Malaikat Kecilku

2 0 0
                                    


Hai hai semuanya....
Selamat membaca cerita ku yaaa....

(⁠๑⁠•⁠﹏⁠•⁠)


tidur bersama Naren.

--------------


Malam ini Ziva tidak bisa tidur. Ia memilih berjalan menuju lemari untuk mengambil album mini yang ia simpan di laci dalam lemari. Didalam album itu terdapat foto-foto Naren sewaktu kecil. Dahulu ia sering mencuci foto Naren karena mengingat Handphone miliknya yang pasti tidak dapat menyimpan semua foto-foto Naren. Foto Naren ketika menangis, tertawa, tidur, makan, jatuh, berlari, melongo, dan banyak lagi. Semua ekspresi Naren sebisa mungkin Bunda Ziva foto. Selain di ingatannya, album ini juga menjadi saksi pertubuhan Naren. Album ini juga ia membuatnya sendiri dengan menggabungkan beberapa kertas bekas lalu menjahitnya menjadi satu. Untuk menempelkan foto itu kadang ia menghekternya kadang juga ia lem.
Terus-menerus melihat foto Naren. Mengelus serta menghalau beberapa air mata yag hendak terjun.

Kriett

Bunda Ziva dikagetkan dengan keberadaan Naren yang berjalan memasuki kamarnya. Dengan ekspresi ingin menangis Naren berucap "Bundaa.... Om Arvin ngoroknya ngeri banget." Naren menghampiri Bunda Ziva lalu memeluknya.

"Aneh Bun... masa habis suara babi lanjut ngeluarin suara serigala." Naren berjalan menaiki kasur lalu merebahkan tubuhnya.

"Hahaha.. kecapean kayaknya." Ujar Bunda Ziva menghampiri Naren setelah meletakkan album ke asalnya.

"Naren tidur sini ya Bun." Pinta Naren memeluk Bunda Ziva yang kini sudah berbaring.

"Iyaa" setelahnya Bunda Ziva bersenandung kecil sembari mengelus surai Naren.

Nina bobo
Oooh Nina bobo
Kalau tidak bobo
Digigit nyamuk

Anakku sudah tumbuh besar tanpa sosok Ayah. Anak tampan ku tumbuh begitu cepat. Anakku akan memiliki keluarga baru dengan pasangannya. Anakku akan meninggalkanku atau akan menetap disini dengan istrinya? Dahulu anakku tertidur setelah mendapatkan penolakan akan perasaannya kini anakku tertidur setelah beradu tinju.

Orang-orang melihat anakku 80% berandal. Mau bagaimana pun dia tetap anakku, malaikat ku. Apapun perkataan buruk kalian mengenai anakku, dia tetap anakku. Aku yang membesarkannya, bukan kalian. Aku yang melahirkannya, bukan kalian.

Malaikat kecilku, tidurlah dengan nyenyak didalam pelukan ibumu ini.

Pukul 6 pagi di hari Jum'at. Bunda Ziva tengah duduk di meja makan menunggu kedatangan Naren dan Arvin. Ia sudah selesai memasak dengan menu tumis kangkung dan sambel teri yang kini sudah tersusu rapih di atas meja. Bunda Ziva tidak hanya duduk diam saja, ia terlihat fokus dengan buku-buku di hadapannya. Kemarin sangking lelahnya, Naren sampai tidak sempat mengerjakan tugasnya. Tinggal 1 mapel terakhir setelahnya selesai dibarengi kedatangan Naren dan Arvin dengan muka bantal dan rambut yang basah. Bunda Ziva juga sudah membuat total 200 kue, ia sengaja bangun pukul 3 subuh agar tidak terlau terburu-buru. Selain membuat kue, ia juga melaksanakan hal wajib yaitu shalat subuh.

"Pasti ga mandi. Dasar laki-laki." Ucap Bunda Ziva ynag dibalas kekehan oleh Naren dan Arvin

Setelahnya mereka makan bersama-sama. Banyak topic pembicaraan disaat sarapan sedang berlangsung. Sebenarnya bagi Arvin hal itu baru di rasakannya, selama ini ia makan tidak sambil berbincang. Orang tuanya menerapkan kebiasaan itu. Sarapan yang hampir selesai kini tertunda karena suara ketukan pintu dari luar rumah.

Tok Tok Tok

"Naren coba cek." Perintah Bunda Ziva

"Oke Bunda" Naren berjalan ke pintu lalu membukanya. Terlihat seorang pria tampan berjas hitam tengah membawa totebag.

"Njir Bun. Ada Om ganteng..." Ujar Naren kegirangan. Setelahnya berjalan cepat kearah sang Bunda.
"Cocok banget Bun jadi Ayahnya Naren." Ujar Naren tanpa menyadari perubahan ekspresi Arvin.

"Siapa sih?" Tanya Bunda Ziva sambil celingak-celinguk masih tidak mengetahui siapa yang mengetuk pintu rumahnya.

"Bodyguard saya." Ucap Arvin datar sambil beranjak menuju ke arah bodyguarnya.

"ini Bos pakaian yang Anda minta." Pria berjas hitam itu menyerahkan totebag di genggamannya. Tak lupa sambil menundukkan kepala.

"Hmm..."
"Mulai besok kamu tidak kerja dengan saya lagi." Ucap Arvin menatap tajam kearah pria didepannya.

"Bos-"

"Kamu saya pecat."
"Pesangon kamu akan di transfer sekertaris saya." Ujar Arvin lalu berjalan masuk meninggalkan pria yang kini berstatus mantan bodyguard?

"OM MAU JADI AYAHNYA NAREN GAK?" Teriak Naren bertanya kepada pria berjas yang hendak pergi.

"MAU!!" Teriak Arvin mengabaikan ekspresi shok dari manusia disekelilingnya.

Pukul 7.23 pagi ketiga manusia itu kini berada di luar rumah menghantar salah-satunya yang akan pergi. Arvin memutuskan untuk pulang karena ia diberi pesan oleh pekerja yang ada dirumahnya kalau ibunya sudah tiba. Bunda Ziva dan Naren senantiasa menunggu Arvin sampai tidak terlihat.

"Saya pamit ya... Nanti saya balik lagi." Arvin berucap sambil bergerak seperti ingin memeluk Bunda Ziva.

"Ngapain!? Itu mobil jemputanmu udah datang." Ujar Bunda Ziva membuat semua perhatian beralih kearah mobil sport yang berhenti didepan mereka. Awalnya ia Cuma bercanda dan tak percaya kalau itu mobil jemputan Arvin. Tapi setelah melihat seorang pria dengan pakaian sama seperti pria yang Arvin bilang bodyguard nya kini tengah membukakan pintu untuk Arvin.

"Kak Ziva, Terimakasih udah menampung aku." Ucap Arvin. Sebelum masuk kedalam mobil Naren Salim kepadanya.
"Dadah Naren. Assalamualaikum Kak." Ujar Arvin dengan melambaikan tangan ke Naren yang juga ikut melambaikan tangan.

"Waalaikumsalam" Sahut Ziva dan Naren.

Mereka berjalan memasuki rumah setelah Arvin tidak lagi terlihat. Itu adalah salah satu etitut yang Bunda Ziva ajarkan ke Naren. Mungkin bukan Bunda Ziva saja, mungkin kalian di ajarkan juga untuk bersikap seperti itu. Bunda Ziva berharapnya sih begitu.

Mau sejenius apapun dirimu kalau tidak punya etitud, NOL!!

Bunda Ziva kini tengah menonton TV sambil menunggu Naren yang sedang mandi. Suara nyanyian Naren lebih mendominasi dibandingkan suara TV. Mau flashback gak?

Flashback

Seorang wanita berusia 17 tahun tengah bertaruh nyawa di atas brankar puskesmas. Tarik nafas lalu hembuskan terus ia lakukan dengan air mata yang terus mengalir. Perut yang awalnya besar perlahan mengecil akibat Satu bayi yang kini hampir sepenuhnya keluar dari perutnya. Tidak ada yang menemaninya. Keluarga, sanaksaudara, maupun tetangga. Yang ada hanya dokter dan suster yang terus memberikan kata-kata semangat.

"Bu masih kuat kan. Masih ada satu bayi lagi."

"Ke-Huh kembar dok?"

"Iya Bu. Tarik nafas ya Bu, ikuti arahan saya."

Jam 4 subuh wanita itu melahirkan sang anak. Ia berjalan tertatih-tatih ke puskesmas yang masih buka. Tanpa bantuan siapapun ia berjuang demi kelahiran anaknya.
Peluh yang terus mengalir di kening yang kini bercampur air mata tidak membuatnya putus asa. Dokter terus meyakinkannya kalau semua ini akan berhasil.

Ya, berhasil.

Kedua anaknya telah lahir dengan selamat. Raut bahagia ia berikan kepada si kembar. Anaknya yang duluan lahir lebih pendiam sedangkan sang adik kini tengah menangis dengan sangat kencang.

Suara berisik lambat-laun terdengar dari lorong puskesmas. Banyak orang berlari sambil menangis. Ternyata mereka para tetangga si wanita yang baru melahirkan. Dokter membawa si kembar menghampiri warga.




Hehehehe

Terimakasih sudah membaca cerita ku.❤

Jika kalian ingin memberikan saran maupun kritikan, saya persilahkan.

Kritik...👉🏼

Saran...👉🏼

Ziva AnastasiaWhere stories live. Discover now