S2~Cahaya di ujung takdir

1 1 0
                                    

Pagi di Aethir terasa berbeda. Udara membawa kehangatan yang tak biasa, dan sinar kristal abadi memancarkan warna baru, semburat ungu dan perak yang seakan melukiskan takdir yang belum selesai. Ayla dan Kael berdiri di balkon istana, menikmati pemandangan negeri yang mereka cintai. Namun, hati mereka terusik oleh sesuatu yang tak terlihat, sesuatu yang terasa dekat namun sulit untuk dijelaskan.

“Kael, apakah kau merasa... ada sesuatu yang berubah?” Ayla bertanya pelan, memandangi kristal yang berkilauan di kejauhan.

Kael mengangguk. “Aku merasakannya juga. Seperti ada panggilan lain, tetapi lebih lembut—seolah menunggu kita untuk menemukan jawabannya sendiri.”

Mereka terdiam sejenak, hingga Elara muncul dengan membawa berita yang mengganggu kedamaian pagi itu. “Ayla, Kael, aku baru saja menerima laporan dari utara. Ada kejadian aneh—tanah yang dulunya subur kini membeku. Penduduk desa mendengar bisikan asing di malam hari.”

“Bisikan?” Ayla mengerutkan kening. “Bisikan seperti apa?”

“Suara-suara yang menyebutkan nama kalian,” jawab Elara. “Seolah-olah sesuatu sedang memanggil kalian ke sana.”

Kael meraih pedangnya, yang kini menyatu dengan energi kristal. “Kalau begitu, kita tidak bisa mengabaikannya.”

---

Perjalanan menuju utara membawa mereka melewati hutan yang mulai memudar dan sungai yang membeku tanpa alasan. Ketika mereka tiba di desa yang dimaksud, suasana begitu sunyi hingga terasa mencekam. Penduduk bersembunyi di rumah-rumah mereka, wajah-wajah mereka dipenuhi ketakutan.

Di tengah desa, ada sebuah pohon tua yang tampak mati, tetapi anehnya, dari batangnya memancar cahaya ungu redup. Ayla mendekati pohon itu dengan hati-hati, merasakan energi yang familier namun berbeda.

“Tunggu,” kata Kael, menarik Ayla mundur ketika tanah di sekitar pohon mulai retak. Dari celah-celah itu, muncul sosok seorang wanita yang tubuhnya seperti bayangan, tetapi matanya memancarkan cahaya terang.

“Kalian akhirnya datang,” suara wanita itu bergema lembut, namun mengandung kekuatan besar. “Aku telah menunggu kalian.”

Ayla berdiri tegak. “Siapa kau, dan mengapa kau memanggil kami?”

Wanita itu tersenyum samar. “Aku adalah penjaga akhir dari takdir kalian. Aku adalah yang terakhir dari para pelindung dimensi. Cinta kalian telah menyatukan dunia, tetapi masih ada satu tugas terakhir yang harus kalian selesaikan.”

“Dan apa itu?” Kael bertanya.

“Memilih,” jawab wanita itu. “Takdir tidak bisa dipaksakan, bahkan oleh cinta. Kalian harus memutuskan, apakah ingin terus melindungi semesta, atau menyerahkan tugas ini kepada generasi berikutnya.”

Ayla dan Kael saling berpandangan. Pilihan itu terasa lebih berat dari apa pun yang pernah mereka hadapi.

---

Wanita itu mengulurkan tangan, dan dari telapak tangannya muncul dua benda bercahaya—sebuah kristal kecil yang memancarkan warna biru, dan sebuah bunga emas yang memancarkan cahaya hangat.

“Kristal biru ini melambangkan komitmen kalian untuk terus melindungi keseimbangan semesta. Namun, itu berarti kalian tidak akan pernah bisa menjalani hidup yang sepenuhnya normal. Selalu ada panggilan, selalu ada tantangan,” katanya. “Bunga emas ini melambangkan cinta abadi kalian, tetapi dengan itu, kalian harus menyerahkan tugas ini kepada yang lain. Kalian akan hidup damai, tetapi hanya sebagai pasangan biasa.”

Ayla memandang benda-benda itu dengan bingung. “Mengapa harus memilih? Bukankah kami bisa memiliki keduanya?”

“Takdir tidak bekerja seperti itu,” jawab wanita itu lembut. “Kalian memiliki kekuatan, tetapi kekuatan itu harus diarahkan. Dunia membutuhkan pemimpin, dan cinta membutuhkan ruang untuk tumbuh. Pilihlah dengan hati-hati.”

---

Malam itu, Ayla dan Kael berkemah di dekat pohon tua, merenungkan pilihan mereka. Kael menatap langit berbintang, lalu beralih menatap Ayla. “Apa yang ada di pikiranmu?”

Ayla tersenyum lemah. “Aku ingin melindungi dunia ini, Kael. Tapi aku juga ingin kita memiliki waktu untuk saling mencintai tanpa harus selalu menghadapi ancaman.”

Kael menggenggam tangan Ayla. “Aku merasa hal yang sama. Tapi aku tahu satu hal—ke mana pun kau pergi, apa pun pilihanmu, aku akan bersamamu.”

Ayla merasa air mata menggenang di matanya. “Kael... aku tidak tahu apakah aku bisa memilih.”

Kael mendekat, menyentuh wajah Ayla dengan lembut. “Tidak peduli apa yang kita pilih, cinta kita akan tetap abadi. Itu adalah kekuatan yang tidak bisa diambil oleh siapa pun.”

---

Ketika pagi tiba, mereka kembali ke pohon tua. Wanita itu menunggu mereka, senyumnya lembut namun penuh pengertian.

“Apa pilihan kalian?” tanyanya.

Ayla melangkah maju, memegang tangan Kael dengan erat. “Kami memilih untuk terus melindungi dunia ini,” katanya tegas. “Tetapi tidak dengan mengorbankan cinta kami. Kami percaya bahwa kekuatan cinta kami cukup untuk menghadapi segala tantangan, tanpa harus mengorbankan siapa kami.”

Wanita itu terdiam sejenak, lalu tersenyum. “Jawaban yang tidak terduga. Kalian telah menunjukkan bahwa cinta sejati tidak membutuhkan pengorbanan yang berlebihan. Dengan itu, kalian telah melampaui takdir kalian.”

Kristal biru dan bunga emas menyatu, membentuk benda baru yang memancarkan cahaya perak. Wanita itu menyerahkannya kepada Ayla dan Kael.

“Ini adalah hadiah terakhirku untuk kalian,” katanya. “Cinta kalian kini terikat dengan takdir semesta. Selama kalian bersama, dunia ini akan selalu memiliki pelindungnya.”

---

Ketika mereka kembali ke Aethir, kristal abadi di istana bersinar lebih terang dari sebelumnya. Rakyat menyambut mereka dengan sorakan, tetapi Ayla dan Kael tahu bahwa mereka bukan hanya pahlawan bagi negeri ini. Mereka adalah penjaga semesta, cinta mereka menjadi jembatan yang menghubungkan dunia-dunia yang berbeda.

Malam itu, di bawah langit berbintang, Ayla dan Kael berjanji untuk terus melindungi dunia ini, tanpa pernah melupakan bahwa cinta mereka adalah sumber kekuatan terbesar mereka.

Bersambung ~~~

Bumi Aethir { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang