02

113 10 0
                                    

Think it, want it, work for it.
-Unknown-

"Selamat Sore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat Sore..." sapaan Aruni terhenti saat pintu ruang kerjanya terbuka.

Aruni sangat menyukai pekerjaannya sebagai dokter estetika di Jelita Skin Clinic. Mendengar pujian dari pasien yang mempercayai kemampuannya adalah salah satu momen yang paling memuaskan baginya. Namun, tidak hari ini. Kali ini, ia harus menghadapi pasien yang selalu ia hindari.

"Sore, Aruni cantik," sapa Pak Lingga dengan senyum yang menurut Aruni terasa sedikit berlebihan. Aruni melirik sekilas dan memaksakan senyum tipis. Kalau bukan karena Pak Lingga adalah kerabat pemilik Jelita Skin Clinic, pria itu mungkin sudah menerima perlakuan sama seperti Gio—rekan kerja mereka yang pernah mencoba mendekatinya dengan sikap terlalu agresif.

Gio, seorang apoteker yang terkenal playboy, dulu sempat menjadi bahan perbincangan di kalangan karyawan setelah mencoba mendekati Aruni. Memiliki banyak penggemar terdengar menyenangkan bagi sebagian orang, tetapi bagi Aruni, itu kadang membuatnya tidak nyaman. Lingkungan kerja menuntut profesionalitas tinggi, dan Aruni berusaha keras mempertahankan batasannya.

Kalau bukan karena gaji dan cicilan yang masih perlu dilunasi, rasanya ia sudah ingin mengundurkan diri. Aruni tidak pernah menyukai pria yang suka tebar pesona. Pak Lingga sendiri adalah seorang duda dengan satu anak, dan kabarnya pria itu mengincarnya. Para pegawai lain menyebut Pak Lingga sebagai "paket lengkap"—tampan, mapan, dan bergaji besar. Namun bagi Aruni, perasaan tidak bisa dipaksakan, terutama mengingat fakta bahwa pria itu memiliki seorang anak.

Hello? Aku jadi ibu tiri? Mana mau aku! pikir Aruni. Meski mencoba rasional, bayangan negatif soal ibu tiri selalu menghantui benaknya. Tapi Aruni juga menyadari ada sosok-sosok inspiratif seperti Bunda Ashanty atau Zaskia Adya Mecca yang berhasil mengembalikan citra ibu tiri yang baik. Meski begitu, peran itu tidak menarik bagi Aruni saat ini.

"Sore, Pak Lingga," balas Aruni dengan nada setenang mungkin, berusaha menyembunyikan kegelisahan dalam hatinya.

"Lingga saja, Aruni," katanya dengan nada mencoba akrab. Aruni menghela napas dalam hati, berusaha mempertahankan ekspresi netral. Ada sesuatu dalam cara pria itu mengucapkan namanya yang membuatnya merasa tidak nyaman.

"Maaf, Pak Lingga," Aruni tetap menggunakan panggilan formal untuk memberi batas. Ia mengalihkan pandangan ke layar komputernya, pura-pura sibuk. "Ada yang bisa saya bantu hari ini?"

Pak Lingga tertawa kecil. "Ya, saya ingin konsultasi. Kulit wajah saya terasa lebih kering dari biasanya. Mungkin karena cuaca," ujarnya sambil mendekat ke meja Aruni, mengabaikan upayanya untuk menciptakan jarak.

Sebagai dokter estetika, ini bagian dari pekerjaannya. Namun, perasaan risi tak mudah diabaikan. Aruni tahu betapa Pak Lingga sering mencari-cari alasan untuk bertemu dengannya. Entah kebetulan atau disengaja, pria itu kerap muncul dengan keluhan yang tampak dibuat-buat.

Here I Am AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang