Bab 18

34 4 0
                                    

"HAH?!"

"Tunang? Dengan siapa? Bila?"

Suara jeritan Diandra bergema. Persoalan demi soalan silih berganti memenuhi lautan fikirannya. Dia tidak perlu gundah tentang itu kerana jejaka pilihan kakaknya sudah tentu istimewa membuatkan kakaknya yang satu itu bersetuju menerima.

Diesra kematian bicara. Dia tidak percaya apa yang didengarinya—kakaknya yang satu itu, yang sentiasa tegas dan memilih, akhirnya berkata ‘ya’ kepada seorang lelaki?

Namun, Eshal tetap berwajah tenang, seolah-olah tiada sebarang berita luar biasa yang baru saja diumumkan. Soalan bertubi-tubi Diandra langsung tidak menggugat ketenangannya.

"As for your schooling," Eshal memotong keheningan, suaranya tegas bagaikan ukiran pada batu,

"I’ve decided both of you will be homeschooled."

"WHAT? NO!" Jeritan Diandra kali ini lebih kuat, tubuhnya melenting dari sofa empuk, ibarat disentap dari mimpi ngeri. Matanya membulat, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

Anehnya, Diesra hanya duduk diam, tidak membantah seperti biasa. Kali ini, dia kelihatan reda—pasrah atau suka, mungkin. Siapa tahu?

"Esra, what about you?" soal Eshal, pandangannya beralih pada kembar kedua.

"Ma fi musykilah,"
(No problem)

jawab Diesra dengan nada santai.

"But why?" Diandra mencelah, suaranya terketar-ketar menahan geram. “How can we make friends if we're homeschooled?"

"Cikgu korang kali ni orangnya tegas," Eshal memintas, senyuman sinis terukir di bibirnya, "Supaya tak ada lagi ponteng kelas atau main-main. Esra, am I right?"

Diesra segera tunduk, jelas kelihatan gelisah. Dia tidak menyangka rahsianya sudah terbongkar.

"Not me lah," Diandra mencebik sambil menjeling kakaknya. Seekor kerbau membawa lumpur, semuanya habis terpalit.

“Kau ingat kau bagus sangat?"

“Bagus dari kau!"

"Cukup!" potong Eshal dengan satu gerakan tangan, pandangannya tajam seperti helang. "You both will also have a ‘kelas agama’."

"Ugh, I can't stand how boring ‘kelas agama' is," Diesra merungut, suaranya malas, ibarat burung yang kehabisan kicauan.

Eshal menyilangkan tangan di dada, wajahnya berubah tegang. "I don't want to go to hell. I may not be the best in teaching you about deen, but at least I'm trying. Unlike you, who just keeps complaining," Setiap kata yang terluah bagaikan tembakan bertubi-tubi, membuat Diesra tergamam.

"But... why so sudden?" Diandra masih belum mengalah, mencari ruang untuk mempersoalkan.

"Guru agama kau orang tu bukan guru yang sama mengajar homeschooling," Eshal menjelaskan, nada suaranya merendah namun penuh maksud, "He’s someone special—soft-spoken, yet firm. Kau orang berdua pasti akan belajar lebih banyak dari dia."

"He? Wait, so he's a guy?" Mata Diandra membesar. "Oh my God... Kak, don’t tell me you got us some old-fashioned ustaz hok bekeng-bekeng¹?"

Eshal hanya mengangkat kening, bibirnya mengukir senyuman tipis. "No. He’s nothing like that. In fact, he's young, charming, and very... charismatic."

"Wow... First time la dengar kak muji ore jate²," bisik Diandra dengan nada teruja, matanya berkilauan, seolah-olah dia baru menemui harta karun.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: a day ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Al-Asraar : His Flower from ParadiseWhere stories live. Discover now