34. You Have Me

235 18 2
                                    

Trigger Warning - This story will
contain instances of violence, sex and inappropriate language.

===================================

Dia mencondongkan tubuhnya, bibirnya menyentuh kulit sensitif di bawah telingaku. "Kegiatan semalam tidak cukup, masih banyak lagi yang ingin kulakukan dan ingin kujelajahi. Jadi," tambahnya, tangannya bergerak untuk mengacak-acak rambutku. "Kita akan mulai dengan membawamu ke tempat tidur."

"Kau?! Yang benar saja! Aku masih perih bekas kegiatan semalam," protesku sedikit panik.

Julius terkekeh lagi, suaranya seperti gemuruh pelan, bibirnya hanya berjarak beberapa milimeter dari bibirku. "Aku akan bersikap selembut mungkin. Aku perlu merasakanmu bergetar di bawahku. Rasa gatal yang harus kugaruk, hasrat yang harus kupuaskan."

Kata-katanya membuatku merinding, jantungku berdebar kencang. Ada sesuatu tentang kekasaran, urgensi hasratnya yang menakutkan sekaligus menggoda. Aku bisa merasakan tubuhku merespons sentuhannya, meskipun rasa sakit masih kurasakan dari aktivitas semalam. Dia tampaknya merasakan aku mengalah, cengkeramannya padaku semakin erat.

"Bagus," gumamnya, bibirnya bergerak-gerak di atas bibirku. "Jangan melawan. Percaya padaku. Aku akan membuatmu merasakan kenikmatan."

Tangan Julius bergerak dengan tergesa-gesa seperti orang panik saat dia membuka kancing kemejaku, yang semakin memperlihatkan kulitku. Bibirnya ada di mana-mana sekaligus, mencium dan menggigit mulutku, leherku, tulang selangkaku, meninggalkan jejak bekas merah dan panas. Tubuhnya menekan tubuhku, berat badannya membuatku terjepit di jendela saat dia terus menanggalkan pakaianku dengan hasrat yang membara dan hampir liar.

Dengan setiap sentuhan bibirnya, setiap gesekan giginya di kulitku, aku bisa merasakan tubuhku bereaksi, perlawananku luluh di bawah gempuran hasratnya. Pemandangan laut di belakang kami sirna oleh kabut nafsu dan kebutuhan, fokusku menyempit pada tekanan tubuhnya di tubuhku dan rasa tangannya saat terus menjelajahi kulitku yang memanas dengan cepat.

Dia menyingkirkan kemeja itu dari bahuku, membuangnya sembarangan ke lantai. Tangannya menjelajahi kulitku yang telanjang dengan bebas, sentuhannya kasar dan posesif, seolah-olah dia mencoba menguasai setiap inci tubuhku. Dia menarikku lebih dekat, tubuhnya menjepitku ke jendela, bibirnya kembali menciumku dalam ciuman yang panas dan penuh nafsu.

Tangannya menemukan pinggang celanaku, jari-jarinya menariknya ke bawah hingga terlepas. Dia kemudian menemukan kaitan bra-ku, meraba-raba sejenak sebelum akhirnya juga melepaskannya, kain itu bergabung dengan tumpukan pakaian yang terbuang di lantai.

Tangannya bergerak ke payudaraku, menangkupnya di telapak tangannya, membuatku terkesiap. Sentuhannya semakin mendesak, gerakannya semakin putus asa. Dia kemudian mengangkatku, tangannya mencengkeram pahaku dan membawaku melintasi ruangan, menurunkanku ke tempat tidur dengan mudah dan hampir brutal. Dia mengikutiku turun, tubuhnya menutupi tubuhku, matanya menatapku dengan hasrat posesif yang kuat.

Dengan satu tarikan tangannya, Julius melepaskan kaos dari tubuhnya dengan mudah. Sementara aku membantunya membuka ritslesting celananya.

Dada telanjang Julius adalah kanvas otot keras dan kulit kencang, ditandai dengan beberapa bekas luka yang hanya menonjolkan kejantanannya yang kasar. Saat celananya bergabung dengan tumpukan pakaian yang semakin banyak di lantai, aku meluangkan waktu sejenak untuk mengusap tubuhnya, jari-jariku menelusuri tonjolan ototnya, membuatnya mengeluarkan geraman rendah dan parau. Tubuhnya menegang sebagai respons terhadap tanganku yang menjelajahi tubuhnya. Matanya tidak pernah lepas dari mataku, tatapannya menatapku tajam saat dia melihat jari-jariku meluncur ke perutnya sebelum mengaitkannya ke karet celana boxernya.

JuliusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang