09

18 4 0
                                    

Terlalu malas untuk menjawab pertanyaan "kapan?".
-unknown-

 

Aruni menatap sekeliling ruangan yang dipenuhi tepuk tangan meriah. Acara peluncuran alat treatment baru di Jelita Skin Clinic baru saja berakhir dengan sukses. Para tamu, yang terdiri dari artis, influencer, dan pasien setia, tampak antusias mendengarkan Aruni sebagai pembicara utama. Bagi Aruni, ini bukan hanya kesempatan besar untuk berbagi pengalaman, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa ia telah mencapai posisinya dengan kerja keras, meskipun bukan sebagai dokter spesialis kulit.

Bu Ita, pemilik klinik yang selalu menjadi mentor sekaligus pendukung terbesar Aruni, dengan bangga memperkenalkannya kepada para tamu sebagai "dokter estetika terbaik" yang dimiliki klinik. Mendengar kalimat itu, Aruni merasa terharu. Ada rasa bangga yang terselip dalam hatinya meskipun di sisi lain, ia sedikit terganggu oleh kehadiran Pak Lingga, seorang kolega dekat Bu Ita yang terlihat berusaha terlalu akrab.

Setelah acara selesai, Pak Lingga mendekati Aruni dan menawarkan diri untuk mengantarnya pulang. Aruni menolak dengan halus, berdalih bahwa ia membawa mobil sendiri. Sambil mempertahankan senyum sopan, ia berharap bisa segera meninggalkan tempat itu untuk menghindari interaksi yang membuatnya kurang nyaman.

Di parkiran, Aruni mencari mobilnya di antara deretan kendaraan. Namun, langkahnya terhenti saat melihat sosok yang familiar berdiri di dekat mobilnya dengan seikat bunga lily putih. Randi. Keberadaannya di sana benar-benar mengejutkan Aruni. Seketika, benaknya dipenuhi pertanyaan—bagaimana Randi bisa tahu tentang acara ini?

"Selamat, dokter Aruni," sapa Randi lembut, senyum tipis di wajahnya. "Kamu hebat sekali."

Aruni terdiam sejenak sebelum mengangguk dan tersenyum kecil. "Terima kasih," jawabnya singkat, mencoba menahan gejolak emosi yang tiba-tiba muncul.

Randi menjelaskan bahwa ia mengetahui acara ini dari unggahan media sosial Jelita Skin Clinic. "Aku datang dari awal, menyimak seluruh acara," katanya pelan. Tatapannya penuh perhatian, dan meski ia berbicara dengan nada yang hati-hati, ada sesuatu dalam pandangannya yang membawa Aruni seolah kembali ke masa lalu—sebuah masa yang manis namun berakhir pahit.

"Kamu keren banget, tadi aku banyak belajar dari informasi yang kamu sampaikan," ucap Randi tulus.

Hening sesaat, dan kemudian Randi bertanya dengan nada yang sama sekali tidak memaksa, "Ngopi sebentar?"

Aruni menarik napas dalam. "Aku lelah, Randi, acara ini seharian penuh," jawabnya tanpa menatap langsung, berusaha tegas pada dirinya sendiri.

Randi mengangguk pelan, menerima penolakan itu dengan lapang dada. "Baiklah. Selamat malam, Aruni. Hati-hati di jalan."

Saat Aruni memasuki mobil dan meninggalkan gedung, ia tak sengaja melihat ke kaca spion dan mendapati bahwa mobil Randi tetap berada di belakang, menjaga jarak namun tidak pernah berbalik arah. Randi terus mengikutinya hingga ia tiba di depan rumahnya dengan selamat. Perasaan Aruni campur aduk, tersentuh oleh perhatian kecil Randi, namun hatinya mengingatkan untuk tetap teguh pada pendiriannya.

Setelah memarkir mobil, Aruni sempat mengintip melalui jendela, menyaksikan mobil Randi akhirnya berputar arah dan pergi. Di tengah malam yang sepi, Aruni tersenyum kecil, membiarkan dirinya sejenak mengingat kenangan lama yang pernah mereka bagi, sebelum kemudian menarik napas panjang dan menutup lembaran memori itu, bersiap untuk esok hari yang baru.

*****

Aruni memasuki rumahnya dengan perasaan lelah. Bukan hanya lelah karena kesibukan hari ini, tapi juga karena bertemu Randi. Kehadiran lelaki itu kembali dalam hidupnya benar-benar menggoyahkan prinsipnya untuk tidak lagi membuka lembaran lama.

Here I Am AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang