Hai hai semuanya....
Selamat membaca cerita ku yaaa....(๑•﹏•)
"Tadi Om Asin chat Naren."
---------------
"Om Asin ngirim beberapa foto motor. Terus ngirim pesan 'Mau yang mana? Pilih aja' gitu pesannya" Bunda Ziva langsung mengerti maksud dari cerita Naren. Ia sering juga melihat teman-teman anaknya yang pergi kesekolah menggunakan motor besar yang Bunda Ziva yakin harganya sangat-sangat mahal. Sedangkan Naren menggunakan motor matic tua.
"Jujur Naren pengen banget Bun sama salah satu foto motor yang dikirim Om Asin. Tapi Naren tau diri buat nolak tawaran Om Asin. Foto motor yang dikirim kelihatan mahal. Kita juga bukan siapa-siapa Om Asin sampai-sampai dikasih motor. Om Asin Kasih Naren HP itu udah lebih dari cukup, berlebihan malah." Bunda Ziva tidak habis fikir dengan atasannya. Segampang itu kah membeli barang mahal? Ia rasa untuk seorang Arvin mungkin mudah, tetapi untuknya mungkin butuh waktu puluhan tahun.
"Nanti Bunda beliin, berapa emang harganya? Kayak mana motornya?" Sejujurnya Bunda Ziva sudah tahu seperti apa motor yang dimaksud Naren. Ia yakin pasti tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki teman-teman Naren. Motor besar dengan harga ratusan juta.
"Bagus Bun. Motor gede, kayak punya temennya Naren." Nah kan, Sepertinya mulai sekarang Ziva akan lebih giat dalam mencari uang.
"Nanti Bunda beliin." Ujar Bunda Ziva mantap
"Bunda jangan maksain, Naren juga ngerasa ga terlalu butuh motor itu. Lagian motor Bunda masih bagus." Hei Naren, Bunda mu ini sangat mengerti dirimu.
"Lihat nanti aja deh. Intinya kamu fokus sekolah dulu." Bunda Ziva beralih mengelus surai Naren.
"Sekarang gantian Bunda yang bertanya."
"Kalau Bunda Nikah, boleh gak?" Bunda Ziva menghentikan elusannya ketika Naren mendongak melihatnya."Boleh, jujur Naren juga pengen ngerasain punya Ayah."
"Bunda jangan langsung masukin ke hati perkataan Naren, oke?!" Dapat Bunda Ziva lihat Naren menatapnya dengan penuh harap."Kalau Bunda merasa keberatan untuk menikah, Naren sarankan jangan menikah. Naren mau, kita bahagia bersama bukan cuma Naren doang." Bunda Ziva tersenyum mendengar perkataan yang keluar dari mulut Naren.
"Cocoknya Bunda sama siapa?" Tanya Bunda Ziva.
"Nikahnya? Sama Om Asin juga gapapa." Jawab Naren
***
"HUACHIM!! AACHIIM" Seorang pria bersin dengan sangat dahsyat. Pria itu Arvin, yang tengah fokus dengan dokumen dihadapannya. Jari-jarinya ia gerakkan untuk mengelus meja, mengecek kebersihan, yang ternyata tidak ada sedikit pun debu yang terlihat ataupun menempel di jarinya.
"Brengsek siapa nih yang lagi ngomongin gue!!" Arvin meremat berkas yang sedang ia baca, mengabaikan seberapa pentingnya isi yang tertera diberkas itu."AAaah pasti Kak Ziva sama Naren lagi ngomongin aku..."
"....Ga jadi deh balik ke perusahaan utama." Arvin tersenyum, membayangkan Naren yang membangga-banggakannya didepan Ziva yang merespon dengan senyuman. Kalau Rendra melihatnya, pasti ia langsung di cap orang gila.
"Naren, saya mengandalkanmu!" Arvin menggangkat kepalan tangannya ke atas. Setelahnya bergegas menghubungi Rendra untuk membatalkan kepergiannya.***
"Kok gitu?" Bunda Ziva bingung, kenapa harus pria itu sih?
"Cowo mana lagi yang dekat sama Bunda? Gaada. Teman Bunda cewe semua, itupun Cuma tante Rina." Kalau dipikir-pikir, benar juga perkataan Naren. Tapi, sejak kapan ia berteman dengan atasannya? Dan SEJAK KAPAN IA DEKAT DENGAN ARVIN? Ia rasa tidak pernah tuh.
YOU ARE READING
Ziva Anastasia
Fanfiction"Cocoknya Bunda sama siapa?" Tanya Bunda Ziva. "Nikahnya? Sama Om Asin juga gapapa." Jawab Naren Lets go dibaca....