*Adegan ini sebelum Sihab kumpul bareng Velmosz.
DI tengah derasnya hujan pada malam ini, dengan suara televisi yang mengisi keheningan malam ini, dan juga dengan dua mangkuk berisik mie instan yang terlihat menggugah selera.
Di ruang tengah yang hanya diisi dengan keberadaan mereka bedua, mereka berbincang soal kegiatan yang mereka lakukan baik hari ini maupun kemarin. Dengan menghabiskan semangkuk mie yang ada di hadapan mereka saat ini.
Sudah menjadi kebiasaan Shafina dan Tasha untuk berbagi cerita, itung-itung memperdekat ikatan persaudaraan. Shafina juga tak bosan-bosan menceritakan soal Ehan pada adik perempuannya itu, sampai-sampai Tasha pun dibuat muak mendengarnya. Dasar bucin!
Sementara apa yang diceritakan Tasha tak jauh dari kegiatan sekolah dan kegiatan ekskulnya. Baik menceritakan tentang lingkup pertemanannya atau pun tugas-tugas sekolah yang sudah cukup menumpuk. Tasha ceritakan pada Tetehnya itu dengan frutstasi.
Keadaan sudah cukup sepi. Hanya ada mereka berdua yang belum tidur, sementara Mama sudah terlelap lebih dulu, sudah berada di dalam kamar dengan selimut yang menutupi setengah badannya.
Kalau soal Papa, ia memang selalu pulang larut malam. Selalu pulang dengan wajah lelah karena seharian bekerja. Jadi, jarang bagi mereka berbagi waktu dengan Papa, yang ada hanya ada kecanggungan diantara mereka.
"Jadinya produk apa yang bakal kamu buat?"
Pertanyaan Shafina membuat Tasha lagi-lagi menghela napas. Sebelumnya Tasha cerita kalau saat ini ia sedang menjalani tugas pkwu dengan membuat sebuah produk makanan. Dengan Shafina yang bertanya seperti itu, Tasha kembali terpikirkan oleh tugas yang membuat uangnya terkuras habis Karena memang ia belum terpikirkan apa-apa.
"Belum tau aku, Teh. Kelompok aku masih mikir-mikir gimana cara bikin makanan enak, nggak nguras banyak uang, tapi dijual mahal!" jawab Tasha.
Shafina tertawa. "Emang ada? Kalau mau jual makanan enak tapi mahal mah modalnya juga harus lumayan, Sha."
"Anak sekolah mana yang uang jajannya gede, Teh?" tanya Tasha, mencibir kesal.
"Pacar Teteh pas jaman sekolah uang jajannya gede tau"
"Teteh, stop! Aku bosen tau denger teteh cerita soal pacar teteh terus! Mie yang baru aja aku makan bisa aku muntahin nih." cibir Tasha, melirik sebal sang kakak.
"Gue getok ya pala lo, Natasha!" balas Shafina seraya menunjuk Tasha dengan sendok yang ia pegang.
Tasha terkekeh. Kemudian bola matanya membulat menatap Shafina begitu ia ingat sesuatu. "Oh iya, Teh. Aku udah kenal tau sama anak yang dipukulin sama abangnya waktu itu."
Ucapan Tasha membuat Shafinya berhenti mengunyah. Ia menatap Tasha kaget dan buru-buru menelan mie yang sedang ia kunyah itu. "Aldrich?" tanya Shafina.
"Iya, adiknya pacar teteh yang teteh bilang ke aku." Tasha mengangguk, mengingat ucapan Shafina yang sebelumnya memberitahunya bahwa sepertinya Aldrich itu adalah adiknya kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIFKI: 17 Tahun Bersama Abang
Teen FictionAldrich Rifki Adnandi, lelaki yang hidup dengan beribu kesengsaraan, didampingi keenam kakak laki-laki yang enggan menganggap ada dirinya. Ia selalu bertanya, di manakah letak kesalahannya karena lahir dan hidup di dunia yang penuh dengan pegkhianat...