Hai hai semuanya....
Selamat membaca cerita ku yaaa....(๑•﹏•)
"Titip salam buat calon Ayahnya Naren ya Bun."
----------------
"Kamu ini.. pergi sana!" Usir Bunda Ziva dibarengi senyuman dan kekehan kecil.
"Bye bye Bunda!!" Naren melajukan motornya menjauh dari kantor tempat Ziva bekerja.
Merasa Naren sudah tidak lagi terlihat, Ziva berjalan memasuki kantor. Sesekali menyapa dan membalas sapaan. Ziva berhenti didepan meja resepsionis setelah mendengar namanya dipanggil.
"Bu Ziva, disuruh Pak Arvin ke ruangannya." Ujar salah satu resepsionis bernama Lara
"Sekarang?"
"Iya" Konfirmasi Lara.
"Oke, makasih" Ziva melayangkan senyuman.
"Sama-sama Bu." Ucap Lara.
Ziva meninggalkan area resepsionis menuju keruangan Arvin.
"Bucin banget ya CEO kita.." Ucap Lara senyum membayangkan CEO nya yang terlampau bucin dengan Ziva."Iya, kira-kira mereka mau ngapain ya.." Ujar Desi yang juga menjabat sebagai resepsionis.
"Jangan-jangan..." Lara memelankan suaranya
"Ngajak Nikah/Ngajak pacaran" Serentak Lara dan Desi.
"Ih kok bisa samaan." Serentak mereka lagi. Lara dan Desi sama-sama heran.
"Lah samaan lagi" dan lagi. Lara dan Desi setelahnya berpelukan karena merasa mereka terlalu kompak dan serasi.
"Aduh.." Ringis Lara dan Desi setelahnya langsung melotot tak percaya.
"Udah-udah fokus kerja.." Ucap mereka serentak lagi dan lagi.
"ih kok keterusan..!" Serentak kesekian kalinya.
Ziva kini duduk didepan atasannya. Marvin terlihat tengah menandatangani beberapa dokumen tebal. Ziva merasa bosan karena dirinya sudah 15 menit duduk berdiam diri tanpa adanya obrolan, hanya melihat pria didepannya tengah menari-narikan pulpennya diatas kertas.
"Pak, apa yang mau dibicara" Ucapan Ziva terpotong dengan pernyataan yang keluar dari mulut Marvin.
"Menikahlah denganku."Ucap Arvin serius sambil membuka kotak cincin yang ia keluarkan dari jas.
"Saya permisi kembali keruangan saya." Ziva bergegas keluar dari ruangan Marvin dengan perasaan yang marah. Menurutnya, lelaki terlalu mudah untuk menyatakan perasaan bahkan disaat mereka belum memastikan apakah perasaan mereka sungguhan atau hanya cinta sesaat.
Sesampainya diruangan, Ziva langsung memulai pekerjaan yang menumpuk. Mengerutkan alisnya merasa terganggu dengan berbagai pertanyaan dari Rina.
"Kakak kemana aja? Kok lama? Darimana? Habis jumpai seseorang ya? Siapa? Jangan-jangan Pak CEO? Kakak ngobrol apa aja? Kakak dilamar ya? Atau diajakin nikah? Atau jangan-jangan ki-"
"Rina, saya sudah mengurus pertukaranmu dengan karyawan sebelah. Besok silahkan ambil seluruh barang kamu setelahnya pindah keruangan sebelah."
"Kak, kak. Masa gitu sih? Kak? Masa Rina dipindahin si-"
"Kembali ketempatmu atau-"
"Iya-iya..."
Melihat Rina yang sudah duduk di tempatnya, Ziva menghela nafas. Setelahnya melanjutkan lagi pekerjaan yang tersisa. Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, saat nya bagi para pekerja untuk makan. Ziva sendiri belum beranjak dari singgahsananya, ia masih menunggu Rina yang dilihat-lihat tengah kesusahan.
YOU ARE READING
Ziva Anastasia
Fanfic"Cocoknya Bunda sama siapa?" Tanya Bunda Ziva. "Nikahnya? Sama Om Asin juga gapapa." Jawab Naren Lets go dibaca....