mengajak Eris dan River berjalan-jalan, tentu saja setelah memastikan mereka sudah siuman. Spritanium sibuk sekali di pagi hari, sehingga Primrose harus terbang menghindari jalan utama yang menghubungkan ibukota dengan kompleks pemerintahan. Tak butuh waktu lama baginya menemukan jalan di sela-sela perumahan dan gedung-gedung tinggi. Seluruh bangunan di Spritanium tertata rapi membentuk labirin dari batu granit. Namun, bagian luarnya dilapisi dengan sihir pengokoh dan serbuk berlian biru sehingga bangunannya tidak pernah rusak dimakan cuaca.
Yang lebih menakjubkan lagi, berlian biru itu memantulkan cahaya matahari sehingga Spritanium terlihat seperti kota berkemilau di siang hari, sedangkan ketika malam telah larut dan bintang-bintang mulai bermunculan, pemandangan malam itu juga akan terpantul di permukaan gedung, menyamarkan Spritanium dalam riuh dan gemerlapnya angkasa kelam.
Akan tetapi, baru saja Primrose tiba di rumah penyembuhan, dilihatnya dua punggawa Paviliun Agung berseragam lengkap—dengan jubah emas dan tunik lembayung—berbaris di undak-undakan. Ujung tombak mereka menghadap langit. Kumbang tanduk rusa yang mereka kendarai ditambatkan pada kolom terdekat dari trotoar. Primrose buru-buru bersembunyi di balik semak rhododendron yang bergerumul di bawah jendela depan. Apa gerangan yang dilakukan kedua punggawa itu di sini?
Beberapa menit kemudian, pintu rumah penyembuhan dibuka. Seorang Sprite tua berjubah biru toska, berhidung panjang, dan berkacamata bundar keluar dengan eskpresi jengkel.
"Aku sudah menyampaikan pada utusan Ratu yang datang pagi ini, kalau aku sedang sibuk. Jadi, tolong ampuni kelancanganku, Tuan-tuan yang baik. Aku tidak bisa ikut kalian ke istana sekarang."
"Oh, tidak, kami tidak datang kemari untuk membawa Anda ke Paviliun, Profesor," kata salah satu punggawa tenang. "Ratu paham sekali aturan kerja rumah penyembuhan yang aman dan tentram ini. Maka dari itu, beliau membatalkan pertemuan dan menyuruh kami menyampaikan surat ini kepada Anda."
Punggawa itu lalu mengeluarkan secarik perkamen yang digulung dengan pita emas dari balik jubahnya, kemudian menyodorkannya kepada Leafygreen.
"Apa ini urusan yang begitu mendesak?" Leafygreen tampak kebingungan.
"Mendesak itu bisa jadi, tapi apa persisnya, kami tidak boleh tahu," sahut punggawa pertama.
"Oh, ya, ada satu hal lagi yang dititipkan Ratu kepada kami," sambung punggawa kedua.
"Apa itu, kalau boleh tahu?" tanya Leafygreen hati-hati.
Si punggawa kemudian maju dan berbisik di telinga Leafygreen. Agak lama semuanya terdiam, lalu terdengar suara Leafygreen terkesiap pelan.
"Nah, itu saja. Dengan demikian, tugas kami terlaksanakan. Mohon pamit, Profesor," kata punggawa pertama, lalu ia dan rekannya pun membungkuk hormat kepada Leafygreen.
Setelah kedua punggawa itu terbang naik kumbang tanduk rusanya masing-masing untuk kembali ke Paviliun Agung, Primrose menyeruak keluar dari persembunyiannya.
"Profesor! Profesor! Apa yang disampaikan mereka kepada Anda?"
Leafygreen tampak gelagapan, ekspresinya kalut. "Aku—aku tidak tahu apa yang—ah, sebaiknya kita bicara di depan, Prim. Jangan sampai ada yang mendengar kita."
Primrose menelan ludah. Leafygreen pun menutup kembali pintu rumah penyembuhan, sementara Primrose membantunya menuangkan air panas untuk membuat teh. Mereka duduk di ruang tamu berbentuk bundar. Primrose menyesap tehnya selagi Leafygreen menenangkan diri. Cangkir tehnya bergemeretak di tangannya. Ia tidak berani menatap Primrose seolah-olah dirinya orang hina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elfworld: Kerajaan di Bawah Bumi
FantasyEris Amberson, seorang remaja Skotlandia yang berasal dari keluarga nomaden, baru saja pindah ke New Jersey dan sibuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru ketika tiba-tiba ia menemukan sebuah kunci ajaib. Tanpa disangka-sangka, sejumlah kejadian...