20. Terkuak

129 4 1
                                    

Happy Reading 💙.

*
*
*

Di bawah hujan yang turun dengan deras, ada seorang gadis memeluk sebuah papan yang terdapat jejeran huruf yang jika di baca adalah nama orang tersayangnya.

Lukey Adinata Derian.

"Sakit Key." Luiva meremas dadanya yang terasa sakit. Satu satunya alasan dia bertahan hidup kini sudah pergi menyusul orangtuanya.

"Maaf Bun, Lui nggak bisa jaga Key," lirih Luiva dengan kepalanya yang dia tundukan menatap tanah yang basah.

"Andai Luiva datang lebih cepat, mungkin Key masih bisa Luiva peluk."

Penyesalan terbesar Luiva adalah jarang menemui adiknya di saat adiknya masih baik baik saja.

Dia bingung sekarang, kenapa pembunuh itu mengincar keluarganya, bahkan setelah kematian orang tuanya mereka masih mengincar adiknya, apa sebentar lagi mereka akan mengincar dirinya? Sebenernya apa mau mereka.

Sebuah pelukan menyapa tubuhnya secara tiba tiba, membuat gadis itu terperanjat kaget dan hendak menjauhkan diri. Tapi melihat siapa yang memeluknya dia mengurungkan niatnya. Luiva semakin masuk ke dalam pelukan hangat di tengah guyuran hujan.

"Gue gagal."

"Gue bodoh."

"Gue nggak berguna."

"INI SEMUA SALAH GUE, GUE PEMBAWA SIAL!"

Isak tangis yang teredam membuat pelukan itu semakin erat. Hatinya sakit mendengar sahabatnya merutuki dirinya sendiri.

"Ini takdir Lui, bukan salah lo." Pinka menarik Luiva agar menjauh sedikit dari tubuhnya. Tangannya menangkup pipi sahabatnya.

"Udah waktunya berhenti nangisin ini Lui, sekarang waktunya lo balas dendam," ujar Pinka.

Luiva melepaskan kedua tangan Pinka yang bertengger di pipinya, lalu gadis itu berdiri dengan tegak. Kepalanya mendongak sembari berkata, "Mereka pasti akan merasakan hancur seperti Luiva sekarang, bahkan lebih hancur. Nyawa di balas dengan nyawa, Luiva pastiin darah kalian yang menetes tidak akan terbuang sia sia Yah, Bun, Key."

"Makasih atas pelukannya." Luiva menolehkan kepalanya ke samping, menatap sahabatnya dalam dengan senyuman tulusnya.

"Gue cuma nggak mau lo sakit aja sih, soalnya kalo lo sakit banyak mau, kaya orang lumpuh, nggak bisa ngapa ngapain," balas Pinka yang sudah menjauh pergi meninggalkan Luiva yang sedang mengumpati dirinya.

"Sialan," umpat Luiva, senyuman terukir di bibirnya, ucapan sahabatnya sama sekali tidak membuatnya sakit hati. Justru ucapan sahabatnya baru saja membuatnya terhibur dan tersenyum kembali.

"KEJAR GUE KALO BISA," teriak Pinka dari kejauhan.

"SINI LO MONYET." Luiva berlari mengikuti Pinka.

Di sela sela larinya Luiva tersenyum.

"Gue beruntung punya sahabat kaya kalian."

Malam sudah tiba, dan sekarang di ruang keluarga sudah ada sekumpulan remaja yang berkamuflase sebagai detektif.

"Jadi?" tanya Luiva menaikan sebelah alisnya.

"Mereka datang tiba tiba, awalnya semuanya baik baik aja tapi tiba tiba aja salah satu anggota kita kena tembak di bagian kakinya. Karena panik kita jadi nggak fokus sampe lupa kalo kita lagi jagain adek lo. Maaf." Guntur menundukkan kepalanya, rasa bersalah masih berkecamuk di hatinya sampai sekarang. Walaupun Luiva memaafkan dirinya tapi tetap saja dirinya yang terlalu bodoh dan berakhir lalai dalam mengerjakan tugas.

Troublemaker girls (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang