Misi di negeri kegelapan

1 1 0
                                    

Setelah mendengar kabar dari Elara tentang ancaman baru yang mengintai Dimensi Aethir, Ayla dan Kael menyadari bahwa perjuangan mereka belum berakhir. Meski Dalion telah dikalahkan, jejak kekuatan kegelapan yang tertinggal masih dapat terasa, seperti bayangan yang selalu mengikuti langkah mereka.

Hari itu, Elara memanggil Ayla dan Kael untuk berkumpul di Ruang Cahaya, tempat para penjaga berdiskusi dan merancang strategi. Di dalam ruangan itu, mereka bertemu beberapa Penjaga Cahaya lainnya—para penyihir dan pejuang dari berbagai wilayah Aethir yang datang untuk membantu menghadapi ancaman baru.

“Setelah mempelajari jejak kekuatan kegelapan yang tertinggal, kami menemukan bahwa ada sumber energi gelap yang kuat di perbatasan Aethir,” ucap Elara dengan wajah serius. “Kami menduga ini adalah sarang Dalion yang tersembunyi selama ini, tempat di mana ia mengumpulkan kekuatannya sebelum menyerang.”

Ayla mendengarkan dengan penuh perhatian. Rasa tanggung jawab kembali memenuhi hatinya. Ia tahu bahwa kegelapan ini takkan berhenti begitu saja; ada yang lebih besar di balik semua ini.

“Kita perlu pergi ke sana dan memastikan bahwa sumber energi itu tidak bisa digunakan lagi,” tambah Elara. “Namun, tempat itu penuh bahaya. Hanya mereka yang memiliki kekuatan Cahaya yang bisa mendekati wilayah itu.”

“Aku akan pergi,” kata Ayla tanpa ragu. “Jika ini satu-satunya cara untuk melindungi Aethir dan memastikan kegelapan tak kembali, maka aku siap.”

Kael segera menggenggam tangan Ayla. “Aku juga akan ikut. Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi bahaya ini sendirian.”

Elara tersenyum, meski ada kekhawatiran dalam tatapannya. “Baiklah. Namun, kalian harus berhati-hati. Negeri Kegelapan adalah tempat di mana Cahaya hampir tak dapat bertahan. Kalian akan menghadapi makhluk-makhluk bayangan yang terikat pada energi kegelapan. Hanya dengan saling melindungi dan mempercayai kekuatan kalian, kalian bisa berhasil.”

Setelah berkemas, Ayla dan Kael berangkat menuju Negeri Kegelapan di perbatasan Aethir. Sepanjang perjalanan, Ayla merasakan ketegangan yang menggantung di udara, tetapi kehadiran Kael di sisinya memberinya kekuatan. Setiap langkah mereka diiringi oleh keheningan yang mencekam, dan bahkan alam di sekitar mereka tampak tak bernyawa, seolah takut pada bayangan kegelapan di depan.

Ketika mereka mendekati perbatasan, kabut tebal menyelimuti mereka, dan langit yang sebelumnya cerah berubah menjadi kelam. Di kejauhan, Ayla melihat bayangan besar yang tampak seperti benteng tua yang ditinggalkan.

“Itu pasti tempatnya,” gumam Kael, matanya tajam menatap benteng itu.

Ayla mengangguk, menggenggam liontin bulan sabit yang diberikan Kael padanya sebelumnya. Cahaya lembut muncul dari liontin itu, memberinya rasa tenang dan perlindungan.

Mereka memasuki benteng itu dengan hati-hati. Di dalamnya, mereka disambut oleh suara gemuruh samar yang berasal dari bawah tanah, seperti suara jeritan dan bisikan makhluk-makhluk kegelapan yang bersembunyi di balik bayang-bayang. Ayla merasakan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulangnya, membuatnya merinding.

Tiba-tiba, bayangan hitam melintas cepat di depan mereka, dan sebelum mereka sempat bereaksi, beberapa sosok makhluk bayangan muncul, mengelilingi mereka. Mata mereka merah menyala, dan mereka bergerak tanpa suara, seperti hantu di dalam kegelapan.

“Ayla, bersiaplah!” seru Kael sambil mengangkat tangannya, menciptakan bola cahaya biru yang menerangi sekeliling mereka.

Ayla memusatkan kekuatannya, mengingat ajaran Elara tentang Cahaya yang ia warisi. Ia menutup matanya, menarik napas dalam-dalam, dan saat ia membuka matanya lagi, cahaya keemasan menyala dari tubuhnya, mengusir bayangan yang mendekat. Para makhluk bayangan mundur, berusaha menghindari cahaya yang memancar dari Ayla dan Kael.

Namun, serangan mereka tak berhenti di situ. Makhluk-makhluk bayangan terus menyerbu, mencoba memadamkan cahaya mereka. Ayla dan Kael bertarung bersama, saling melindungi dan menguatkan, bergerak seirama seolah-olah kekuatan mereka telah menyatu. Setiap kali salah satu dari mereka merasa lemah, kehadiran yang lain memberikan kekuatan baru.

Di tengah pertarungan yang semakin intens, Ayla merasakan dorongan kekuatan yang lebih besar dari dalam dirinya. Cahaya keemasan itu semakin terang, melingkupi mereka dengan lingkaran pelindung. Makhluk-makhluk bayangan itu hancur dalam cahaya, meninggalkan kehampaan yang tenang di sekitar mereka.

Setelah mereka berhasil mengalahkan para makhluk bayangan, Kael menunjuk sebuah pintu besar di ujung ruangan. “Sepertinya itu jalan ke sumber energi kegelapan. Jika kita bisa menghancurkannya, kita mungkin bisa mengakhiri ancaman ini.”

Ayla mengangguk, dan bersama-sama mereka melangkah menuju pintu besar itu. Saat mereka memasuki ruangan di balik pintu, mereka menemukan sebuah altar besar yang dikelilingi oleh api hitam. Di tengah altar itu, terdapat kristal hitam yang berdenyut seperti jantung yang memancarkan aura gelap.

“Ayla, itu sumber kekuatan kegelapan. Kita harus menghancurkannya,” ujar Kael dengan suara pelan namun tegas.

Ayla mendekati kristal itu, merasakan hawa dingin yang menusuk dari kekuatan gelap yang ada di dalamnya. Namun, ia juga merasakan sesuatu yang lain—seolah-olah kristal itu mengerti keberadaannya dan mencoba menariknya ke dalam kegelapan.

Kael menggenggam tangan Ayla, menyadarkannya dari pengaruh kristal itu. “Ingatlah, Ayla. Cahaya Eleanor ada dalam dirimu. Hanya dengan cahaya itu kita bisa melawan kegelapan ini.”

Ayla menutup matanya dan memusatkan kekuatan Cahaya yang ada dalam dirinya. Perlahan, cahaya keemasan kembali menyala dari tubuhnya, semakin terang hingga menyelimuti seluruh ruangan. Cahaya itu melawan kekuatan kristal hitam, merontokkan lapisan demi lapisan kegelapan yang melindungi kristal tersebut.

Dengan suara gemuruh, kristal itu mulai retak. Kael membantu dengan menciptakan bola cahaya biru yang menyatu dengan Cahaya Ayla. Gabungan kekuatan mereka menghancurkan kristal itu, melepaskan cahaya terang yang menelan semua kegelapan di sekitarnya.

Saat semuanya reda, Ayla dan Kael berdiri di tengah ruangan yang kini kosong dan damai. Energi kegelapan yang sebelumnya terasa begitu menekan kini hilang, digantikan oleh ketenangan yang membebaskan.

Kael menatap Ayla, tersenyum penuh kebanggaan. “Kau melakukannya, Ayla. Kau telah menyelamatkan Aethir sekali lagi.”

Ayla membalas senyumnya, merasakan kehangatan yang tumbuh dalam dirinya. “Aku tak bisa melakukannya tanpa dirimu, Kael. Bersamamu, aku merasa lebih kuat.”

Dalam momen itu, tanpa kata-kata lebih lanjut, Kael merengkuh Ayla ke dalam pelukannya. Di tengah keheningan yang damai dan cahaya lembut yang menyelimuti mereka, Ayla merasakan bahwa takdir mereka memang telah terikat.

Mereka mungkin masih harus menghadapi banyak tantangan ke depan, tetapi bersama Kael, Ayla merasa bahwa apapun yang akan mereka hadapi, mereka akan melaluinya bersama—dalam cinta, cahaya, dan keberanian.

Bersambung~~~

Bumi Aethir { END }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang