Semua terkesan menyeramkan
---
Malam ini rumah Nabila dipenuhi suasana tegang. Beberapa teman Rony dan Paul berkumpul di ruang tamu, masing-masing sibuk dengan laptop dan perangkat yang mereka bawa. Di sudut ruangan, Diman, Galang, dan Renald-sahabat Nabila-terlihat serius mengutak-atik data yang mungkin bisa mengungkap identitas pengirim teror tersebut. Rony dan Paul berdiri tak jauh dari mereka, sesekali melirik layar laptop sambil mencoba mengikuti penjelasan teman-teman mereka, meskipun bidang ini bukan keahlian mereka. Di sisi lain, Ratu, duduk di sofa bersama Nabila, menggenggam tangannya erat.
"Tenang ya Nab, kita berdoa aja semoga mereka bisa nemuin titik terang ya, " kata Ratu, mencoba menenangkan Nabila meskipun ia sendiri terlihat cemas. Nabila tersenyum tipis, meski kecemasan masih tergambar jelas di wajahnya.
"Gue cuma berharap ini semua cepat selesai, Tu. Rasanya capek terus dihantui ancaman kayak gini," Kata Nabila dan diangguki oleh Ratu. Ia sendiri juga ingin semua ini segera selesai, ia tidak tega melihat Nabila terus-terusan ketakutan seperti sekarang ini. Setelah beberapa jam melakukan penyelidikan, akhirnya mereka berhasil mendapatkan petunjuk penting.
"Ron, Ull, coba lihat ini," panggil Galang, menunjuk layar laptopnya.
"Menurut data yang gue temuin ini, orang yang ngirim chat ke Nabila itu ada di sekitar kita. Titik lokasinya juga daerah kampus," Ujar Galang menjelaskan. Rony mendekat, melihat layar sambil mengerutkan alis.
"Jadi, bisa aja kita kenal dong?" Tanya Rony, Renald mengangguk.
"Bukan cuma itu, Ron. Kita tadi cross-check lagi kontak yang pernah ada di ponsel Nabila. Ada satu kontak yang sering stalking medsos Nabila, tapi gak pernah berinteraksi langsung," Jelas Renald, Paul menatap Renald serius.
"Siapa?" Tanya Paul dengan ekspresi berat, Diman akhirnya membuka mulut, "Kayaknya ini... Lea."
Seketika suasana hening. Semua saling menatap satu sama lain, menyadari bahwa nama itu sudah lama terlintas di benak mereka semua, namun tidak ingin menuduh tanpa bukti yang kuat.
"Lea?" bisik Nabila, suaranya terdengar tak percaya. Ia teringat pertemuan terakhir mereka, saat ia dan Rony secara kebetulan bertemu Lea di warung pecel lele beberapa bulan yang lalu.
Pertemuan pertama sekaligus terakhir mereka itu meninggalkan kesan buruk bagi Nabila, karena Lea dengan terang-terangan memeluk Rony di hadapannya, seolah sengaja ingin memancing emosinya. Dan ucapan terakhir Lea masih terngiang jelas di telinganya: "Awas ya loe Nab gue bakal bikin Rony balik lagi sama gue!"."
"Iya sayang, kalau menurut data di laptop Diman ini, Lea sering banget ngestalk akun kamu, kamu ingetkan terakhir kali kita ketemu dia? " ucap Rony dengan nada cemas. Ia mengingat jelas malam itu-bagaimana Lea dengan wajah penuh tantangan mengancam Nabila, tanpa ragu. Paul mengepalkan tangannya, tatapannya mengeras.
"Berarti bener dugaan gue kan? Karena sejauh yang gue tahu, si Lea ini emang masih berusaha buat balikan sama lo Ron, dan dia nganggap adik gue sebagai penghalang." Ujar Paul dengan nada penuh emosi.
Rony menggigit bibirnya, merasa kesal sekaligus bersalah. "Gue gak pernah nyangka Lea bakal ngelakuin hal senekat ini. Kita harus segera nemuin banyak bukti, setelah semua bukti kita pegang, kita temuin dia," Ujar Galang menyela pembicaraan mereka.
"Gue dan Renald tadi sempet coba akses beberapa informasi dari akun-akun palsu yang sering kirim ancaman itu. Kebanyakan akun anonim, tapi satu akun punya nama pengguna yang mirip sama username Lea di platform lain," Ujar Diman menjelaskan temuannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Presma Itu Pacarku
Fanfiction"Akan ku kejar cintamu secara ugal-ugalan, tapi elegan dan gak kelihatan kalau aku yang suka duluan" -Nabila Khansa Sananta