21. Am I a Bad Boy?

112 28 28
                                    

Hari senin telah kembali. Supra kini berjalan di lorong menuju ruang organisasi untuk mencari seseorang.

Kini ia sudah berada di depan pintu ruang organisasi. Namun, ia tak langsung masuk karena ia mendengar ada pembicaraan yang membawa namanya.

"Gue masih gak yakin si Iyan nunjuk Sandhava buat jadi calon kandidat."

"Ya menurut lu gue yakin? Gak lah gila! Dia anak geng motor, udah diterima di OSIS aja aneh apalagi jadi ketua OSIS anjir, orgil emang si Iyan."

"Padahal udah banyak kontoversi sama anak kelas 12 lain, tapi tetep aja gak ada yang bisa gubris keputusan Iyan dan beberapa anak lain yang emang dukung Sandhava jadi ketua OSIS."

"Gue gak boong, kinerjanya emang bagus. Tapi, dia anak geng motor, apa gak makin buruk citra OSIS?"

Supra langsung terdiam kaku di depan pintu. Mulai ada perasaan aneh dalam hatinya. Entahlah, rasanya seperti nyelekit pada hati dan sedikit cemas dibicarakan seperti itu.

Supra menghela napas dengan kasar. Ia langsung berbalik badan dan pergi dari ruang organisasi. Tak baik untuk menguping pembicaraan orang lain, pikirnya saat itu.

Namun, raut wajah Supra menjadi tidak datar seperti biasanya. Alis tebal itu menukik tajam, sudut matanya semakin menajam dan dua tangan yang terkepal dengan erat.

***

Supra duduk di sofa menghadap televisi yang tak menyala. Ia duduk sendirian di ruang tamu tanpa ditemani siapapun.

Tangannya memegang erat buku album milik kedua orang tuanya. Tatapannya terlihat sangat jelas bahwa ia mempertanyakan tentang dirinya sendiri.

Sebenarnya, apakah seburuk itu Supra di mata orang lain?

Genggaman pada buku album itu semakin erat hingga urat-urat tangannya muncul.

"Son, everything is okay?" tanya Bunda dari tangga.

Supra langsung menaruh buku album itu di meja dan menoleh ke belakang. Bunda berdiri di anak tangga terakhir dengan piama abu-abunya.

Supra mengangkat bahunya. "Yeah, i'm fine. I'm just ... just looking at the memory book," ucapnya.

Bunda menghampiri anak semata wayangnya. Ketika telah tiba di sebelah Supra, beliau mengusap-usap kepala anaknya.

Supra melirik pada tumpukan buku catatan di sofa, ia langsung membereskan semuanya agar Bunda bisa duduk. Tepat di sebelahnya.

Bunda mulai duduk dan beliau menatap Supra dengan tatapan khawatir.

"Why, Bun? Don't look at me like that okay?" ucap Supra menatap datar Bunda.

Bunda menghela napas. "Kamu keliatan lagi cemas, ada apa?"

Supra sedikit geleng-geleng kepala. "Everything is fine, Bunda gak usah khawatir."

"Kita baru selesai liburan kemarin, kenapa masih bad mood?" Bunda memegang kedua pipi anaknya, sedikit ia usap agar sang anak nyaman.

"Biasanya kamu buka album foto itu tandanya lagi cemas. Apa yang kamu khawatirkan?"

"Bunda, am i a bad boy?" tanya Supra tak berani menatap mata Bunda.

ASMARALOKA [OG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang