River membuka matanya dalam keadaan terkejut. Ia menatap langit-langit kamarnya dalam diam, meraba-raba memori. Di mana tepatnya ia sekarang? Oh, River baru ingat. Ia jatuh pingsan dan ditolong oleh para Sprite. Tapi bagaimana caranya mereka menolongnya, itulah yang belum bisa dijangkau oleh memorinya.
River terlalu lelah untuk membentuk memori baru, dan setiap kali ia mencoba mengingat, seolah ada awan kelabu yang menaungi pikirannya. River kemudian mengingat Luminox. Ia pun mencoba menggerakkan tangan kanannya untuk menjangkau kuncinya, tapi rasanya ngilu sekali. Masih belum menyerah, ia kemudian mencoba menggerakkan salah satu jarinya. Mula-mula dari kelingking, lalu jari manis, sampai ke ibu jari kanan.
Tangannya kembali ngilu, tapi River memiliki terlalu banyak semangat dan keinginan untuk bangun sehingga ia memilih tidak mengindahkan rasa ngilu itu. Sambil meringis dan mengerang sedikit, ia mencoba menggerakkan jemari tangan kirinya yang masih tergolek lemah di sisi tubuhnya. Setelah kedua tangannya benar-benar bebas dari rasa kebas, River menggunakannya untuk mendorong tubuh bagian atasnya, sehingga posisinya menjadi duduk. Mengikuti proses tersebut, River menginvestigasi sekelilingnya.
Matanya sudah benar-benar fokus sekarang, dan ia bisa melihat seperti apa keadaan kamarnya. Ada jendela besar yang ditutupi gorden lembayung di sebelah utara, dengan shading berlekuk-lekuk dan desain kerangka yang tampak asing—bentuknya mirip akar pohon beringin. Desain yang sama terpatri dengan elok pada pintu berpinggiran emas yang terletak tak jauh dari jendela.
Pintu itu begitu pendek—perkiraannya hanya setinggi 150 senti—dan terbuat dari kayu berjamur kerak—yang anehnya justru menambah estetika pada rancangannya. River pun memutar pandangannya ke seberang lain ruangan. Dilihatnya dinding yang dilapisi beludru warna hijau, dengan dekorasi lampu-lampu berbentuk bunga bluebell yang terbalik berwarna emas. Ada meja kecil juga di dekat tempat tidurnya, berbentuk seperti kayu berjamur dengan permukaan yang dipelitur sangat licin. Taplaknya terbuat dari daun talas yang dijahit. Di atas meja itu terhidang secangkir minuman yang berasap dan berbau sangat tajam sehingga River berani bertaruh hidungnya saat ini sudah meleleh akibat mencium bau itu.
Mendampingi cangkir minuman, ada seonggok biskuit berbentuk kumbang scarab dan kepik polkadot, juga ada telur rebus—atau apalah yang kelihatannya seperti itu—berwarna hijau keunguan. Semangkuk sup krim yang kental berwarna kuning mostar juga mengepulkan asap di sebelah telur itu. Aneh, pikir River lagi, seolah-olah yang menghidangkan makanan itu sudah tahu kapan aku akan siuman. Apakah ia adalah pemilik rumah ini?
Pintu kecil tadi mengayun terbuka. River terkesiap saat Sprite berseragam tentara—seperti yang menyertai Pozzle—dan seorang Sprite lain—mengenakan baju mirip jubah berwarna biru toska dan bertopi jamur putih—terbang memasuki ruangan. Sprite berbaju biru toska itu sangat tua dan keriput. Jenggotnya begitu panjang sampai menjuntai ke lututnya. Ia juga mengenakan kacamata bundar yang bertengger di pangkal hidungnya yang lurus seperti hidung tokoh Pinokio. Kulitnya pucat, nyaris transparan, sehingga pembuluh darahnya yang berwarna abu-abu kehijauan bisa jelas terlihat.
Sprite berbaju tentara memberi gestur hormat ke arah Sprite tua itu, kemudian terbang meninggalkan ruangan melalui pintu kecil. Si Sprite tua perlahan-lahan terbang mendekati River—yang sama sekali tidak punya pikiran apa pun kecuali dugaan bahwa Sprite tua ini adalah sang pemilik rumah. Si Sprite tua pun meletakkan salah satu tangan keriputnya di dahi River, memejamkan mata sejenak, kemudian berseru dengan suara melengking, "Aha! Demamnya sudah reda. Beruntung kau masih hidup, my Lord."
"Aku—aku bukan Lord," kata River terbata-bata. "Di mana aku? Siapa kau?"
"Oh, mohon maaf karena selama kau dirawat di sini, kau belum sempat mengenalku. Aku adalah tabib senior di rumah penyembuhan ini," jawab si Sprite tua. "Panggil saja aku Leafygreen, Kawan Kecil. Aku sudah memeriksa tekanan darah, detak jantung, serta keadaan lendir-lendir di tubuhmu. Semuanya beres selama tiga hari, kecuali satu hal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Elfworld: Kerajaan di Bawah Bumi
FantasyEris Amberson, seorang remaja Skotlandia yang berasal dari keluarga nomaden, baru saja pindah ke New Jersey dan sibuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru ketika tiba-tiba ia menemukan sebuah kunci ajaib. Tanpa disangka-sangka, sejumlah kejadian...