"Alice itu benar benar ada" Yesa tidak percaya, bagaimana gurunya mengatakan bahwa suatu fakta jika teman nya benar benar tidak ada.
Dalam logika Yesa sosok Alice memang nyata, bukan halusinasi dan ia bisa mengobrol dengan nya. Bukan karakter yang dibuat buat dan sosok kehadiran nya menjadi seorang teman.
Seorang teman yang hadir dan mendengarkan segala keluh kesahnya, dia memang nyata dan kalau dia memang tidak ada siapa orang yang menyelamatkan dirinya saat itu dan menceritakan apa yang dialaminya.
Mana mungkin, Yesa masih tidak percaya. Dia membenarkan kalau Alice memang benar benar ada. Gurunya mungkin hanya bergurau saja.
"Alice itu benar benar nggak ada nak"
"Tapi kebersamaan Yesa dengan Alice itu nyata, dia orang yang pertamakali menerima Yesa dengan apa adanya. Alice itu nyata"
"Kalau memang benar benar nyata, ibu boleh bertemu dengan Alice?"
"Boleh saja ibu bertemu dengan Alice tapi saat ini Alice sedang bermain kerumah teman nya"
Kedua tangan memegangi pundak Yesa, guru walikelas itu berusaha meyakinkan dirinya kalau teman yang dikata Yesa itu benar benar memang tidak ada.
Dia tidak bisa membuktikan keberadaan teman nya tetapi dia bisa menunjukkan gambar yang merupakan gambar dari Alice. Sosok Alice yang ia gambar dan ia dapat menunjukkan nya pada guru di sampingnya.
Gambarnya menyerupai orang sesungguhnya, realistis tapi itu tidak benar benar nyata. Yesa tidak suka jika walikelasnya mengatakan bahwa teman nya benar benar tidak nyata yang dimana itu secara langsung merusak kebahagiaan nya. Alice tetap ada, dia nyata.
Dia benar benar nyata walau semua orang tidak dapat melihatnya tapi ia bisa merasakan hadir Alice di sampingnya sebagaimana dia merupakan teman, teman benar benar teman meski tidak nyata pun.
"Itu teman Halusinasi kan? Yesa?"
Yesa menggelengkan kepalanya, "nggak bu, dia itu nyata. Nyata bu! Dia bahkan punya perasaan dan mengerti segala kondisi Yesa, dia yang menemani Yesa saat Yesa kontrol di rumah sakit, ke taman dan Alice... Alice itu ada... dia bisa berbicara dan berpikir. Alice itu nyata!"
Hanyut dalam Imajinasi tanpa bisa membedakan nyata dan tidak. Bisa dikatakan ia mengidap skizofrenia dan obat yang di konsumsinya sepertinya tidak cukup membantu. Guru walikelasnya sudah menduga Yesa akan seperti ini, yang dikatakan muridnya tentang seseorang yang ada di dalam pikiran nya.
Muridnya menyerahkan buku harian yang ditulisnya sebuah rangkuman dari kejadian masalalu dan dikatakan sejak dulu dia benar benar tidak memiliki teman, teman teman nya menjauhi dirinya hanya karena dia tidak mampu secara akademis dan karena sifatnya diam dan penakut ini jadi semua teman di sekolahnya berpastisipasi dalam membully nya.
Walau tidak semua tetapi ada sebagian yang memilih untuk tidak peduli, pikir mereka itu tentu saja bukan urusan nya dalam upaya menolong Yesa karena tidak akan ada yang mau bernasib sama seperti akan dialami oleh Yesa. Lebih baik mereka diam dan tidak peduli.
Gurunya bisa menyimpulkan akibat stress menahan penderitaan nya sendirian sampai pada akhirnya dia mencoba membuat imajinasinya, awal pertemuan Yesa di dalam sebuah gudang mungkin saja itu merupakan desakan untuk seseorang muncul seolah untuk menolongnya.
Secara nalar jika seseorang muncul di dalam ruangan tanpa adanya pintu masuk itu kan mengerikan, dan kemuculan tiba tiba bisa dalam dua arti. Antara dia terjebak ataupun memang desakan dari imajinasinya, pikiran nya sudah kacau dan tidak bisa berjalan dengan semestinya ketika takut dan panik menghampiri.
Sosok Alice muncul dan menjadi awal baru Yesa memiliki teman, dia menganggap lebih dari sekedar teman atau sahabat. Dia juga berkata kalau Alice selalu ikut di sekolah dan menjadi saksi pertama orang melaporkan ketika Yesa mengalami pembully an. Jika memang ada orang asing masuk kedalam sekolah sudah jelas akan dilarang, hanya ada Yesa sendirian tanpa ada seseorang di sampingnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BULLYING.
Teen Fiction"Kapan gue bisa terbebas dari siksaan selama ini" Kerap kali mendapatkan pembullyan dari teman teman dikelasnya membuat merasa bahwa kondisi mentalnya terganggu. Gadis yang hampir merasakan setengah gila akibat tekanan dan trauma yang berulang kali...