Made by zzzzya, 04 Juli 2015
Cinta dan Rahasia – Yura
Terakhir kutatap mata indahmu
Dibawah bintang bintang
Terbelah hatiku
Antara cinta dan rahasia
Pemandangan langit malam berhiaskan cahaya dari bintang-bintang yang berpendar mengelilingi bulan, selalu menjadi favorit kami ketika sedang berbincang-bincang di taman depan rumahku.
"Lo tau gak, Sya, kenapa gue seneng banget ngeliatin bintang?" tanyamu pada suatu ketika.
Aku yang saat itu tengah menikmati pemandangan yang telah diciptakan oleh-Nya, langsung menoleh. "Enggak. Emang kenapa?"
"Karena, disitu gue bisa melihat Nyokap gue," jawabmu sambil tersenyum penuh makna. "Lo tau, 'kan? Kalau orang meninggal, nyawanya terbang ke langit, lalu menjadi bintang-bintang yang bersinar pada malam hari."
Aku mengangguk-angguk, yang merupakan pertanda jika aku mengerti maksud dari perkataanmu. Lalu, aku menanyakan hal yang sama kepadamu.
Sontak, kamu menggeleng. Kamu juga tidak mengerti alasanku mengapa begitu menyukai bintang-bintang di malam hari.
"Karena, bintang itu setia, Raf. Dia selalu setia menemani bulan di malam hari, padahal, bulan itu sendiri malah lebih memilih si matahari, dibandingkan bintang," jelasku sambil tetap tersenyum menatap langit malam.
Malam itu pun kami habiskan dengan melihat langit malam, tak henti-hentinya kami mengagumi ciptaan-Nya.
Ku cinta padamu namun kau milik
sahabatku, dilema hatiku
Andai ku bisa berkata sejujurnya
Ya, semenjak kejadian dimana kami berdua menghabiskan waktu dengan menatap langit malam, aku jatuh cinta kepadanya.
Namun, perasaan ini salah. Sangat salah, ketika aku mengetahui bahwa saat ini, kamu resmi menjadi miliknya, yang notabene merupakan satu-satunya sahabat perempuan yang aku miliki--selain kamu, tentunya--.
Just so you know, aku jatuh cinta kepadamu, jauh-jauh hari sebelum aku mengetahui fakta menyakitkan itu.
Jangan kau pilih dia
Pilihlah aku, yang mampu mencintamu lebih dari dia
"Tasya," panggilmu pada suatu sore.
Aku yang sedang menyirami tanaman, lantas kaget ketika melihat kedatanganmu yang secara tiba-tiba, sudah berdiri di depan pagar rumahku. Aku segera mematikan keran yang mengaliri air melalui selang, lalu beralih untuk membuka kunci pintu pagar.
"Loh, Rafa?" pekikku yang masih belum pulih dari kekagetanku. "Kok mau dateng gak bilang-bilang? Sini masuk dulu."
Ketika kamu baru saja mendaratkan bokongmu di kursi sofa ruang tamu, kamu kembali memanggilku. Aku segera meletakkan minuman yang aku ambil dari kulkas, kemudian duduk di sampingmu.
"Sya, kamu tau Sasa?" tanyamu dengan wajah antusias.
"Ya tau, lah. Dia, 'kan, sahabatku kalau di kelas," kataku seraya mengambil camilan yang memang sengaja diletakkan di atas meja ruang tamu. "Kenapa sama dia, heh?"
"Aku jadian sama dia, Sya!" ungkapmu sambil menampakkan deretan gigi putihmu yang rapi.
1.. 2.. 3..
Aku yang sedang asik memakan camilan, langsung menggembalikannya ke tempat asal, begitu mendengar pernyataan pahit darimu. "Serius?" tanyaku, nada datar pun hinggap di pertanyaan yang baru saja di lontarkan olehku.
Kamu memberenggut kesal, saat mendengar nada datar dariku. "Iya, Sya! Tapi, kok, kamu kayak marah gitu, sih? Kamu gak suka, kalau aku jadian sama dia, ya?"
Secepat mungkin, aku mencoba mengubah wajahku, dengan senyuman manis--yang sebenarnya malah terlihat seperti dipaksakan. "Enggak, kok," kilahku sambil mencoba untuk terlihat se antusias mungkin. "Wah, selamat, deh! Akhirnya, kamu gak jomblo lagi."
Kamu langsung memelukku, begitu melihatku yang tiba-tiba berubah menjadi antusias, setelah mendengar berita darimu. "Makasih, Tasya. You're the best!"
Kalau boleh jujur, aku marah, ketika mengetahui bahwa kamu telah resmi menjadi kekasih hatinya.
Tetapi, siapalah aku? Aku hanyalah sahabat yang sejak kecil telah bersahabat denganmu. Bahkan, kamu tidak tahu, bahwa aku bisa mencintamu, lebih dari dia.
Bukan ku ingin merebutmu, dari sahabatku
Namun, kau tahu
Cinta tak bisa, tak bisa kau salahkan
Aku sedang memakan bekal yang aku bawa dari rumah, ketika tiba-tiba saja, kamu mendatangi mejaku. Ah, bukan itu yang menjadi sumber kekagetanku. Tetapi, wajah yang kamu perlihatkan kepadaku. Wajah dingin itu. Yang sama sekali tidak pernah kamu perlihatkan kepadaku, selama kita bersahabat.
"Sya, gue gak mau bikin cewek gue salah paham dengan kita. Kita agak jaga jarak ya, mulai sekarang. Gue sedih, kalau liat dia yang selalu cemburu ketika kita sedang menghabiskan waktu. Padahal, kita, 'kan, memang sudah sejak lama bersahabat. Maaf, ya," ungkapmu jujur, sembari menampakkan wajah dingin milikmu.
Hatiku teriris ketika mendengar ungkapan yang berisi pernyataan bahwa kami harus agak menjaga jarak kepada satu sama lain. Dengan senyum getir pun, aku segera menjawab, "ya udah, gak apa-apa. Gue ngerti, kok."
Kemudian, kamu meninggalkanku begitu saja, pada saat itu.
Semenjak kejadian itu, kamu jarang memulai suatu pembicaraan denganku. Bahkan, hanya sekedar menyapa pun tidak. Aku mengerti, sangat mengerti, jika kamu tidak mau membuat skenario yang seolah-olah menyiratkan bahwa kamu menduakannya denganku.
Jujur, aku sakit hati dengan perlakuanmu kepadaku. Tetapi, aku tetap melewatinya dengan senyuman. Kamu tahu, 'kan, jika cinta tidak bisa disalahkan? Tanpa menanyakannya, kamu pun pasti tahu jawabannya.
Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua, karena aku pun sama sekali tidak mempunyai pikiran se-picik itu, untuk merebut apa yang telah menjadi milik orang lain.
Sekali lagi, cinta tak bisa disalahkan, bukan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Book 1: Melodies [song-fict]
KurzgeschichtenEvent kedua persembahan dari para member Author Club. Kami membuat event ini, bertujuan untuk mengasah kemampuan menulis dari para member kami. Kami memang belum sempurna, namun kami berusaha memberi yang terbaik agar bisa dinikmati pembaca sekalian...