22. Kepergian Ziva

147 4 3
                                    

Happy reading 💙.

*
*
*

Suasana yang tidak pernah terbayangkan oleh mereka sekarang benar benar terjadi. Asing dengan sahabat yang sudah seperti saudara adalah hal yang sangat menyakitkan.

Kelima gadis Troublemaker berdiri tidak jauh dari tempat Luiva duduk sekarang. Mereka menatap sahabat nya itu terus melamun dengan ponsel di genggamannya.

"Apa kita nggak bisa kaya dulu lagi?" tanya Ziva sedih. Dia masih tidak percaya jika Luiva melakukan hal sejahat itu kepada sahabatnya sendiri.

"Kaya dulu yang mana? Dia yang dulu itu palsu." Cia berlalu meninggalkan keempat sahabatnya yang masih berdiam diri di tempatnya.

"Udahlah Ziv, mending kita ke kelas sekarang, bisa buta mata gue liatin si busuk itu," ketus Yenara. Bahkan Yenara yang memiliki pemikiran paling dewasa di antara mereka sangat kecewa pada Luiva. Mau tidak percaya tapi Luiva sendiri yang mengatakannya.

Yenara pergi mengikuti Cia yang sudah jauh.

"Cabut." Keina pun sama, dia pergi meninggalkan tempatnya untuk menyusul kedua sahabatnya.

"Jangan di kasihanin, bisa jadi dia cuma pura pura sekarang." Pinka menarik Ziva paksa, jika dia tidak melakukan itu maka Ziva bisa sampai lumutan di tempatnya.

Luiva melirik kelima gadis yang pernah menjadi sahabatnya itu.

"Gue emang busuk."

Luiva kembali pada ponselnya setelah memastikan kelima sahabatnya pergi. Sahabat? Atau mantan sahabat? Entahlah.

Brak.

Luiva menatap datar gadis yang baru saja menggebrak meja nya.

"Ohoo sekarang cuma sendiri nih? Mana sahabat sahabat yang katanya saudara itu?"

Lera tersenyum senang melihat Luiva yang merasa tertekan. Jika bukan di sekolah mungkin Luiva sudah membogemnya.

"Eh garam itu rasanya apa sih? Asing ya?"

Suara tawa dari ketiga gadis ini menggelar di setiap penjuru taman.

"Berisik!" ketus Luiva. Dia bangkit ingin pergi, tapi langkahnya terhenti karena tingkah Lera yang dengan sengaja memajukan sebelah kakinya agar Luiva bisa terjatuh.

Bruk.

Dengan tidak elitnya Luiva tersungkur di hadapan ketiganya.

"Ups jatoh ya? Makannya hati hati dong Luiva, masa kaki segede ini nggak keliatan, atau mata lo udah ketutupan kebusukan?" ejek Lera.

Luiva mengepalkan tangannya kuat, mau bagaimana pun gadis ini menghinanya dia tidak boleh kelepasan.

"Ih merah mukanya, pengen berak?" timpal Clara yang mengejek.

"Merah karena malu atau karena mau ganti muka?"

"Emang dia punya muka?"

"Hahahahaha."

Tanpa sepengatahuan Luiva dari arah belakang salah satu teman Lera membawa 1 kantong berisi telor dan tepung.

Melihat aba aba dari Lera dari setiap penjuru taman ada banyak murid yang melemparkan telur dan juga tepung secara bersamaan ke arah Luiva.

"Busuk banget jadi temen huuu."

"Temen sendiri mau di bom!"

"Penghianat harusnya di lempar dari lantai 40!"

"Mati dong nanti?"

"Emang setan bisa mati?"

"Hahaha."

Troublemaker girls (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang