Chapter 2

5 0 0
                                    

***

Setelah memberi hormat di hadapan altar, pasangan baru itu diiringi dan dibawa ke kamar pengantin. Rumah baru di halaman utama istana telah dibersihkan jauh-jauh hari. Dihiasi merah, meski tidak berlebihan, masih tampak meriah. Keduanya duduk di sisi ranjang pengantin, dan seorang wanita yang bertugas dalam upacara pernikahan menyerahkan sebuah timbangan emas yang indah: "Silakan angkat tudung pengantin."

Namun, Xiao Zhige hanya menatap sosok di sampingnya, entah memikirkan apa.

Tidak mendapatkan jawaban, senyum wanita itu memudar, lalu dengan hati-hati mengingatkannya, "Yang Mulia?"

Xiao Zhige baru tersadar, meliriknya sejenak dan berkata dengan tenang, "Keluar dulu."

Wanita itu, yang telah mendengar tentang reputasi kejamnya, tidak menampakkan kegembiraan saat melihatnya di kamar pengantin. Ia beranggapan bahwa sang pangeran tidak menyukai pengantin barunya dan tidak berani berkata apa-apa lagi. Ia hanya memberi pandangan simpati kepada An Changqing, meletakkan timbangan emas itu, dan keluar bersama yang lainnya, menutup pintu dengan hati-hati.

Di dalam kamar pengantin, Xiao Zhige tak mengambil timbangan kecil itu, melainkan langsung mengangkat tudung merah yang dirasanya menghalangi pandangan. Ketika melihat bahwa An Changqing tidak berdandan dengan gaya feminin, ekspresi wajahnya melunak. Dia mengernyit, seperti memikirkan sesuatu, dan akhirnya bertanya dengan singkat, "Kau lapar?"

An Changqing memandangnya dengan wajah terkejut. Sebelumnya, dia hanya menundukkan kepala, namun kini ia menatap suaminya dengan lebih hati-hati.

Selama bertahun-tahun hidup bersama Xiao Zhige, ia tidak pernah benar-benar memperhatikan pria yang dalam rumor dikatakan penuh kekejaman ini. Kini, setelah mengamatinya dengan saksama, ia menyadari bahwa pria itu sebenarnya sangat tampan. Saat ini, ia hanya seorang pangeran tanpa hak istimewa, dianggap sebagai pecundang yang hampir kehilangan kesempatan untuk mewarisi takhta. Di mata rakyat, ia dikenal sebagai "dewa pembunuh" yang membantai puluhan ribu jiwa tanpa gentar.

Namun saat ini, An Changqing melihatnya dengan sungguh-sungguh dan menemukan bahwa ia hanyalah seorang pemuda yang rentan. Wajahnya tampak tenang dan serius, namun jauh dari kesan kejam yang bisa membuat anak-anak ketakutan. Alisnya hitam pekat, membentuk garis tajam, dengan pola samar di antara keduanya, rongga matanya lebih dalam daripada orang biasa, dan sorot matanya begitu gelap seperti kolam yang dalam. Hidungnya tinggi, bibirnya tipis, namun ada martabat alami terpancar darinya.

An Changqing tersenyum, mengendurkan alis dan menatapnya penuh penerimaan. Terlepas dari apakah semua ini nyata atau sekadar mimpi, ia ingin mengambil langkah pertama. Dulu, ia terjebak dalam rumor-rumor yang mengurung dirinya dan menyebabkan Xiao Zhige menderita. Kini, ia ingin mencoba untuk memahami pria ini.

Siapa yang dilahirkan dengan sifat kejam? Dulu, kaisar yang dingin dan kejam ini, sebenarnya pernah memiliki sisi lembut, hingga ia bertanya pada sang istri apakah ia lapar setelah upacara pernikahan yang panjang. Hanya saja, orang-orang memilih untuk mengabaikan detail kecil ini.

"Apa kita tak akan minum anggur dulu?" An Changqing menatapnya sambil tersenyum.

Kejutan kembali terpancar di mata Xiao Zhige, seolah ia tak menduga sikap An Changqing akan sehangat itu. Dia terdiam sejenak, kemudian membawa dua gelas anggur: "Baiklah."

Dengan tangan saling bersilang, keduanya meneguk anggur pernikahan, bak sepasang mandarin yang berenang bersama.

Setelah minum, Xiao Zhige berdiri, siap keluar untuk menjamu para tamu. Ketika hendak pergi, ia menoleh dan berkata, "Ada kudapan di dapur. Kalau kau lapar, mintalah seseorang mengambilnya."

The Tyrant's Beloved EmpressWhere stories live. Discover now