22. Bayangan di Balik Tirai

1 0 0
                                    


🍂🍂🍂

Claudia berlari tanpa mempedulikan rasa sakit yang mulai menjalari kakinya. Ia tidak peduli seberapa lelah tubuhnya; satu hal yang memenuhi pikirannya adalah Marie. Teriakan putus asa yang terakhir terdengar dari telepon Marie terus menggema dalam benaknya, mengguncang emosi Claudia. Ia tahu, jika terlambat, semuanya bisa menjadi lebih buruk.

"Claudia, kau bahkan tidak tahu pasti di mana mereka!" teriak Julien, yang berusaha menyusul di belakangnya.

Claudia menoleh sekilas, dengan napas memburu. "Aku punya firasat, Julien! Aku tahu mereka ada di sini!" Ia menunjuk gedung tua yang berdiri seperti raksasa kelam di tengah bayangan malam.

Gedung itu tampak sepi dari luar, hampir seperti bangunan yang sudah lama ditinggalkan. Namun, lampu kecil di salah satu jendela di lantai dua memberi isyarat keberadaan seseorang di dalam. Claudia berhenti sejenak di depan pintu samping yang terbuka sedikit, dan menarik napas dalam-dalam.

“Di sini,” bisiknya, menunjuk ke pintu tersebut.

Julien merapat di sebelahnya, menyalakan senter kecil yang ia bawa. "Masuk pelan-pelan. Jangan gegabah."

Claudia hanya mengangguk, tangannya mendorong pintu hingga terbuka lebih lebar. Suara engsel berderit tajam, seperti peringatan samar dari gedung itu. Mereka melangkah masuk dengan hati-hati, disambut aroma debu dan kelembapan yang menusuk hidung.

---

Di dalam gedung itu, Marie duduk di kursi kayu yang terlihat rapuh, tubuhnya terikat kuat dengan tali. Wajahnya pucat, namun sorot matanya masih penuh perlawanan. Victor berdiri di depannya, memegang pisau kecil yang ia mainkan dengan santai di antara jari-jarinya.

"Kau benar-benar wanita yang keras kepala," ujar Victor, seringai tipis menghiasi wajahnya. "Seharusnya kau menyerah sejak awal, Marie. Kau dan teman-temanmu tidak akan pernah menang."

Marie berusaha mempertahankan ketenangannya. "Kau salah. Claudia dan Julien akan datang untukku. Kami tidak pernah menyerah pada sesuatu yang benar."

Victor mendekatkan wajahnya ke Marie, tatapannya dingin. "Aku tahu mereka akan datang. Justru itu yang aku tunggu."

Langkah kaki Claudia dan Julien yang semakin mendekat membuat Marie menoleh ke arah pintu. Wajahnya berubah lega saat melihat dua sosok itu berdiri di ambang pintu. Namun, ketegangan masih terasa, karena ia tahu Victor tidak akan membiarkan mereka pergi begitu saja.

---

"Victor!" suara Claudia memecah keheningan. Ia melangkah maju, meskipun tangannya gemetar. "Lepaskan dia."

Victor menoleh, seakan tidak terkejut melihat kehadiran mereka. "Claudia. Julien. Selamat datang di permainan terakhir kita. Sayangnya, aku yang memegang kendali di sini."

"Jika kau ingin sesuatu, ambil dari kami," sela Julien dengan nada tegas. "Tapi biarkan Marie pergi."

Victor menggelengkan kepala, tertawa kecil. "Kalian benar-benar naif. Apa yang membuat kalian berpikir bisa keluar dari sini hidup-hidup?"

Claudia melirik Julien, lalu kembali menatap Victor. Di dalam benaknya, rencana sederhana mulai terbentuk. Perlahan, ia merogoh saku jaketnya dan menggenggam erat semprotan lada yang selalu ia bawa.

"Aku tidak akan membiarkanmu menang," kata Claudia. Dalam hitungan detik, ia bergerak cepat, menyemprotkan cairan itu ke arah mata Victor.

Jeritan Victor menggema di seluruh ruangan. Ia melepaskan pisau yang dipegangnya, memberi Julien kesempatan untuk merebutnya. Julien segera menyerang, menjatuhkan Victor ke lantai dan membuatnya tak berdaya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Secrets Behind The Scenes Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang