GARGOYLE

260 21 1
                                    


Ini... sama sekali... tidak mungkin...

"Halo? Eris? Halo?" suara Isabel samar-samar bergema dalam telepon.

Sekarang Eris begitu pusing dan mual. Ingin rasanya ia memuntahkan sarden panggang yang baru saja disantapnya. Sungguh... apa yang barusan terjadi itu sulit dipercaya. Ia begitu yakin bahwa kejadian ini nyata, tapi... Phil dan orang tuanya... mereka tidak mungkin...

"Apakah aku sudah gila?" bisik Eris pada dirinya sendiri. Tapi, sekeras apapun usahanya untuk menyangkal, tetap saja ia tidak begitu yakin.

Tiba-tiba, terdengar bunyi pintu digedor dari luar. Eris, masih gemetaran, memberanikan diri membukanya, dan seketika itu, River nyelonong masuk tanpa bicara sepatah kata pun.

Skateboard-nya ditenteng di tangan kiri. Ia tampak sangat ketakutan. Mukanya seputih kapas. Keringat dingin merembes di kaosnya. Napasnya tersengal-sengal, seolah-olah ia baru saja berhasil kabur dari sesuatu yang mengerikan.

"River! Ada apa?" tanya Eris.

Tangan River yang dingin bergerak cepat mencengkeram lengan Eris. Kedua pupil matanya yang mengecil terpaku di tempat seperti orang kesurupan, tidak memandang apa pun. Mulutnya terkatup rapat, tak bisa berbicara. Kemudian, ia menarik Eris menjauhi ruang tamu, menuju ke dapur. Masih tanpa suara, ia menutup rapat jendela dapur, lalu menguncinya dengan kawat. Gerak-geriknya begitu cepat sehingga Eris tidak sempat bertanya. Setelah itu, River menarik Eris ke bawah meja makan sambil mendesis, "Shhhh..."

Eris semakin penasaran. "Apa-apaan...?"

"Sori," tukas River. "Aku harus pergi dari rumah secepat yang aku bisa. Mereka menemukan ayahku. Mereka... mereka membunuhnya."

"Siapa?"

"Gargoyle!" bisik River, mulutnya bergetar karena jijik. "Aku baru saja dari rumah minum, dan menemukan mereka menyeret tubuh ayahku pergi dari teras. Mereka... makhluk-makhluk jahat itu! Kita tak bisa mempercayai siapapun!"

"Primrose akan menolong kita, aku yakin," kata Eris.

"Maksudmu peri kecil yang menyengat kita dan menyuruhku pulang?" geram River. "Oh, maaf, tapi aku nggak percaya dengannya."

"Primrose adalah Penjaga Kunci Api," kata Eris. "Dia tahu apa yang harus dilakukan. Aku baru saja mau bilang kalau kau baru saja memblokir jalan masuk untuknya!"

"Lalu, apa yang kau lakukan di ruang tamu tadi?" tanya River.

"Aku... menelepon Isabel..." sahut Eris, berusaha tidak kedengaran bersalah.

"What?!"

"Apanya yang 'what,' sih?!"

"Kau nggak lihat apa yang terjadi? Nggak mungkin Isabel ada di rumah sekarang! Seluruh kota telah jatuh! Aku melihat jalanan penuh dengan reruntuhan bangunan, kaca-kaca gedung yang pecah, dan darah di mana-mana!"

"Bagaimana aku bisa percaya padamu, heh?" balas Eris. "Aku mendengar suara Isabel dengan telingaku sendiri!"

Eris dan River sama-sama berjengit ketika menyaksikan kaca jendela dapur digedor-gedor dari luar. Primrose baru saja kembali, kelihatan panik, memberi gestur memohon-mohon putus asa pada mereka. Eris mencoba beringsut keluar dari bawah meja makan, tapi River dengan sigap menahannya.

"Lepaskan aku!" kata Eris bersikeras.

"Jangan bertindak bodoh!" kecam River. "Kau pikir dia benar-benar datang sendiri?"

"Kalau dia memang berusaha membunuh kita dari tadi," ujar Eris tajam, "kau pasti sudah jadi mayat seperti ayahmu sekarang. Minggir!"

Akhirnya, River mengalah. Eris mencongkel pintu yang ditutup rapat menggunakan obeng yang dipungutnya dari atas wastafel, membiarkan Primrose mengepak masuk.

Elfworld: Kerajaan di Bawah BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang