Primrose, selagi berpikir keras mengenai jawaban teka-teki yang terukir di batu menhir, menyaksikan Eris dan River berdiri berdampingan dengan mata tertutup membentuk tameng di sekeliling menhir.
Ah, ya, Primrose-sama seperti Sprite lainnya-tumbuh dengan budaya teka-teki. Sprite bukanlah makhluk yang berpikiran simpel. Itulah sebabnya peradaban mereka bisa lebih maju dibandingkan makhluk-makhluk lainnya di alam semesta-meskipun jauh lebih primitif dibandingkan Silvan dan Vanir. (Soal Vanir, aku nggak akan membahasnya sekarang, soalnya aku takut deskripsi cerita kita jadi ke mana-mana. Tapi, aku akan sangat bahagia menceritakannya pada kalian kapan-kapan.)
Saking tidak sederhananya pemikiran mereka, para Sprite menghabiskan waktu mereka memikirkan ide-ide yang mustahil, atau sebetulnya tidak penting, tetapi di kemudian hari akan sangat berguna untuk mengatasi kesukaran hidup.
Nah, salah satu dari ide-ide mustahil itu adalah menciptakan pintu masuk Spritanium yang kata kuncinya juga mustahil dipecahkan, bahkan untuk para Sprite sendiri. Yah, kebanyakan dari mereka memang suka berpikir dan memecahkan sesuatu dengan pemikiran-pemikiran mereka, seperti yang tadi sudah kubilang-tapi satu hal yang perlu kutegaskan pada kalian, Primrose bukanlah seperti Sprite kebanyakan. Hal itu bukan berarti Primrose tidak cukup pintar untuk memecahkan teka-teki yang sudah mengakar kuat dalam budaya Spritanium, namun hal itu berarti bahwa Primrose tidak terlalu menyukai ide berpikir di tengah-tengah situasi rumit. Otaknya penuh dengan keinginan menyelamatkan diri, bercampur ketakutan, serta harapan sekaligus skeptisme kepada Eris dan River. Ia tak henti-hentinya berdoa kepada dewa-dewa Sprite agar kedua bocah Penjaga itu selamat, karena ia sendiri-tanpa serbuk ajaib-tidak bisa menggunakan sihir apapun untuk menyelamatkan mereka.
"'Aku hidup dengan nyawa dari siang hari, meski malam telah tiba, tak ada alasan bagiku untuk bersembunyi,'" Primrose mengulangi teka-teki yang dibacanya keras-keras kepada dirinya sendiri. "Apakah kamu hewan? Atau tumbuhan?" Primrose meniti kata demi kata ukiran pada menhir tersebut dengan hati-hati.
"Aku hidup dalam pelukan mentari pagi, namun jika terlalu banyak kasihnya, aku akan mati,'" baca Primrose, lebih lambat dari sebelumnya. "Pelukan mentari adalah majas! Oh, tentu saja semua ini bermajas, dasar kau otak buah beri!" dia mengumpat pada dirinya sendiri, kemudian membaca lagi, "'Aku adalah perlambang bagi mereka yang setia, yang terus abadi, dengan inti keras yang menyenangkan hati.' Ah, ini cukup jelas. Yang mati pada saat terlalu banyak menerima sinar matahari adalah tumbuhan, tapi tumbuhan jenis apakah kau...?"
CLEP! Tepat saat Primrose berhenti berbicara, sebatang anak panah nyasar melesat ke arahnya, tapi karena meleset, anak panah itu justru menancap di tunggul pohon dekat menhir. Primrose berjengit, lalu memutar tubuhnya menghadap Eris dan River yang saling berpunggung-punggungan dengan pose siap bertarung.
Perlahan-lahan, entah asalnya dari mana, aura putih keperakan dan merah menyala muncul menyelimuti tubuh mereka, bagaikan selubung dari kabut asap. Primrose bisa merasakan hutan di sekitar mereka bernapas.
Pernahkah kau memasuki hutan yang belum pernah kaukunjungi sebelumnya? Apabila kau memberikan waktu sedikit pada dirimu sendiri untuk berkontemplasi, pasti akan muncul banyak pertanyaan di kepalamu, tentang apa dan siapa saja yang menghuni hutan asing itu. Adakah makhluk-makhluk mistis di dalamnya, ataukah hutan itu pernah menjadi saksi pembantaian besar yang terjadi berabad-abad yang lalu?
Kemudian, dengan penuh ingin tahu, kau menempelkan tangan di salah satu batang pohon dan meraba kulitnya. Tutuplah matamu saat kau melakukannya, dan rasakan bagaimana kulit itu telah menjadi selimut sang pohon, yang melindungi kambiumnya.
Kemudian, dengarkanlah dengan seksama gemerisik daunnya, bisikan-bisikan tanpa kalimat yang diutarakannya. Itulah caramu mengetahui bahwa hutan bisa bernapas. Ada kedamaian yang menyentuh jiwamu saat kau ikut bernapas bersama hutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elfworld: Kerajaan di Bawah Bumi
FantasyEris Amberson, seorang remaja Skotlandia yang berasal dari keluarga nomaden, baru saja pindah ke New Jersey dan sibuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru ketika tiba-tiba ia menemukan sebuah kunci ajaib. Tanpa disangka-sangka, sejumlah kejadian...