Move itu bukan soal bisa atau ngga bisa, tapi mau atau ngga mau.
-unknown-
Pada hari Minggu, Aruni memenuhi permintaan Selena, temannya yang sedang hamil lima bulan, untuk menemani pemeriksaan kandungan di Rumah Sakit Kasih Bunda Bandung. Selena dan suaminya, yang berprofesi sebagai tentara, sedang menjalani pernikahan jarak jauh sehingga tidak bisa mendampingi Selena saat periksa kandungan. Aruni memahami situasi tersebut dan dengan senang hati bersedia menemani.
Sesampainya di rumah sakit, mereka duduk di ruang tunggu sambil menunggu giliran. Ketika nama Selena dipanggil, mereka masuk ke dalam ruangan dokter. Aruni masih tidak menyadari apa yang akan terjadi sampai dia melihat sosok dokter yang menangani Selena.
"Randi?" ucapnya hampir tak terdengar, seolah tak percaya pada penglihatannya.
Randi menoleh, dan seketika itu ekspresi terkejut tergurat di wajahnya. Namun, ia dengan cepat menguasai diri dan menunjukkan senyum profesionalnya. "Selena, Aruni. Lama tidak bertemu," katanya, seolah-olah ini adalah pertemuan biasa dengan teman lama.
Aruni hanya diam, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Sementara itu, Selena mencoba tersenyum meskipun situasinya terasa canggung. "Iya, Randi. Aruni yang menemani aku hari ini," jawabnya pelan.
Randi mengangguk, beralih pada pemeriksaan dengan sikap yang sangat profesional. Dia mulai memberikan penjelasan terkait kondisi kandungan Selena yang memasuki minggu kedua puluh satu. "Janinnya sehat dan perkembangannya sangat baik. Berdasarkan USG, bayinya berjenis kelamin perempuan, Sel," jelas Randi dengan nada tenang.
Selena terlihat lega mendengar berita baik itu. "Syukurlah, terima kasih, Dokter Randi," ujarnya sambil tersenyum.
Aruni memperhatikan dengan saksama setiap kata yang keluar dari mulut Randi. Meskipun mereka pernah begitu dekat, ia terkejut mendapati betapa asing perasaan yang kini muncul di dalam hatinya. Di sisi lain, dia menyadari bahwa ini adalah kali pertama Selena berkonsultasi dengan Randi. Aruni merasa situasi ini seperti jebakan, entah disengaja atau tidak oleh Selena.
Setelah pemeriksaan selesai, Selena mulai bersiap untuk keluar ruangan. Namun, Randi menghentikan langkah mereka dengan kalimat yang membuat Aruni tegang. "Aruni, bisa kita bicara sebentar?"
Aruni menoleh, enggan namun merasa tidak punya pilihan. "Ada apa?" tanyanya sambil menjaga nadanya tetap datar.
Randi menarik napas sejenak sebelum berbicara. "Aku ingin meminta maaf atas kejadian di apartemen beberapa minggu lalu. Aku tidak bermaksud membuatmu tidak nyaman, terutama saat kamu-"
"Sudah tidak penting," potong Aruni cepat, merasa wajahnya mulai memanas. Ingatannya kembali pada kejadian saat ia datang ke apartemen Randi dalam keadaan mabuk, dipicu oleh suasana hati yang kacau. Randi sempat mencoba bertanya hal-hal pribadi yang sensitif, tapi Aruni tidak mau melibatkan diri lebih jauh.
"Kalau begitu," lanjut Randi dengan hati-hati, "bisa kita bicara di luar nanti? Ada beberapa hal yang—"
"Tidak perlu," Aruni memotong lagi, kali ini dengan nada lebih tajam. "Saya yakin banyak pasien lain yang menunggu. Maka dari itu, kami pamit."
Selena menatap mereka bergantian dengan ekspresi bingung, tidak tahu bagaimana harus bereaksi. "Mungkin kita bisa bicara di lain waktu?" selanya, berusaha mengurangi ketegangan.
Aruni menghindari menatap Randi. Dengan cepat, ia meraih tangan Selena dan keluar dari ruangan itu tanpa menoleh lagi. Di luar, ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri dari gejolak yang melanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Here I Am Again
RomanceAruni Indhira Wardhana memiliki prinsip yang kuat dalam hidupnya: tidak ada yang lebih sia-sia daripada balikan dengan mantan. Baginya, kembali menjalin hubungan dengan seseorang dari masa lalu ibarat membaca novel yang sama berulang kali; jalan cer...