Chapter 4

735 40 2
                                    

"Hajimemashite, watashi wa Aisyah desu. Yoroshiku onegaishimasu.", aku membungkukkan badan dan memberi salam kepada semua penghuni kelas 2B, kelas baruku.

Kuedarkan pandangan ke seisi kelas, mencoba melihat respon dari teman-temanku. Kebanyakan menatapku dengan tatapan aneh, seperti baru melihat alien turun dari UVO. Beberapa siswi mulai berbisik-bisik dan sesekali cekikikan saat melihatku. Aku bisa menebak apa yang mereka pikirkan.

Sebenarnya dari awal aku sudah bisa membayangkan respon mereka ketika melihatku. Bayangkan saja, seorang siswi baru muncul dengan seragam modifikasi, rok panjang warna coklat , kemeja putih dan dasi berbentuk pita besar berwarna emas, dibalut blazer coklat muda dengan warna senada, dan jilbab warna krem yang menutupi rambut. Tak jauh beda sebenarnya dengan seragam DHS yang asli, Kirishima-sama hanya memodifikasi rokku yang harusnya pendek menjadi panjang, dan menambahkan jilbab berwarna krem, itu saja.

Kalau Rei tidak membutuhkan modifikasi apapun, seragamnya sama seperti siswa DHS lainnya, celana panjang warna coklat, kemeja putih, dasi, dan blazer warna coklat muda. Rei duduk di kelas 2A, sayang aku tidak bisa sekelas dengannya.

"Aisyah-kun, kau bisa duduk disana.", Sato-sensei menunjuk sebuah kursi kosong yang berada di barisan belakang dekat dengan jendela.

"Arigatou gozaimasu.", aku berjalan menuju kursi yang ditunjuk Sato-sensei dengan terus tersenyum, mencoba untuk seramah mungkin. Baru beberapa meter aku melangkah...

"Buugg...", aku terjatuh -sepertinya ada sesuatu yang membuatku tersandung-, dan menyebabkan tasku terlempar jauh. Seisi kelas menertawakanku, mungkin mereka tidak akan berhenti tertawa kalau sensei tidak menegur. Oke, aku anggap ini sambutan yang hangat dari mereka. Ini bukan apa-apa.

Aku membersihkan seragamku yang berdebu dan menuju tasku. Namun, sebelum aku sempat meraih tasku, sepasang tangan mengambil dan membersihkannya.

"Eh? Ryosuke?", aku baru menyadari siapa pemilik tangan itu. Kenapa tadi aku tidak melihatnya, padahal dia duduk tepat di sebelah kursiku. Dia menyodorkan tasku dan berkata lirih.

"Perhatikan langkahmu."

"Eh? Oh, hai'. Arigatou.", aku mengambil tasku dan duduk untuk mulai mengikuti pelajaran.

***

"Teng tong teng tong", jam istirahat telah tiba. Sebagian besar siswa langsung menuju cafetaria untuk mengisi perut yang hampir kosong. Aku pikir kebanyakan siswa SMA akan makan bekal di siang hari, tapi aku lupa kalau ini sekolah super elit.

Aku melirik jam tangan mungil yang melingkar di pergelangan tanganku, sudah masuk waktu zuhur. Aku bergegas menuju toilet dan berwudhu. Baru saja aku melangkahkan kaki keluar dari toilet, suara merdu yang mengelukan asma Allah terdengar di telingaku.

"Allahu Akbar Allahu Akbar...", ini pasti ulah Rei, aku tersenyum, dia benar-benar melakukannya. Kupercepat langkahku menuju asal suara. Beberapa siswa sempat terusik mendengar adzan yang dikumandangkan Rei, namun mereka cukup enggan untuk mencari tahu lebih lanjut.

Aku menuju atap dan melihat Rei tampak menunggu.

"Maaf membuatmu menunggu.", aku menangkupkan tanganku, menunjukkan penyesalan karena membuat Rei melakukan hal yang paling ia benci, menunggu. "Oia, tadi itu kumandang adzan yang indah.", aku mengacungkan kedua jempolku, tulus memujinya. Rei hanya tersenyum. Aku bersiap dan kami pun sholat zuhur berjamaah di atap.

***

Author's POV

"Apa yang kau lakukan disini? Kalau mereka tahu kau ada di Jepang..."

Aisyah dan 7 PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang